Agar Muslimah Berhijab Aman Berwudhu di Tempat Terbuka
Kamis, 06 Agustus 2020 - 20:17 WIB
Yang sering menjadi bahan diskusi terkait dengan tema wudhu (bersuci sebelum salat) adalah tentang kaidah berwudhu bagi perempuan muslimah berhijab yang berwudhu di tempat umum. Bolehkah hanya mengusap kepala tanpa membuka jilbab ? Itu pertanyaan mendasar yang tidak boleh diremehkan. Artinya, muslimah perlu tahu tentang masalah ini.
Terkadang, seorang muslimah berhijab kesulitan mendapatkan tempat wudhu yang aman bagi mereka. beberapa masjid menyediakan tempat wudhu yang terbuka, bahkan campur baur dengan laki-laki. Sehingga muslimah berhijab sering merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. Maksud hati ingin berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. (Baca juga : Tak Puas pada Pasangan? Dengarlah Nasehat Umar bin Khattab Ini )
Mereka pantas bingung, sebab semua anggota wudhu seorang perempuan muslimah adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena bingung, ada yang melakukan hal yang ekstrem , yakni mereka berwudhu tanpa melepaskan atau membuka jilbabnya, jadi masih dalam keadaan berhijab rapat. Bahkan untuk menyeka telinga sekali pun. Air wudhunya membasahi hijabnya. Atau sebaliknya, banyak muslimah yang terlalu menggampangkan. Mereka membuka saja hijabnya meski tempat wudhunya terbuka atau ada laki-laki berwudhu di sampingnya.
Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian? Sebenarnya, muslimah berhijab tidak perlu bingung dan mempersulit diri sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at Islam ini. Allah Ta’ala berfirman :
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”
(QS. Al Baqarah: 185)
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya. ((HR. Muslim)
Secara khusus, di antara salah satu rukun wudhu adalah menyapu kepala dengan tangan yang basah dengan air. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ
Dan usaplah kepalamu. (QS Al-Maidah: 6)
Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan atau dahi ke arah belakang hingga ke bagian belakang kepala.
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak semua bagian kepala, melainkan sekadar sebagian dari kepala. Yaitu mulai ubun-ubun dan di atas telinga. (Baca juga : Faedah dan Buah Manis Menjaga Lisan )
Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik belakang maupun depannya. Sebab menurut mereka kedua telinga itu bagian dari kepala juga.
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: Dua telinga itu bagian dari kepala. Namun yang wajib hanya sekali saja, tidak tiga kali.
Adapun Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah:
وَعَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةٍ أَنَّ اَلنَّبِيَّ تَوَضَّأَ, فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ, وَعَلَى اَلْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah ra. bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan ‘imamahnya (sorban yang melingkari kepala). (HR Muslim)
Khusus hadis ini, seringkali disalah-pahami oleh sebagai orang, seolah-olah hadits ini menjadi dalil atas kebolehan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala. Padahal justru hadis secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengusap sebagian kepala lalu mengusap sorbannya. Namun beliau bukan hanya mengusap sorban saja, tetapi mengusap sebagian kepala. Dan justru merupakan bagian yang pokok.
Dengan demikian pandangan mereka yang membolehkan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala adalah pendapat yang kurang bisa diterima. Dan tentu saja wudhu’ yang seperti itu tidak sah, lantaran kurang satu rukunnya.
Juga tidak bisa mengambil qiyas dari syariat mengusap khuff (sepatu yang menutup mata kaki), yang memang dibenarkan sebagai pengganti untuk mencuci kaki dalam wudhu’. Karena ada dalil yang sharih dari Rasulullah SAW .
Adapun kerudung, tentu tidak bisa diqiyaskan begitu saja dengan sepatu. Masing-masing harus punya dalil sendiri-sendiri secara langsung dari Rasulullah SAW
Bila masalahnya karena takut membuka aurat di tempat yang umum dan terbuka, sebenarnya mengusap sebagian kepala tetap bisa dilakukan tanpa harus membuka kerudung. Apalagi kalau menggunakan pendapat As-Syaf’i yang membolehkan mengusap rambut. Mudah sekali melakukannya, cukup masukkan tangan yang basah ke dalam kerudung dari dalam, bila dirasa sudah ada bagian rambut yang basah, sudah sah rukun untuk mengusap kepala. Hal itu bisa tetap dilakukan tanpa harus melepas kerudung.
Sedangkan mengusap kerudung sebagai ganti mengusap kepala, justru tidak memenuhi standar rukun wudhu.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubeliau berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu." (HR. Abu Dawud). (Baca juga : Sekecil Apapun Amal pada Islam, Jangan Diremehkan! )
Merujuk dalil-dalil di atas, maka wanita muslimah berhijab yang mendapati tempat wudhu terbuka, cukup mengusap kan air di luar jilbab tangan kaki tanpa membuka aurat sedikit pun.
Wallahu A'lam
Terkadang, seorang muslimah berhijab kesulitan mendapatkan tempat wudhu yang aman bagi mereka. beberapa masjid menyediakan tempat wudhu yang terbuka, bahkan campur baur dengan laki-laki. Sehingga muslimah berhijab sering merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. Maksud hati ingin berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. (Baca juga : Tak Puas pada Pasangan? Dengarlah Nasehat Umar bin Khattab Ini )
Mereka pantas bingung, sebab semua anggota wudhu seorang perempuan muslimah adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan. Karena bingung, ada yang melakukan hal yang ekstrem , yakni mereka berwudhu tanpa melepaskan atau membuka jilbabnya, jadi masih dalam keadaan berhijab rapat. Bahkan untuk menyeka telinga sekali pun. Air wudhunya membasahi hijabnya. Atau sebaliknya, banyak muslimah yang terlalu menggampangkan. Mereka membuka saja hijabnya meski tempat wudhunya terbuka atau ada laki-laki berwudhu di sampingnya.
Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian? Sebenarnya, muslimah berhijab tidak perlu bingung dan mempersulit diri sendiri. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan kemudahan dan keringanan bagi hamba-Nya dalam syari’at Islam ini. Allah Ta’ala berfirman :
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”
(QS. Al Baqarah: 185)
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya. ((HR. Muslim)
Secara khusus, di antara salah satu rukun wudhu adalah menyapu kepala dengan tangan yang basah dengan air. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ
Dan usaplah kepalamu. (QS Al-Maidah: 6)
Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan sebelumnya dengan air. Sedangkan yang disebut kepala adalah mulai dari batas tumbuhnya rambut di bagian depan atau dahi ke arah belakang hingga ke bagian belakang kepala.
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak semua bagian kepala, melainkan sekadar sebagian dari kepala. Yaitu mulai ubun-ubun dan di atas telinga. (Baca juga : Faedah dan Buah Manis Menjaga Lisan )
Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik belakang maupun depannya. Sebab menurut mereka kedua telinga itu bagian dari kepala juga.
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah: Dua telinga itu bagian dari kepala. Namun yang wajib hanya sekali saja, tidak tiga kali.
Adapun Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah:
وَعَنْ اَلْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةٍ أَنَّ اَلنَّبِيَّ تَوَضَّأَ, فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ, وَعَلَى اَلْعِمَامَةِ وَالْخُفَّيْنِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah ra. bahwa Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan ‘imamahnya (sorban yang melingkari kepala). (HR Muslim)
Khusus hadis ini, seringkali disalah-pahami oleh sebagai orang, seolah-olah hadits ini menjadi dalil atas kebolehan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala. Padahal justru hadis secara tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengusap sebagian kepala lalu mengusap sorbannya. Namun beliau bukan hanya mengusap sorban saja, tetapi mengusap sebagian kepala. Dan justru merupakan bagian yang pokok.
Dengan demikian pandangan mereka yang membolehkan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala adalah pendapat yang kurang bisa diterima. Dan tentu saja wudhu’ yang seperti itu tidak sah, lantaran kurang satu rukunnya.
Juga tidak bisa mengambil qiyas dari syariat mengusap khuff (sepatu yang menutup mata kaki), yang memang dibenarkan sebagai pengganti untuk mencuci kaki dalam wudhu’. Karena ada dalil yang sharih dari Rasulullah SAW .
Adapun kerudung, tentu tidak bisa diqiyaskan begitu saja dengan sepatu. Masing-masing harus punya dalil sendiri-sendiri secara langsung dari Rasulullah SAW
Bila masalahnya karena takut membuka aurat di tempat yang umum dan terbuka, sebenarnya mengusap sebagian kepala tetap bisa dilakukan tanpa harus membuka kerudung. Apalagi kalau menggunakan pendapat As-Syaf’i yang membolehkan mengusap rambut. Mudah sekali melakukannya, cukup masukkan tangan yang basah ke dalam kerudung dari dalam, bila dirasa sudah ada bagian rambut yang basah, sudah sah rukun untuk mengusap kepala. Hal itu bisa tetap dilakukan tanpa harus melepas kerudung.
Sedangkan mengusap kerudung sebagai ganti mengusap kepala, justru tidak memenuhi standar rukun wudhu.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubeliau berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu." (HR. Abu Dawud). (Baca juga : Sekecil Apapun Amal pada Islam, Jangan Diremehkan! )
Merujuk dalil-dalil di atas, maka wanita muslimah berhijab yang mendapati tempat wudhu terbuka, cukup mengusap kan air di luar jilbab tangan kaki tanpa membuka aurat sedikit pun.
Wallahu A'lam
(wid)