Misteri Abdullah bin Saba, Tokoh di Balik Pembunuhan Utsman bin Affan
Rabu, 24 Januari 2024 - 13:43 WIB
Abdullah bin Saba' al-Himyari atau Ibnu Saba' (juga kadang-kadang disebut sebagai Ibnu Saudah, Ibnu Wahb, atau Ibnu Harb) adalah tokoh abad ke-7 yang kontroversial dalam sejarah Islam . Ia sering dikaitkan dengan sekelompok pengikut yang disebut Saba'iyyah.
Jati diri Abdullah bin Saba diperselisihkan. Ada sebagian ulama tarikh yang menisbatkannya ke suku Himyar. Sementara Al-Qummi memasukkannya ke dalam suku Hamadan. Adapun Abdul Qahir al-Baghdadi menyebutnya berasal dari kabilah Al-Hirah. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat, Ibnu Saba berasal dari Romawi . Tetapi Ath-Thabari dan Ibnu Asakir menyebutnya berasal dari negeri Yaman.
Syaikh Abdullah Al-Jumaily dalam kitab "Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahati Ar-Rafidhah Lil Yahud" menyatakan bahwa dirinya condong kepada pendapat yang terakhir.
Dalihnya, pendapat ini mengakomodasi mayoritas pendapat tentang negeri asal Ibnu Saba. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama (ia berasal dari suku Al-Himyar), juga dengan pendapat kedua (ia berasal dari suku Hamadan). Pasalnya, dua kabilah ini berasal dari Yaman. Sementara pendapat Ibnu Katsir dan Al-Baghdadi tidak sejalan.
Perbedaan pendapat ini muncul lantaran keberadaan dirinya yang sengaja ia rahasiakan, sampai orang-orang yang sezaman dengannya pun tidak mengenalnya, baik nama maupun negeri asalnya. Sengaja ia sembunyikan identitas dirinya, karena ia memiliki rencana rahasia, yaitu ingin berbuat makar terhadap Islam. Dia tidaklah memeluk Islam, kecuali untuk mengelabui, karena ia ingin menggerogoti Islam dari dalam.
Salah satu bukti yang menunjukkan ia sengaja menutup diri, yaitu jawaban yang diberikan kepada Abdullah bin Amir. Tatkala ia ditanya oleh Abdullah bin Amir tentang asal usulnya, Abdullah bin Saba menjawab : “(Aku) adalah seorang lelaki dari ahli kitab yang ingin memeluk Islam, dan ingin berada disampingmu”.
Makar Ibnu Saba
Abdullah bin Saba mengunjungi banyak negeri Islam. Dia berkeliling sambil menghasut kaum muslimin, agar ketaatan mereka kepada para penguasa meredup. Ia memulai dengan masuk negeri Hijaz, Bashrah, Kufah. Setelah itu menuju Damaskus. Namun di kota terakhir ini, ia tidak berkutik. Penduduknya mengusirnya dengan segera. Lantas Mesir menjadi tujuan selanjutnya dan ia menetap disana.
Langkah berikutnya, ia melakukan korespondensi dengan orang-orang munafiqin, memprovokasi para pendengki yang membenci Khalifah kaum muslimin. Banyak yang terperdaya, hingga kemudian mendukungnya. Dia hembuskan pemahaman yang ngawur kepada para pendukungnya itu.
Dia berhasil menancapkan semangat untuk memberontak dan tidak taat di kalangan sebagian kaum muslimin. Sehingga mereka bertekad membunuh Khalifah Utsman. Khalifah yang ketiga, menantu Nabi SAW.
Para pengikut sang penghasut ini tidak menghormati kemulian kota Madinah. Mereka tidak menghormati kemulian bulan yang mulia. Juga tidak menghormati orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Khalifah Utsman mereka bunuh saat sedang membaca Al-Qur’an.
Sepak terjang Abdullah bin Saba sangat nyata terekam sejarah. Namun ada saja yang mengingkari keberadaannya, dan menganggap Ibnu Sauda hanyalah tokoh dongeng atau fiktif. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai Ammar bin Yasir. Kalau pendapat itu keluar dari orang Syi’ah atau para orientalis, tentu hal yang lumrah. Akan tetapi, anehnya, di antara yang menetapkan demikian ini ternyata orang-orang yang mengaku beragama Islam.
Murtada al-Askari
Ada yang memandang Ibn Saba' sebagai mitos bikinan kaum Sunni. Pernyataan ini berbeda dengan pengakuan penulis-penulis Muslim terdahulu baik dari kalangan Syi'ah maupun Sunni. Seperti: at-Tabari, al-Mahdi Lidinillah Ahmad, al-Syahrastani, Ibnul-Asir dan lain-lainnya.
Sedang dan penulis-penulis Muslim belakangan, antara lain: Ahmad Syalabi, Ahmad Amin dan Abu Zahrah, mereka pada dasarnya mengakui keberadaan Ibn Saba' seperti halnya Sayyid Amir' Ali dari kalangan Syi'ah.
Kaum Syi'ah pada umumnya mengakui keberadaannya namun mereka tidak mengakuinya sebagai kelompok Syi'ah. Dalam kaitan ini, Ahmad Syalabi menandaskan, adanya sebuah buku yang berjudul 'Abdullah ibn Saba' yang ditulis oleh Dekan Fakultas Ushuluddin di Irak, Murtada al-Askari.
Pengarang buku ini mencoba membuktikan kebenaran pendapatnya dengan berbagai alasan atau argumen. Menurut pendapatnya bahwa Abdullah ibn Saba' yang ada di dalam sejarah Islam itu hanya cerita bohong cerita itu telah diciptakan oleh seorang yang bernama Saif ibn 'Umar yang meninggal 170 tahun sesudah Hijrah.
Riwayatnya ini bertentangan dengan kebanyakan riwayat yang lain. Tampaknya penulis buku tersebut, juga membawa kebohongan, yang penting, demikian Ahmad Syalabi, bukan masalah nama, akan tetapi kebenaran tokoh sesat dan menyesatkan itu memang benar-benar ada.
Demikianlah komentar Syalabi menaggapi pendapat diatas, dalam bukunya yang berjudul Mausu'atut-Tarikh al-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah.
Jati diri Abdullah bin Saba diperselisihkan. Ada sebagian ulama tarikh yang menisbatkannya ke suku Himyar. Sementara Al-Qummi memasukkannya ke dalam suku Hamadan. Adapun Abdul Qahir al-Baghdadi menyebutnya berasal dari kabilah Al-Hirah. Sedangkan Ibnu Katsir berpendapat, Ibnu Saba berasal dari Romawi . Tetapi Ath-Thabari dan Ibnu Asakir menyebutnya berasal dari negeri Yaman.
Syaikh Abdullah Al-Jumaily dalam kitab "Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahati Ar-Rafidhah Lil Yahud" menyatakan bahwa dirinya condong kepada pendapat yang terakhir.
Dalihnya, pendapat ini mengakomodasi mayoritas pendapat tentang negeri asal Ibnu Saba. Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama (ia berasal dari suku Al-Himyar), juga dengan pendapat kedua (ia berasal dari suku Hamadan). Pasalnya, dua kabilah ini berasal dari Yaman. Sementara pendapat Ibnu Katsir dan Al-Baghdadi tidak sejalan.
Perbedaan pendapat ini muncul lantaran keberadaan dirinya yang sengaja ia rahasiakan, sampai orang-orang yang sezaman dengannya pun tidak mengenalnya, baik nama maupun negeri asalnya. Sengaja ia sembunyikan identitas dirinya, karena ia memiliki rencana rahasia, yaitu ingin berbuat makar terhadap Islam. Dia tidaklah memeluk Islam, kecuali untuk mengelabui, karena ia ingin menggerogoti Islam dari dalam.
Salah satu bukti yang menunjukkan ia sengaja menutup diri, yaitu jawaban yang diberikan kepada Abdullah bin Amir. Tatkala ia ditanya oleh Abdullah bin Amir tentang asal usulnya, Abdullah bin Saba menjawab : “(Aku) adalah seorang lelaki dari ahli kitab yang ingin memeluk Islam, dan ingin berada disampingmu”.
Makar Ibnu Saba
Abdullah bin Saba mengunjungi banyak negeri Islam. Dia berkeliling sambil menghasut kaum muslimin, agar ketaatan mereka kepada para penguasa meredup. Ia memulai dengan masuk negeri Hijaz, Bashrah, Kufah. Setelah itu menuju Damaskus. Namun di kota terakhir ini, ia tidak berkutik. Penduduknya mengusirnya dengan segera. Lantas Mesir menjadi tujuan selanjutnya dan ia menetap disana.
Langkah berikutnya, ia melakukan korespondensi dengan orang-orang munafiqin, memprovokasi para pendengki yang membenci Khalifah kaum muslimin. Banyak yang terperdaya, hingga kemudian mendukungnya. Dia hembuskan pemahaman yang ngawur kepada para pendukungnya itu.
Dia berhasil menancapkan semangat untuk memberontak dan tidak taat di kalangan sebagian kaum muslimin. Sehingga mereka bertekad membunuh Khalifah Utsman. Khalifah yang ketiga, menantu Nabi SAW.
Para pengikut sang penghasut ini tidak menghormati kemulian kota Madinah. Mereka tidak menghormati kemulian bulan yang mulia. Juga tidak menghormati orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Khalifah Utsman mereka bunuh saat sedang membaca Al-Qur’an.
Sepak terjang Abdullah bin Saba sangat nyata terekam sejarah. Namun ada saja yang mengingkari keberadaannya, dan menganggap Ibnu Sauda hanyalah tokoh dongeng atau fiktif. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai Ammar bin Yasir. Kalau pendapat itu keluar dari orang Syi’ah atau para orientalis, tentu hal yang lumrah. Akan tetapi, anehnya, di antara yang menetapkan demikian ini ternyata orang-orang yang mengaku beragama Islam.
Murtada al-Askari
Ada yang memandang Ibn Saba' sebagai mitos bikinan kaum Sunni. Pernyataan ini berbeda dengan pengakuan penulis-penulis Muslim terdahulu baik dari kalangan Syi'ah maupun Sunni. Seperti: at-Tabari, al-Mahdi Lidinillah Ahmad, al-Syahrastani, Ibnul-Asir dan lain-lainnya.
Sedang dan penulis-penulis Muslim belakangan, antara lain: Ahmad Syalabi, Ahmad Amin dan Abu Zahrah, mereka pada dasarnya mengakui keberadaan Ibn Saba' seperti halnya Sayyid Amir' Ali dari kalangan Syi'ah.
Kaum Syi'ah pada umumnya mengakui keberadaannya namun mereka tidak mengakuinya sebagai kelompok Syi'ah. Dalam kaitan ini, Ahmad Syalabi menandaskan, adanya sebuah buku yang berjudul 'Abdullah ibn Saba' yang ditulis oleh Dekan Fakultas Ushuluddin di Irak, Murtada al-Askari.
Pengarang buku ini mencoba membuktikan kebenaran pendapatnya dengan berbagai alasan atau argumen. Menurut pendapatnya bahwa Abdullah ibn Saba' yang ada di dalam sejarah Islam itu hanya cerita bohong cerita itu telah diciptakan oleh seorang yang bernama Saif ibn 'Umar yang meninggal 170 tahun sesudah Hijrah.
Riwayatnya ini bertentangan dengan kebanyakan riwayat yang lain. Tampaknya penulis buku tersebut, juga membawa kebohongan, yang penting, demikian Ahmad Syalabi, bukan masalah nama, akan tetapi kebenaran tokoh sesat dan menyesatkan itu memang benar-benar ada.
Demikianlah komentar Syalabi menaggapi pendapat diatas, dalam bukunya yang berjudul Mausu'atut-Tarikh al-Islami wal-Hadaratul-Islamiyyah.
(mhy)