Kisah Polemik Ijtihad Umar Bin Khattab soal Agraria yang Kontroversial
loading...
A
A
A
Pada suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab berkata kepada sahabat-sahabatnya bahwa Saad ibn Abi Waqqas menulis surat kepadanya dari Irak. Isinya, tentara Muslim meminta untuk membagi-bagi harta rampasan berupa tanah-tanah pertanian.
Al-Bahi al-Khuli dalam tulisannya berjudul "Min fiqh 'Umar fi al-Iqtisad wa al-Mal" sebagaimana dikutip Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul "Islam, Doktrin dan Peradaban" menyampaikan kutipan dialog tersebut sebagai berikut:
Para sahabat berkata: "Tulis surat kepadanya dan hendaknya ia membagi-bagikan tanah itu antara mereka."
Umar bin Khattab: "Lalu bagaimana dengan orang-orang Muslim yang datang kemudian sesudah itu, yang akan mendapati tanah-tanah telah habis terbagi-bagikan, terwariskan dari orang-orang tua serta telah terkuasai? Ini bukanlah pendapat yang benar."
Abdurrahman bin Auf : "Lalu apa pendapat yang benar? Tanah-tanah itu tidak lain daripada sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka sebagai rampasan!"
Umar: "Memang seperti yang kau katakan. Tapi aku tidak melihatnya begitu. Demi Tuhan, tiada lagi suatu negeri akan dibebaskan sesudahku melainkan mungkin akan menjadi beban atas orang-orang Muslim. Jika tanah-tanah pertanian di Irak dan Syam dibagi-bagikan, maka dengan apa biaya pos-pos pertahanan ditutup, dan apa yang tersisa bagi anak turun dan para janda di negeri ini dan di tempat lain dari kalangan penduduk Syam dan Irak?"
Orang banyak: "Bagaimana mungkin sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada kami sebagai harta rampasan dengan perantaraan pedang-pedang kami akan engkau serahkan kepada kaum yang belum ada dan belum bersaksi, serta kepada anak-cucu mereka turun-temurun yang belum ada?"
Umar (dalam keadaan bingung dan termangu): "Ini adalah suatu pendapat."
Orang banyak: "Bermusyawarahlah"
Maka Umar bin Khattab pun bermusyawarah dengan kaum Muhajirin yang terkemuka, yang memiliki kepeloporan dan keperintisan yang mendalam dalam Islam:
Abdurrahman bin Auf: "Aku berpendapat hendaknya kau bagi-bagikan kepada mereka itu hak-hak mereka."
Ali bin Abi Thalib : "Tapi pendapat yang benar ialah pendapatmu, wahai Amir al-Mu'minin!"
Al-Zubair ibn al-'Awwam : "Tidak! Sebaliknya, apa yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebagai rampasan dengan pedang kita itu harus dibagi-bagi."
Utsman ibn Affan : "Pendapat yang benar ialah yang dikemukakan 'Umar."
Bilal bin Rabah : "Tidak! Demi Tuhan, sebaliknya kita harus melaksanakan hukum Tuhan terhadap harta yang dikaruniakan sebagai rampasan kepada hamba-hambaNya yang beriman."
Talhah: "Aku berpendapat bahwa yang benar ialah yang dianut 'Umar."
Al-Zubair: "Ke mana kalian, wahai kaum, hendak pergi dari Kitab Allah?"
Abdullah bin 'Umar: "Teruskan, wahai Amir al-Mu'minin, dengan pendapatmu itu. Sebab aku harap bahwa di situ ada kebaikan bagi umat ini."
Al-Bahi al-Khuli dalam tulisannya berjudul "Min fiqh 'Umar fi al-Iqtisad wa al-Mal" sebagaimana dikutip Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul "Islam, Doktrin dan Peradaban" menyampaikan kutipan dialog tersebut sebagai berikut:
Para sahabat berkata: "Tulis surat kepadanya dan hendaknya ia membagi-bagikan tanah itu antara mereka."
Umar bin Khattab: "Lalu bagaimana dengan orang-orang Muslim yang datang kemudian sesudah itu, yang akan mendapati tanah-tanah telah habis terbagi-bagikan, terwariskan dari orang-orang tua serta telah terkuasai? Ini bukanlah pendapat yang benar."
Abdurrahman bin Auf : "Lalu apa pendapat yang benar? Tanah-tanah itu tidak lain daripada sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka sebagai rampasan!"
Umar: "Memang seperti yang kau katakan. Tapi aku tidak melihatnya begitu. Demi Tuhan, tiada lagi suatu negeri akan dibebaskan sesudahku melainkan mungkin akan menjadi beban atas orang-orang Muslim. Jika tanah-tanah pertanian di Irak dan Syam dibagi-bagikan, maka dengan apa biaya pos-pos pertahanan ditutup, dan apa yang tersisa bagi anak turun dan para janda di negeri ini dan di tempat lain dari kalangan penduduk Syam dan Irak?"
Orang banyak: "Bagaimana mungkin sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada kami sebagai harta rampasan dengan perantaraan pedang-pedang kami akan engkau serahkan kepada kaum yang belum ada dan belum bersaksi, serta kepada anak-cucu mereka turun-temurun yang belum ada?"
Umar (dalam keadaan bingung dan termangu): "Ini adalah suatu pendapat."
Orang banyak: "Bermusyawarahlah"
Maka Umar bin Khattab pun bermusyawarah dengan kaum Muhajirin yang terkemuka, yang memiliki kepeloporan dan keperintisan yang mendalam dalam Islam:
Abdurrahman bin Auf: "Aku berpendapat hendaknya kau bagi-bagikan kepada mereka itu hak-hak mereka."
Ali bin Abi Thalib : "Tapi pendapat yang benar ialah pendapatmu, wahai Amir al-Mu'minin!"
Al-Zubair ibn al-'Awwam : "Tidak! Sebaliknya, apa yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebagai rampasan dengan pedang kita itu harus dibagi-bagi."
Utsman ibn Affan : "Pendapat yang benar ialah yang dikemukakan 'Umar."
Bilal bin Rabah : "Tidak! Demi Tuhan, sebaliknya kita harus melaksanakan hukum Tuhan terhadap harta yang dikaruniakan sebagai rampasan kepada hamba-hambaNya yang beriman."
Talhah: "Aku berpendapat bahwa yang benar ialah yang dianut 'Umar."
Al-Zubair: "Ke mana kalian, wahai kaum, hendak pergi dari Kitab Allah?"
Abdullah bin 'Umar: "Teruskan, wahai Amir al-Mu'minin, dengan pendapatmu itu. Sebab aku harap bahwa di situ ada kebaikan bagi umat ini."