5 Marga Keturunan Ba 'Alawi di Indonesia yang Cukup Populer

Minggu, 24 September 2023 - 15:27 WIB
Para keturunan Ba Alawi dinisbahkan kepada Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir yang nasabnya tersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Foto/ist
Marga keturunan Ba 'Alawi di Indonesia merupakan keluarga atau klan yang nasabnya bersambung kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Mereka dikenal dengan julukan Sayyid, Syarif, Habib, Syed.

Para keturunan Ba 'Alawi ini dinisbahkan kepada Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi yang bersambung hingga kepada Rasulullah ﷺ dari jalur Sayyidina Husein (cucu Rasulullah).

Namun belakangan, nasab para keturunan Nabi di Indonesia sempat jadi perbincangan hangat di media sosial. Hal ini menyusul beredarnya ceramah seorang dai yang mengatakan nasab mereka terputus dan tidak masuk akal. Terlepas dari polemik tersebut, berikut kami ulas asal-usul sejarah marga keturunan Ba' Alawi hingga tersebar ke Indonesia.



Dalam Buku "Pemikiran dan Ajaran Para Sayid Ba 'Alawi dari Masa ke Masa" karya Husein Muhammad Alkaff ditegaskan bahwa para Sayyid keluarga Ba 'Alawi merupakan keturunan Nabi Muhammad ﷺ. Mereka menerima agama Islam secara langsung dari leluhur mereka sendiri, tanpa melalui perantara pihak luar.

Asal-usulKeturunan Ba' Alawi

Kata 'Alawi secara bahasa diambil dari kata Ali. Dalam sejarah Islam kata ini pada masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah dimaksudkan untuk kelompok pengikut Imam Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu. Kemudian menjadi istilah untuk sebuah sekte Syiah kebatinan yang tersebar di Suriah, Lebanon, dan Turki.

Bagi kalangan muslim di Hadhramaut Yaman dan Indonesia, kata 'Alawi dengan tambahan huruf Ba sehingga menjadi Ba 'Alawi adalah sebuah istilah untuk para Sayyid dari keturunan Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far as-Shadiq bin Muhammad al-Bagir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib (bin Fathimah binti Muhammad ﷺ).

Para sayid Ba 'Alawi berasal dari Hadhramaut dan menyebar ke beberapa negara Arab Teluk, India-Gujarat, Asia Tenggara, dan Afrika Timur. Mereka datang ke Asia Tenggara seperti Campa (sebuah wilayah di Vietnam sekarang), Malaysia, dan Indonesia secara bertahap-tahap dan dalam beberapa gelombang sejak abad ke-13 atau ke-14 hingga pertengahan abad ke-20 Masehi untuk berdagang dan berdakwah.

Tahap dan gelombang pertama yang datang terdiri dari keturunan Sayid Abdul Malik bin Alwi 'Ammul Faqih bin Muhammad Shahib Marbath melalui Gujarat. Menurut beberapa sumber sejarah Islam di Nusantara, para Wali Songo berasal dari keturunan Sayyid Abdul Malik ini. Mereka juga dikenal dengan marga Azhamat Khan.

Kemudian disusul oleh para Sayyid dari keturunan al-Faqih al-Muqaddam Sayyid Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Marbath (574-653 H) pada abad ke-17 Masehi. Menurut sebuah berita bahwa Habib Husein Alaydrus Luar Batang termasuk dari mereka yang datang pada abad ini. Beliau datang ke Betawi pada tahun 1736 M.

Pada pertengahan kedua Abad 19 M hingga pertengahan pertama Abad 20 M, para Sayyid Ba 'Alawi --baik dari keturunan 'Ammul Faqih yang bukan dari marga 'Azhamat Khan seperti marga Al-Haddad, Baabud, dan lainnya, maupun dari keturunan al-Faqih al-Muqadda-- dalam jumlah yang banyak hijrah ke kepulauan Nusantara, khususnya ke Pulau Jawa. Mereka menyebar di berbagai daerah di Jawa, khususnya pesisir utara Pulau Jawa (Pantura) dari Jakarta (Betawi) hingga Surabaya.

Keutamaan Ahlul Bait

Dalam Hadis, kita akan menemukan banyak riwayat yang menyebutkan keutamaan Ahlul Bait (keluarga Rasulullah). Seperti dalam Kitab Sunan at-Tirmidzi (Hadis) 3788: "Telah menyampaikan Hadis kepada kami Ali bin al-Mundzir Kufi, telah menyampaikan kepadaku Muhammad bin Fudhail, dia berkata, telah menyampaikan kepadaku al-A'masy dari ‘Athiyyah dari Abu Said dan al-A'msy dari Habib bin Abu Tsabit dari Zaid bin Arqam. Mereka berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Aku tinggalkan di tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegangan dengannya, maka kalian tidak akan tersesat setelahku; yang satu lebih besar dari yang lain; Kitabullah merupakan tali yang terjulur dari langit hingga bumi, dan itrahku (keturunanku/keluargaku/ahlul baitku). Keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga Surga. Perhatikan, bagaimana kalian akan meninggalkanku dalam keduanya."

Kitab al-Mustdarak 'ala as-Sahihain, al-Hakim 4711/309. Dari Zaid bin Arqam berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: "Sesungguhnya Aku tinggalkan di tengah kalian dua pusaka yang berat (tsaqalain); Kitabullah dan Ahlul Baitku dan sesungguhnya keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya datang kepadaku di Telaga Surga."

Jika diulas ke belakang, kemunculan Bani Alawiyin ini bermula dari Hijrahnya Imam Ahmad bin Isa Al-Muhajir dari Basrah (Irak) ke Hadhramaut Yaman dan berketurunan di sana. Ahmad bin Isa (wafat 345 H), dinamakan Al-Muhajir karena beliau meninggalkan Basrah di masa pemerintahan Khalifah Abbassiyah di Baghdad 317 H (896 M).

Menurut beberapa sumber, Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir menyuruh putranya, Imam Ubaidillah untuk pergi ke Makkah menimba ilmu dari para ulama di sana. Selama di Makkah Imam Ubaidillah belajar tasawuf dan fiqih Syafi'i.

Imam Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir mempunyai tiga anak; Bashri, Jadid dan Alwi. Bashri lahir di Bashrah, karena itu disebut Bashri dan namanya Ismail. Jadid anak paling kecil dari tiga putra beliau. Bashri dan Jadid mempunyai keturunan, namun mereka tidak berlanjut dan kemudian punah.

Sementara Alwi bin Ubaidillah adalah cikal bakal para Sayyid Ba 'Alawi. Dari beliau inilah tersebar keturunan Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir melalui putranya yaitu Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah. Muhammad mempunyai anak Alwi. Alwi mempunyai anak Ali Khali' Qasam. Ali Khali' Qasam mempunyai anak Muhammad Shahib Marbath. Muhammad Shahib Marbath mempunyai dua anak; Ali dan Alwi. Ali mempunyai anak Muhammad yang dikenal dengan al-Faqih al-Muqaddam, sedangkan Alwi mempunyai anak Abdul Malik, leluhur para Wali Sanga. Mereka ini kemudian dikenal dengan para Sayyid Ba 'Alawi.

Setiap generasi dari enam generasi di bawah Imam Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir, yaitu Alwi, Muhammad, Alwi, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Marbath dan Ali serta Alwi, mempunyai peranan yang penting dalam menjaga agama Islam dan ajaran pasca Imam Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir. Sejak Imam Ubaidillah, para Sayyid Ba 'Alawi diyakini mengikuti Mazhab Syafi'i. Tidak ada catatan tentang ajaran mereka selain mereka mengikuti mazhab Syafii.

5 Marga Keturunan Ba 'Alawi di Indonesia

Marga keturunan Ba 'Alawi ('Alawiyyin) di Indonesia banyak tersebar di berbagai daerah Tanah Air. Mereka telah lama berkiprah di Indonesia. Di antaranya, mendirikan organisasi Islam di beberapa daerah. Seperti Jamiah al-Khair di Jakarta, al-Khairiyyah di Surabaya, Ma'had Islam di Pekalongan, dan kota-kota lainnya. Bahkan di luar pulau Jawa seperti Al-Khairot di Palu, Sulawesi Tengah. Lembaga-lembaga itu sampai sekarang masih berkembang dan beberapa tokoh dari mereka mendirikan pesantren di Pulau Jawa.

Selain lembaga pendidikan, beberapa tokoh keturunan Ba 'Alawi mendirikan organisasi sosial seperti Rabithah 'Alawiyyah di Jakarta pada 27 Desember 1928 M (1346 H). Organisasi ini didirikan untuk melayani komunitas Hadhrami di bidang ekonomi, pendidikan, layanan anak-anak yatim, para janda, dan kaum duafa, sekaligus pencatatan nasab para Habaib dari kalangan Alawiyyin.

Berikut lima marga keturunan Ba 'Alawi yang populer di Indonesia:

1. Al-Attas

Orang pertama yang digelari Al-Attas adalah Habib Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Alwi bin Muhammad Al-Fagih Al-Mugaddam. Beliau dinamakan Al-Attas yang maknanya bersin karena beliau pernah bersin ketika masih berada di dalam perut ibunya". Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas adalah seorang Waliyullah (wafat 1072 H) dan dijuluki Al-Qutb Al-Anfaas. Bersin dalam bahasa Arab ialah "Athasa", dan orang yang bersin disebut "Al-Athtas". Rabithah Alawiyah mencatat ada sekitar 2.471 Habaib bermarga Al-Attas di wilayah Jabodetabek. Di antara satu ulama yang bermarga Al-Attas adalah Habib Ali bin Husein Al-Attas atau lebih dikenal dengan Habib Ali Bungur, seorang ulama masyhur di tanah Betawi.

2. Al-Haddad

Julukan Al-Haddad dinisbahkan kepada Waliyullah Imam Ahmad bin Abi Bakar bin Ahmad Masrafah bin Muhammad bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammu Al-Faqih Muqoddam. Ahmad Al-Haddad dilahirkan di Tarim, dikaruniai seorang anak lelaki bernama Alwi. Riwayat lain menyebutkan, Al-Haddad dinisbahkan kepada Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad (Waliyullah pengarang Ratib Al-Haddad 1634-1720). Beliau generasi ke-31 keturunan Rasulullah. Abdullah bin Alwi Al-Haddad dijuluki "pandai besi" karena beliau mampu melunakkan hati yang keras seperti besi (hadatul qulub), berkat ketinggian ilmu dan kebijaksanaannya yang luar biasa. Kabilah Al-Haddad di Jabodetabek berjumlah sekitar 1.583 orang. Salah satu tokoh Al-Haddad yang populer adalah Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau dikenal dengan Mbah Priok.

3. Assegaf

Orang pertama yang digelari Assegaf atau As-Saqqaf yaitu waliyullah Al-Muqaddam ats-Tsani al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Mauladdawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih Muqaddam. Gelar Assegaf yang disandangnya karena dikenal sebagai pengayom para wali pada zamannya yang diibaratkan sebagai atap bangunan yang dalam bahasa Arab disebut Sagfun. Assegaf merupakan marga generasi awal sehingga banyak marga Habaib lain yang merupakan keturunan Assegaf. Beberapa tokoh bermarga Assegaf di Indonesia di antaranya Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf (Ketum Rabithah Alawiyah); Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf; Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf rahimahullah dan masih banyak lainnya. Rabithah Alawiyah mencatat terdapat sekitar 1.538 penduduk bermarga Assegaf di Jabodetabek Tahun 2017.

4. Alaydrus

Marga Alaydrus berpangkal dari Al-Habib Abdullah Alaydrus bin Abubakar As-Sakran, seorang waliyullah, pendiri tarekat Aydrusiyyah. Imam Abdullah Alaydrus (811-865 H) diberi gelar oleh kakeknya Abdurrahman As-Saqqaf dengan Alaydrus yang berasal dari kata "Al-Aytarus". Kabilah Al-Aydrus adalah suatu keluarga yang terkenal dalam keilmuan, politik, dan kemasyarakatan. Alaydrus merupakan cucu Assegaf. Salah satu tokoh Alaydrus yang masyhur adalah Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus (Habib Luar Batang). Makam ulama yang dijuluki waliyullah ini kini tetap ramai dikunjungi di Luar Batang Jakarta.

5. Al-Habsyi

Sejarah marga Al-Habsyi bermula dari Waliyullah Al-Habib Abu Bakar bin Ali bin Ahmad bin Muhammad Asadillah bin Hasan Atturabi bin Ali bin Muhammad Al-Faqih Muqaddam (wafat 857 H). Dijuluki Al-Habsyi karena beliau sering pergi ke Habasyah (sekarang Etiopia) dan pernah tinggal di sana selama 20 tahun untuk menyebarkan Islam. Beberapa tokoh bermarga Al-Habsyi yaitu Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi Ampel Qubah; Pengarang Kitab Maulid Simtudduror Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi; Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi (Habib Kwitang); Habib Zein Al Habsyi Martapura; Ustaz Ahmad Al-Habsyi, dan masih banyak lainnya.

Wallahu A'lam

(rhs)
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Jabir bin Abdillah dia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Dan doa yang paling utama adalah Alhamdulillah (segala puji bagi Allah).

(HR. Sunan Ibnu Majah No. 3790)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More