Ada yang Berpendapat Lailatul Qadar Takkan Turun Lagi, Ini Dalilnya
Minggu, 31 Maret 2024 - 14:28 WIB
Apakah Lailatul Qadar turun setiap tahun atau hanya sekali, yakni ketika turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu? Ada ulama yang berpendapat bahwa lailatul qadar takkan turun lagi di era kini.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan Al-Quran" (Mizan, 1996) menjelaskan bahwa dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW , maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.
"Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran," ujar Quraish Shihab.
Pakar hadis, Ibnu Hajar , menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi.
Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan . Bahkan, Rasul SAW menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadan.
"Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja," kata Quraish Shihab.
Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Membumikan Al-Quran" (Mizan, 1996) menjelaskan bahwa dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi karena umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW , maka atas dasar logika itu, ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi.
"Kemuliaan yang diperoleh oleh malam tersebut adalah karena ia terpilih menjadi waktu turunnya Al-Quran," ujar Quraish Shihab.
Pakar hadis, Ibnu Hajar , menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah bersabda bahwa malam qadr sudah tidak akan datang lagi.
Pendapat tersebut ditolak oleh mayoritas ulama dengan berpegang pada teks ayat Al-Quran serta sekian banyak teks hadis yang menunjukkan bahwa Laylat Al-Qadr terjadi pada setiap bulan Ramadan . Bahkan, Rasul SAW menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan jiwa menyambut malam mulia itu secara khusus pada malam-malam gazal setelah berlalu dua puluh hari Ramadan.
"Memang, turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu terjadi pada malam Laylat Al-Qadr, tetapi itu bukan berarti bahwa malam mulia itu hadir pada saat itu saja," kata Quraish Shihab.
Ini juga berarti bahwa kemuliaannya bukan hanya disebabkan karena Al-Quran ketika itu turun, tetapi karena adanya faktor intern pada malam itu sendiri.
Pendapat tersebut dikuatkan juga dengan penggunaan bentuk kata kerja mudhari' (present tense) pada ayat, Tanazzal al-mala'ikat wa al-ruh, kata Tanazzal adalah bentuk yang mengandung arti kesinambungan, atau terjadinya sesuatu pada masa kini dan masa datang.
(mhy)