Ngerinya Dampak Maksiat Menurut Imam Ibnu Al Jauzi
Jum'at, 08 Desember 2023 - 12:39 WIB
Imam Ibnu al-Jauzi , dalam kitabnya, Shaid al-Khatir menjelaskan bahwa andai saja orang yang melakukan maksiat menyadari, betapa kenikmatan maksiat itu hanya sesaat, kemudian setelah itu dia merasakan akibat kemaksiatannya, yaitu kemurkaan Allah, dosa dan siksa-Nya, maka orang itu tidak akan sanggup melakukan maksiat .
Namun, yang terjadi adalah, orang itu terpesona dengan kenikmatan sesaat. Betapa tidak, orang berzina, hanya bisa merasakan nikmatnya zina saat sebelum dan setelah puncak kepuasan seksualnya. Itu pun tidak lama, tetapi setelah itu dia menderita. Bahkan, aibnya pun tak terperi. Terlebih, jika zinanya itu menghasilkan anak haram, maka beban itu akan ditanggung seumur hidup.
Tetapi, ada orang yang melakukan maksiat, berzina dan berzina, mencuri dan mencuri, makan riba dan makan riba, anehnya tetap merasa tidak ada masalah. Baginya, kemaksiatannya itu tidak ada dampaknya secara nyata dalam hidupnya. Dia pun enjoy menikmati hidup bergelimang maksiat. Apa yang sesungguhnya terjadi pada orang seperti ini?
Ibn al-Jauzi kemudian memberikan jawaban, “Kemaksiatan itu diganjar dengan kemaksiatan.” Maksudnya, ketika orang melakukan satu maksiat, lalu diikuti maksiat berikutnya, maka kemaksiatan berikutnya itu sesungguhnya adalah siksa Allah, tetapi dia tidak merasa, bahwa dia sedang disiksa oleh Allah. Sebaliknya, “Kebaikan setelah kebaikan adalah pahala bagi kebaikan itu.”
Orang yang melakukan maksiat , terkadang tidak merasa dirinya melakukan maksiat. Padahal, dampak maksiatnya itu membuat hatinya tidak lagi merasakan nikmatnya ketaatan. Dia salat dan berdoa pun tidak bisa khusyu’. Salat dan doanya pun kehilangan ruhnya, akibatnya sholat dan berdoa, tetapi tidak ada pengaruhnya.
Bagi orang seperti ini, kelezatan munajatnya hilang. Kelezatan salatnya hilang. Kelezatan membaca Al-Qur’annya hilang. Kelezatan mengajinya hilang. Dia pun lama kelamaan akan malas munajat, karena tidak merasakan lagi nikmatnya munajad kepada Allah. Dia mulai meninggalkan salat, karena salatnya terasa hampa. Dia pun mulai meninggalkan Al-Qur’an , karena baginya Al-Qur’an tidak lagi menarik hatinya. Dia pun malas datang kajian, karena nikmat ketaatannya sirna. Akhirnya, dia pun jauh, dan semakin jauh dari ketaatan..
Maksiat itu telah membunuh kelezatan ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Jika kita sudah mulai dihinggapi tanda-tanda tadi, maka waspadalah. Segeralah kembali, sebelum jauh meninggalkan jalan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Karena itu, agar jauh dari maksiat maka muslimah harus memperbaiki amalnya. Tingkatkan ahsanul amal atau amal atau perbuatan yang baik. Maksiat akan mengantarkan manusia ke neraka. Sedangkan amal yang baik akan mengantarkan ke surga.
Sebagaimana Allah terangkan dalam Qs Al Mulk ayat 2 :
"Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian -wahai manusia- siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dia Maha Perkasa, tidak ada sesuatu pun yang bisa mengalahkan-Nya, Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat kepada-Nya."
Maka, mulai sekarang, jauhi maksiat dan segera lakukan perbuatan yang baik, yaitu niat ikhlas karena Allah dan benar caranya sesuai syariat.
Wallahu A'lam
Namun, yang terjadi adalah, orang itu terpesona dengan kenikmatan sesaat. Betapa tidak, orang berzina, hanya bisa merasakan nikmatnya zina saat sebelum dan setelah puncak kepuasan seksualnya. Itu pun tidak lama, tetapi setelah itu dia menderita. Bahkan, aibnya pun tak terperi. Terlebih, jika zinanya itu menghasilkan anak haram, maka beban itu akan ditanggung seumur hidup.
Tetapi, ada orang yang melakukan maksiat, berzina dan berzina, mencuri dan mencuri, makan riba dan makan riba, anehnya tetap merasa tidak ada masalah. Baginya, kemaksiatannya itu tidak ada dampaknya secara nyata dalam hidupnya. Dia pun enjoy menikmati hidup bergelimang maksiat. Apa yang sesungguhnya terjadi pada orang seperti ini?
Ibn al-Jauzi kemudian memberikan jawaban, “Kemaksiatan itu diganjar dengan kemaksiatan.” Maksudnya, ketika orang melakukan satu maksiat, lalu diikuti maksiat berikutnya, maka kemaksiatan berikutnya itu sesungguhnya adalah siksa Allah, tetapi dia tidak merasa, bahwa dia sedang disiksa oleh Allah. Sebaliknya, “Kebaikan setelah kebaikan adalah pahala bagi kebaikan itu.”
Orang yang melakukan maksiat , terkadang tidak merasa dirinya melakukan maksiat. Padahal, dampak maksiatnya itu membuat hatinya tidak lagi merasakan nikmatnya ketaatan. Dia salat dan berdoa pun tidak bisa khusyu’. Salat dan doanya pun kehilangan ruhnya, akibatnya sholat dan berdoa, tetapi tidak ada pengaruhnya.
Bagi orang seperti ini, kelezatan munajatnya hilang. Kelezatan salatnya hilang. Kelezatan membaca Al-Qur’annya hilang. Kelezatan mengajinya hilang. Dia pun lama kelamaan akan malas munajat, karena tidak merasakan lagi nikmatnya munajad kepada Allah. Dia mulai meninggalkan salat, karena salatnya terasa hampa. Dia pun mulai meninggalkan Al-Qur’an , karena baginya Al-Qur’an tidak lagi menarik hatinya. Dia pun malas datang kajian, karena nikmat ketaatannya sirna. Akhirnya, dia pun jauh, dan semakin jauh dari ketaatan..
Maksiat itu telah membunuh kelezatan ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Jika kita sudah mulai dihinggapi tanda-tanda tadi, maka waspadalah. Segeralah kembali, sebelum jauh meninggalkan jalan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Karena itu, agar jauh dari maksiat maka muslimah harus memperbaiki amalnya. Tingkatkan ahsanul amal atau amal atau perbuatan yang baik. Maksiat akan mengantarkan manusia ke neraka. Sedangkan amal yang baik akan mengantarkan ke surga.
Sebagaimana Allah terangkan dalam Qs Al Mulk ayat 2 :
ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْغَفُورُ
"Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian -wahai manusia- siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dia Maha Perkasa, tidak ada sesuatu pun yang bisa mengalahkan-Nya, Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat kepada-Nya."
Maka, mulai sekarang, jauhi maksiat dan segera lakukan perbuatan yang baik, yaitu niat ikhlas karena Allah dan benar caranya sesuai syariat.
Wallahu A'lam
(wid)