Abu Yazid: Hatiku Bergetar Lalu Aku Hanyut Dilanda Gelombang Ekstase
Kamis, 30 April 2020 - 17:00 WIB
ABU Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan al-Busthami. Lahir di Bustham yang terletak di bagian timur Laut Persia. Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau adalah salah seorang Sulton Aulia, yang merupakan salah satu Syaikh yang ada di silsilah dalam thoriqoh Sadziliyah, Thoriqoh Suhrowardiyah dan beberapa thoriqoh lain.
Akan tetapi beliau sendiri menyebutkan di dalam kitab karangan tokoh di negeri Irbil sbb: "...bahwa mulai Abu Bakar Shiddiq sampai ke aku adalah golongan Shiddiqiah." ( )
Orang-orang mengagumi Abu Yazid al-Bushtami karena dianggap sakti. Tapi, Abu Yazid menganggap hal itu biasa-biasa saja. "Engkau dapat berjalan di atas air," orang-orang berkata kepada Abu Yazid, suatu ketika.
"Sepotong kayupun dapat melakukan hal itu," jawab Abu Yazid.
"Engkau dapat terbang di angkasa," orang-orang bilang.
"Seekor burung pun dapat melakukan itu," jawab Abu Yazid.
"Engkau dapat pergi ke Ka'bah dalam satu malam."
"Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam."
"Jika demikian apakah yang harus dilakukan oleh manusia-manusia sejati?" mereka bertanya kepada Abu Yazid.
Abu Yazid menjawab, "Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada siapapun dan apapun kecuali kepada Allah".
Abu Yazid ditanya orang, "Bagaimanakah engkau mencapai tingkat kesalehan yang seperti ini?"
"Pada suatu malam ketika aku masih kecil," jawab Abu Yazid, "aku keluar dari kota Bustham. Bulan bersinar terang dan bumi tertidur tenang. Tiba-tiba kulihat suatu kehadiran.
Di sisinya ada delapan belas ribu dunia yang tampaknya sebagai sebuah debu belaka, hatiku bergetar kencang lalu aku hanyut dilanda gelombang ekstase yang dahsyat.
Aku berseru "Ya Allah, sebuah istana yang sedemikian besarnya tapi sedemikian kosongnya. Hasil karya yang sedemikian agung tapi begitu sepi?"
Lalu terdengar olehku sebuah jawaban dari langit. "Istana ini kosong bukan karena tak seorangpun memasukinya tetapi Kami tidak memperkenankan setiap orang untuk memasukinya. Tak seorang manusia yang tak mencuci muka-pun yang pantas menghuni istana ini".
"Maka aku lalu bertekat untuk mendo’akan semua manusia. Kemudian terpikirlah olehku bahwa yang berhak untuk menjadi penengah manusia adalah Muhammad SAW. Oleh karena itu aku hanya memperhatikan tingkah lakuku sendiri. Kemudian terdengarlah suara yang menyeruku.
"Karena engkau berjaga-jaga untuk selalu bertingkah laku baik, maka Aku muliakan namamu sampai hari Berbangkit nanti dan umat manusia akan menyebutmu." (Baca juga: Abu Yazid, Seekor Anjing, dan Muridnya )
Akan tetapi beliau sendiri menyebutkan di dalam kitab karangan tokoh di negeri Irbil sbb: "...bahwa mulai Abu Bakar Shiddiq sampai ke aku adalah golongan Shiddiqiah." ( )
Orang-orang mengagumi Abu Yazid al-Bushtami karena dianggap sakti. Tapi, Abu Yazid menganggap hal itu biasa-biasa saja. "Engkau dapat berjalan di atas air," orang-orang berkata kepada Abu Yazid, suatu ketika.
"Sepotong kayupun dapat melakukan hal itu," jawab Abu Yazid.
"Engkau dapat terbang di angkasa," orang-orang bilang.
"Seekor burung pun dapat melakukan itu," jawab Abu Yazid.
"Engkau dapat pergi ke Ka'bah dalam satu malam."
"Setiap orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India ke Demavand dalam satu malam."
"Jika demikian apakah yang harus dilakukan oleh manusia-manusia sejati?" mereka bertanya kepada Abu Yazid.
Abu Yazid menjawab, "Seorang manusia sejati tidak akan menautkan hatinya kepada siapapun dan apapun kecuali kepada Allah".
Abu Yazid ditanya orang, "Bagaimanakah engkau mencapai tingkat kesalehan yang seperti ini?"
"Pada suatu malam ketika aku masih kecil," jawab Abu Yazid, "aku keluar dari kota Bustham. Bulan bersinar terang dan bumi tertidur tenang. Tiba-tiba kulihat suatu kehadiran.
Di sisinya ada delapan belas ribu dunia yang tampaknya sebagai sebuah debu belaka, hatiku bergetar kencang lalu aku hanyut dilanda gelombang ekstase yang dahsyat.
Aku berseru "Ya Allah, sebuah istana yang sedemikian besarnya tapi sedemikian kosongnya. Hasil karya yang sedemikian agung tapi begitu sepi?"
Lalu terdengar olehku sebuah jawaban dari langit. "Istana ini kosong bukan karena tak seorangpun memasukinya tetapi Kami tidak memperkenankan setiap orang untuk memasukinya. Tak seorang manusia yang tak mencuci muka-pun yang pantas menghuni istana ini".
"Maka aku lalu bertekat untuk mendo’akan semua manusia. Kemudian terpikirlah olehku bahwa yang berhak untuk menjadi penengah manusia adalah Muhammad SAW. Oleh karena itu aku hanya memperhatikan tingkah lakuku sendiri. Kemudian terdengarlah suara yang menyeruku.
"Karena engkau berjaga-jaga untuk selalu bertingkah laku baik, maka Aku muliakan namamu sampai hari Berbangkit nanti dan umat manusia akan menyebutmu." (Baca juga: Abu Yazid, Seekor Anjing, dan Muridnya )
(mhy)