Hukum Menunda Kehamilan dalam Pandangan Syariat
Jum'at, 03 November 2023 - 09:36 WIB
Kian marak pasangan suami istri yang menunda kehamilan atau menunda-nunda untuk memiliki momongan. Banyak alasan mengemuka, salah satunya karena belum siap secara materi atau belum mapan, alasan istri masih bekerja dan lain sebagainya.
Bagaimana sebenarnya menunda kehamilan dalam pandangan syariat ? Lantas hukum mengkonsumsi pil KB atau memasang spiral guna mencegah kehamilan ini?
Berikut fatwa Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya 'Marja’: Tathbiiq Fatawa Ibn Utsaimin Lianduruwid'. Syaikh Al 'Utsaimin menjelakan, tidak diragukan, mengkonsumsi pil dan obat-obatan pencegah hamil, merupakan perkara yang tidak sesuai syari’at dan tidak sesuai dengan harapan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam terhadap umatnya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menginginkan agar umatnya memiliki keturunan yang banyak.
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam,
“Menikahlah dengan wanita yang lembut lagi subur karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian dihadapan umat-umat yang lain.”
Allah Ta’ala telah memberi nikmat kepada Bani Israil dengan jumlah yang banyak. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” (QS. Al Isra: 6)
Begitu juga tatkala Nabi Syu’aib memperingatkan kaumnya dengan jumlah yang banyak,
“Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al Isra: 86)
Akan tetapi, terkadang membatasi keturunan diperlukan dalam kondisi darurat. Misalnya dikarenakan sang ibu tidak memungkinkan hamil lagi atau adanya bahaya yang akan mengancamnya.
Tatkala kondisi demikian menurut Syaikh Al Utsaimin, tidak mengapa membatasi keturunan. Mengambil solusi paling ringan dampak negatifnya diantara dua pilihan terburuk.
Dahulu para sahabat radhiyallahu’anhum melakukan ‘azl (mengeluarkan air mani di luar rahim) di masa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Sementara beliau tidak melarangnya.
Dan tatkala Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallamditanya tentang azl, beliau menjawab,
“‘Azl adalah mengubur bayi hidup-hidup secara sembunyi.”
Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun praktek azl diperbolehkan, akan tetapi di dalamnya ada yang unsur yang dibenci. Karena itu, menunda kehamilan dengan maksud membatasi keturunan yang bersifat temporer (sementara) baik dengan obat/ pil KB dan suntik hormon, hal ini sama dengan hukum ‘azl.
Sedangkan membatasi keturunan yang sifatnya permanen (selamanya), hukumnya adalah haram dan tidak ada khilaf (perselisihan) di dalamnya. Karena Islam memerintahkan untuk menjaga dan memperbanyak keturunan. Kecuali ketika dalam keadaan darurat dan bahaya jika istri hamil, itu dibolehkan.
Wallahu A'lam
Bagaimana sebenarnya menunda kehamilan dalam pandangan syariat ? Lantas hukum mengkonsumsi pil KB atau memasang spiral guna mencegah kehamilan ini?
Berikut fatwa Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya 'Marja’: Tathbiiq Fatawa Ibn Utsaimin Lianduruwid'. Syaikh Al 'Utsaimin menjelakan, tidak diragukan, mengkonsumsi pil dan obat-obatan pencegah hamil, merupakan perkara yang tidak sesuai syari’at dan tidak sesuai dengan harapan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam terhadap umatnya. Karena Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam menginginkan agar umatnya memiliki keturunan yang banyak.
Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam,
تزوجوا الودود الولود فإني مكاثر بكم الأمم
“Menikahlah dengan wanita yang lembut lagi subur karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian dihadapan umat-umat yang lain.”
Allah Ta’ala telah memberi nikmat kepada Bani Israil dengan jumlah yang banyak. Allah Ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً
“Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” (QS. Al Isra: 6)
Begitu juga tatkala Nabi Syu’aib memperingatkan kaumnya dengan jumlah yang banyak,
إِذْ كُنْتُمْ قَلِيلاً فَكَثَّرَكُ
“Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al Isra: 86)
Akan tetapi, terkadang membatasi keturunan diperlukan dalam kondisi darurat. Misalnya dikarenakan sang ibu tidak memungkinkan hamil lagi atau adanya bahaya yang akan mengancamnya.
Tatkala kondisi demikian menurut Syaikh Al Utsaimin, tidak mengapa membatasi keturunan. Mengambil solusi paling ringan dampak negatifnya diantara dua pilihan terburuk.
Dahulu para sahabat radhiyallahu’anhum melakukan ‘azl (mengeluarkan air mani di luar rahim) di masa Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam. Sementara beliau tidak melarangnya.
Dan tatkala Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallamditanya tentang azl, beliau menjawab,
هو الوأد الخفي
“‘Azl adalah mengubur bayi hidup-hidup secara sembunyi.”
Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun praktek azl diperbolehkan, akan tetapi di dalamnya ada yang unsur yang dibenci. Karena itu, menunda kehamilan dengan maksud membatasi keturunan yang bersifat temporer (sementara) baik dengan obat/ pil KB dan suntik hormon, hal ini sama dengan hukum ‘azl.
Sedangkan membatasi keturunan yang sifatnya permanen (selamanya), hukumnya adalah haram dan tidak ada khilaf (perselisihan) di dalamnya. Karena Islam memerintahkan untuk menjaga dan memperbanyak keturunan. Kecuali ketika dalam keadaan darurat dan bahaya jika istri hamil, itu dibolehkan.
Wallahu A'lam
(wid)