Pilpres 2024: Begini Fatwa Gus Mus dan Gus Baha
Senin, 12 Februari 2024 - 09:53 WIB
Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tinggal dua hari lagi. Lalu,apa fatwa KH Mustafa Bisri atau Gus Mus dan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha terkait masalah memilih pemimpin.
Gus Mus mengaku banyak yang minta fatwa kepada kepadanya: "Nanti milih siapa?"
Maklum semua calon, kata Gus Mus, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Lagi pula masing-masing punya pendukung tokoh-tokoh yang berpengaruh. "Jadi kukatakan kepada yang minta fatwa: Istafti qalbak. Tanyakan saja kepada nuranimu," tulis Gus Mus di akun X-nya, A. Mustofa Bisri, hari ini Senin 12 Februari 2024.
Di sisi lain, Gus Baha melalui ceramahnya yang dilansir sejumlah kanal YouTube, salah satunya Nyantrikilat, menekankan pentingnya pemahaman bahwa semua manusia itu tidak ada yang sempurna, temasuk juga para kandidat bacapres dan bacawapres yang akan maju dalam ajang kompetisi Pilpres 2024 ini.
Gus Baha melarang kultus individu secara berlebihan, yakni meyakini salah satu calon merupakan yang paling baik dan membawa kemaslahatan, sementara yang lainnya itu buruk dan tidak akan membawa kemaslahatan jika nantinya terpilih.
“Kalau presidennya ini maslahat kalau nggak ini nggak maslahat mana ada kemaslahatan ditentukan hanya oleh seorang presiden,” terang Gus Baha.
Pemahaman ini menurut Gus Baha sangat berbahaya. Sebab menggantungkan kesejahteraan dan kemaslahatan kepada mahluk secara ilmu tauhid itu sangat keliru. Jika hal ini terjadi, maka bisa saja pemahaman itu akan menyeret kepada perilaku menyamakan status Tuhan dengan manusia.
Padahal tauhid yang benar itu senantiasa mengantungkan apapun hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya, termasuk juga masalah kesejahteraan. Manusia hanya bisa berikhtiar atau berusaha, selebihnya Allah SWT yang menentukan segalanya.
Gu Baha mengatakan kita secara syariat harus memilih sesuai ijtihad kita. "Tapi ndak usah dong sampai menggantungkan kesejahteraan sama seorang makhluk. Itu tidak boleh secara tauhid nggak boleh,” terangnya.
Menurutnya, kita tetap memilih presiden, memilih kyai, milih siapa saja, tetapi tidak boleh menstatuskan manusia sama dengan status Tuhan. "Itu bahaya sekali dalam ilmu tauhid,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Gus Baha juga menekankan bahwa memilih pemimpin itu wajib. Sebab sesungguhnya, partisipasi dalam proses demokrasi merupakan kewajiban dan hak asasi setiap warga negara untuk menentukan pemimpin negara.
Namun perlu diingat bahwa sebagai muslim kita harus perhatikan kaidah-kaidah ketika mengikuti proses demokrasi tersebut."Kalau ada pemilihan presiden atau bupati atau gubernur maka wajib memilih yang saleh," tambahnya.
Saleh di sini mengacu pada pemimpin yang beragama Islam, namun bagaimana jika tidak ada yang beragama Islam?
"Kalau tidak ada yang saleh (muslim) maka aqollu dororon, misal di luar Jawa dan kandidat kafir (non muslim ) semua maka aqollu dororon fil muslimin," tambahnya lagi.
Artinya Islam telah mengatur meskipun kita sedang ikut pemilihan di daerah yang calon pemimpinnya tak ada yang muslim, kita tetap wajib memilih.
Gus Mus mengaku banyak yang minta fatwa kepada kepadanya: "Nanti milih siapa?"
Maklum semua calon, kata Gus Mus, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Lagi pula masing-masing punya pendukung tokoh-tokoh yang berpengaruh. "Jadi kukatakan kepada yang minta fatwa: Istafti qalbak. Tanyakan saja kepada nuranimu," tulis Gus Mus di akun X-nya, A. Mustofa Bisri, hari ini Senin 12 Februari 2024.
Di sisi lain, Gus Baha melalui ceramahnya yang dilansir sejumlah kanal YouTube, salah satunya Nyantrikilat, menekankan pentingnya pemahaman bahwa semua manusia itu tidak ada yang sempurna, temasuk juga para kandidat bacapres dan bacawapres yang akan maju dalam ajang kompetisi Pilpres 2024 ini.
Baca Juga
Gus Baha melarang kultus individu secara berlebihan, yakni meyakini salah satu calon merupakan yang paling baik dan membawa kemaslahatan, sementara yang lainnya itu buruk dan tidak akan membawa kemaslahatan jika nantinya terpilih.
“Kalau presidennya ini maslahat kalau nggak ini nggak maslahat mana ada kemaslahatan ditentukan hanya oleh seorang presiden,” terang Gus Baha.
Pemahaman ini menurut Gus Baha sangat berbahaya. Sebab menggantungkan kesejahteraan dan kemaslahatan kepada mahluk secara ilmu tauhid itu sangat keliru. Jika hal ini terjadi, maka bisa saja pemahaman itu akan menyeret kepada perilaku menyamakan status Tuhan dengan manusia.
Padahal tauhid yang benar itu senantiasa mengantungkan apapun hanya kepada Allah SWT, tidak kepada selain-Nya, termasuk juga masalah kesejahteraan. Manusia hanya bisa berikhtiar atau berusaha, selebihnya Allah SWT yang menentukan segalanya.
Gu Baha mengatakan kita secara syariat harus memilih sesuai ijtihad kita. "Tapi ndak usah dong sampai menggantungkan kesejahteraan sama seorang makhluk. Itu tidak boleh secara tauhid nggak boleh,” terangnya.
Menurutnya, kita tetap memilih presiden, memilih kyai, milih siapa saja, tetapi tidak boleh menstatuskan manusia sama dengan status Tuhan. "Itu bahaya sekali dalam ilmu tauhid,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, Gus Baha juga menekankan bahwa memilih pemimpin itu wajib. Sebab sesungguhnya, partisipasi dalam proses demokrasi merupakan kewajiban dan hak asasi setiap warga negara untuk menentukan pemimpin negara.
Namun perlu diingat bahwa sebagai muslim kita harus perhatikan kaidah-kaidah ketika mengikuti proses demokrasi tersebut."Kalau ada pemilihan presiden atau bupati atau gubernur maka wajib memilih yang saleh," tambahnya.
Saleh di sini mengacu pada pemimpin yang beragama Islam, namun bagaimana jika tidak ada yang beragama Islam?
"Kalau tidak ada yang saleh (muslim) maka aqollu dororon, misal di luar Jawa dan kandidat kafir (non muslim ) semua maka aqollu dororon fil muslimin," tambahnya lagi.
Artinya Islam telah mengatur meskipun kita sedang ikut pemilihan di daerah yang calon pemimpinnya tak ada yang muslim, kita tetap wajib memilih.
(mhy)