Ijtihad Tarawih dari Masa ke Masa, di Era Umar Bin Abdul Aziz 36 Rakaat

Jum'at, 01 Mei 2020 - 05:47 WIB
Anak-anak Menjadi Imam

Setelah Rasululullah wafat dan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu (RA), menjabat sebagai khalifah, di kalangan sahabat maupun di masjid Nabawi masih mempraktikkan salat tarawih seperti yang dilakukan Rasulullah.

Dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik dalam kitabnya al-Muwatho’, beliau meriwayatkan anjuran Nabi SAW tentang menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan ibadah akan tetapi anjuran itu tidak mantap. Bahasa Fiqih-nya; bighairi ‘azimah.

Kemudian anjuran tersebut disambung dengan pernyataan Ibn Syihab yang menyebut bahwa apa yang terjadi di masa Nabi hidup itu berlaku juga juga tidak berubah di masa Sayyidina Abu Bakar menjabat sebagai khalifah sampai pada masa awal-awal Sayyidina Umar RA menjabat. Dan bahkan riwayat ini pun termaktub dalam kitab sahih-nya Imam al-Bukhari dan juga Imam Muslim dengan redaksi yang sama.

Ibn Syihab berkata: Nabi SAW wafat dan keadaan (salat malam Ramadhan) begitu saja di masa Abu Bakar RA dan masa awal-awal menjabatnya Sayyidina Umar RA (HR Malik)

Hanya saja, ada riwayat yang disebutkan dalam beberapa kitab hadis, termasuk oleh Imam al-Marwadzi dalam kitabnyanya Qiyam Ramadhan, tentang Sayyidah ‘Aisyah yang memasakkan qaliyyah 14 dan juga khusykar 15; yakni sejenis roti untuk anak-anak yang menjadi Imam mereka.

Dari sayyidah ‘Aisyah, kami menjadikan anak-anak dari kuttab 16 (pondok Qur’an) untuk kami jadikan imam salat kami di bulan Ramadhan, lalu kami masakan untuk mereka qaliyyah dan juga khusykar.

Sheikh ‘Athiyah Salim dalam kitabnya al-Tarawih Aktsar min Alfi ‘Aam, menyebut bahwa riwayat Sayyidah ‘Aisyah yang menjadikan anak-anak penghafal Qur’an menjadi Imam untuk salat malam mereka di Ramadhan ini terjadi di zaman Abu Bakar RA menjabat sebagai khalifah. Karena itu tidak terjadi di zaman Nabi.

Menurut Ahmad Zarkasih Lc, kejadian ini mungkin berangkat dari apa yang pernah disebutkan oleh Nabi SAW untuk mengangkat imam, orang yang paling banyak hafalan Qur’annya. Dan mungkin ketika itu, anak-anak dari Kuttab itulah yang paling banyak hafalan Qur’annya dibanding yang lain. Maka jadilah mereka imam.

Di samping itu, kata Syaikh ‘Athiyah Salim, di masjid Nabawi muncul fenomena saling membagus-baguskan bacaan agar banyak diikuti oleh makmum. Karena memang tidak ada komando satu jamaah. Jamaah mengikuti siapa yang bagi mereka bagus bacaannya.

Istilah Tarawih

Menurut Ahmad Zarkasih Lc, istilah tarawih belum dikenal pada era Nabi SAW. "Nabi menyebutnya bukan dengan istilah tarawih, tapi dengan nama qiyam Ramadhan, yakni penghidupan atas malam Ramadhan," tuturnya. "Maksudnya ibadah guna menghidupkan malam-malam Ramadhan," jelasnya.

Dewan pengajar di Pesantren Mahasiswa Ihya’ Qalbun Salim di Lebak Bulus Jakarta ini menjelaskan munculnya nama tarawih untuk menyebut salat sunah malam Ramadhan ini bisa jadi ada beberapa kemungkinan. Salah satunya adalah apa yang terjadi di masa Khalifat Umar bin al-Khathtab. Yakni dari riwayat Imam al-Marwadzi dalam kitabnya Kitab Qiyam Ramadhan.

"Dari al-Hasan rahimahullah. Umar RA memerintahkan Ubai untuk menjadi imam pada qiyam Ramadhan, dan mereka tidur di seperempat pertama malam. Lalu mengerjakan salat di 2/4 malam setelahnya. Dan selesai di ¼ malam terakhir, mereka pun pulang dan sahur. Mereka membaca 5 sampai 6 ayat pada setiap rakaat. Dan salat dengan 18 rakaat yang salam setiap 2 rakaat, dan memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka."

Menjadi mungkin, istilah tarawih muncul di masa ini, karena dalam riwayat di atas, Ubai bin Ka’ab diperintah oleh Umar RA untuk menjadi imam qiyam Ramadhan dengan bacaan 5 sampai 6 ayat di setiap rakaat. Dan setiap 2 rakaat, istirahat. Dengan redaksi riwayat seperti ini: "Memberikan mereka istirahat sekadar berwudhu dan menunaikan hajat mereka".

Bisa jadi itulah kenapa salat ini disebut dengan istilah Tarawih; karena pelaksaannya ketika zaman ini imam memberikan banyak tarwiih, alias istirahat untuk para makmum di setiap selesai 2 rakaat. Itu berarti, menurut Zarkasih, jika salat dikerjakan dengan 18 rakaat, mereka mendapatkan 9 kali tarwiih. Dan kalau salat itu dikerjakan dengan 20 rakaat, maka tarwiih yang ada menjadi 10 kali tarwih. Apalagi jika ditambah dengan 3 rakaat witir yang formatnya 2 rakaat plus 1. Itu berarti tarwih manjadi 12 kali. Dan itu banyak.

Karena itulah salat ini dinamakan salat tarawih, karena di dalamnya imam memberikan banyak tarwiih alias istirahat di setiap selesai salam.

Variasi Jumlah Rakaat

Soal jumlah rakaat dalam salat tarawih juga banyak tidak diketahui oleh kebanyakan orang. "Beberapa orang tahunya bahwa salat tarawih itu ada ketetapan jumlah rakaat yang teriwayat dari Nabi atau para sahabat. Ada yang menyebut 8 rakaat, tidak sedikit yang mengatakan 20 rakaat atau bahkan ada yang lebih," tutur Zarkasih.

Padahal, menurut dia, tidak seperti itu juga pelaksanaan tarawih dari sejak zaman Nabi SAW sampai saat kita sekarang ini. Dalam perjalanannya, justru salat ini dilakukan dengan variasi jumlah rakaat yang beragam dan berbeda-beda.

Nabi SAW bahkan mengerjakan salat tarawih atau qiyam Ramadhan dengan jumlah rakaat yang bervariasi. Itulah sebabnya mengapa banyak ulama yang sampai saat ini masih berselisih tentang berapa jumlah rakaat tarawih yang benar dan sesuai dengan apa yang dilakukan Nabi SAW. Lalu kemudian, jumlah 20 rakaatlah yang menjadi masyhur dan disepakati oleh 4 madzhab fiqih sebagai jumlah yang ideal untuk salat tarawih di malam Ramadhan.

Pada zaman Ali bin Abi Thalib RA menjabat sebagai khalifah, format tarawih dalam hal jeda istirahat sedikit berubah. Dulu, di masa Umar RA menjabat tarwiih itu ada di setiap selesai 2 rakaat. Artinya, dalam 20 rakaat, istirahat ada 10 kali. Sedangkan di zaman Ali RA., format tarwiih berubah. Beliau hanya mengizinkan tarwiih dari 20 rakaat itu hanya 5 kali. Artinya bahwa tarwiih tidak dilakukan setiap selesai 2 rakaat, melainkan setiap 4 rakaat.

36 Rakaat

Format tarawih berubah lagi di tahun ke 99 Hijriyah, ketika Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah dari Bani Umayah. Perubahannya terdapat pada jumlah rakaat yang dikerjakan.

Jumlah rakaat yang sudah lama menjadi tradisi dan diaminkan oleh seluruh umat Islam sejak zaman Umar RA, yakni 20 rakaat, berubah menjadi lebih banyak; yakni menjadi 36 rakaat. Di luar 3 rakaat Witir. Yang artinya kalau digabungkan dengan witir, salat tarawih di zaman Umar bin Abdul Aziz totalnya menjadi 39 rakaat.

Menurut Ahmad Zarkasih Lc, beberapa sumber menyebutkan bahwa adanya tambahan rakaat yang dilakukan oleh Umar bin Abdil Aziz dari 20 menjadi 36 di masjid Nabawi Madinah, itu disebabkan karena Umar bin Abdul Aziz iri dengan orang Makkah.

Diceritakan, bahwasanya salat tarawih di Masjidil haram itu dikerjakan dengan format 20 rakaat, dan mereka istirahat di setiap 2 salam; yakni 4 rakaat. Jika demikian, berarti istirahat atau tarwiih yang mereka dapati adalah 4 kali. Sama seperti orang Madinah. Bedanya, muslim Makkah setiap kali tarwiih, atau istirahat, mereka selalu thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang setelah thawaf melakukan salat sunnah thawaf 2 rakaat.

Lalu kemudian, mereka meneruskan lagi salat tarawihnya. Dan begitu seterusnya ketika mereka mendapatkan tarwih di setiap selesai 4 rakaat. Kemuliaan orang-orang Makkah di masjidil Haram itu tidak mungkin didapati oleh orang Madinah. Karena itulah kemudian Umar bin Abdul Aziz berpikir untuk menyamai muslim Makkah dalam hal kemuliaan tersebut. Sampai akhirnya Umar bin Abdul Aziz memutuskan untuk menambah 4 rakaat di masjid Nabawi sebagai ganti Thawafnya orang makkah.

Jadi, karena thawaf itu dikerjakan sebanyak 4 kali, karena memang 4 kali tarwiih. Berarti mereka (orang-orang Madinah) menambah 4 rakaat kali 4, jadi 16. Akhirnya, salat yang jumlahnya 20 rakaat ditambah 16 rakaat menjadi 36 rakaat.
Halaman :
Follow
cover top ayah
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهٖ نَفۡسُهٗ ۖۚ وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ (١٦) اِذۡ يَتَلَقَّى الۡمُتَلَقِّيٰنِ عَنِ الۡيَمِيۡنِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيۡدٌ (١٧) مَا يَلۡفِظُ مِنۡ قَوۡلٍ اِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيۡبٌ عَتِيۡدٌ (١٨) وَ جَآءَتۡ سَكۡرَةُ الۡمَوۡتِ بِالۡحَـقِّ‌ؕ ذٰلِكَ مَا كُنۡتَ مِنۡهُ تَحِيۡدُ (١٩)
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Ingatlah ketika dua malaikat mencatat (perbuatannya), yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari.

(QS. Qaf Ayat 16-19)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More