Kisah Jatuhnya Kota Isfahan di Tangan Pasukan Islam, Hamazan Memberontak
Kamis, 25 April 2024 - 13:52 WIB
Khalifah Umar bin Khattab mengirim pasukan ke Persia untuk membebaskan Isfahan, tempat persembunyian Raja Kisra Yazdigird . Umar bertekad menghabisi para Kisra itu. Hal itu karena teringat akan kata-kata Ahnaf bin Qais. "Persia akan terus mengadakan perlawanan terhadap pasukan Muslimin selama Yazdigird masih berada di tengah-tengah mereka."
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan Yazdigird tahu segala yang sedang menimpa pasukan Persia di Rustaq Syaikh itu. Ia lari lagi dari Isfahan ke Kirman.
Abdullah bin Abdullah bin Itban maju terus ke Jay lalu mengepung kota Isfahan, tetapi pasukan Persia bertahan di dalam benteng-benteng kota itu, keluar menyerang pasukan Muslimin kemudian kembali lagi ke dalam benteng-benteng itu.
Kedua angkatan bersenjata itu sekarang berbaris berhadap-hadapan dan siap bertempur. Tatkala per tempuran sudah akan dimulai, Fadustan, penguasa Isfahan mengutus orang kepada Abdullah bin Itban dengan mengatakan:
"Janganlah Anda membunuh sahabat-sahabat saya dan saya tidak akan membunuh sahabat-sahabat Anda. Tetapi hadapilah saya. Kalau saya membunuh Anda, sahabat-sahabat Anda agar kembali, jika Anda membunuh saya, sahabat-sahabat saya akan mengajak Anda berdamai, walaupun sahabat-sahabat saya tidak terkena anak panah."
Keduanya lalu bertanding untuk selama berapa waktu. Kemudian kata Fadustan kepada Abdullah: "Saya tidak ingin memerangi Anda, saya sudah menyaksikan Anda laki-laki sempurna; tetapi saya akan bersama Anda kembali ke markas Anda, dan mengadakan perdamaian dengan Anda dan akan saya serahkan kota ini kepada Anda atas dasar, barang siapa suka biarlah ia tinggal dan membayar jizyah dan tetap dengan hartanya; dan barang siapa yang tanahnya kalian ambil biarlah berjalan seperti biasa dan biarlah mereka kembali; barang siapa menolak seperti yang kami lakukan, biarlah ia pergi sesuka hatinya dan tanahnya untuk kalian."
Abdullah menyetujui perjanjian itu, dan penduduk Isfahan menjadi ahli zimmah selain 30 orang yang menolak dan mereka bergabung kepada kelompok Kirman.
Perjanjian Dilanggar
Sementara pasukan Muslimin sedang dalam pertempuran untuk memasuki Isfahan, kota-kota bagian utara yang terletak di selatan Laut Kaspia bergabung dengan Isfandiar Razi, saudara Rustum yang kalah dan terbunuh di Kadisiah - mengadakan persiapan hendak menangkis pasukan Muslimin dari Ray.
Ketika pihak Hamazan mengetahui adanya pemusatan itu, keberanian mereka timbul kembali. Mereka batalkan segala perjanjian yang sudah diadakan dengan pihak Muslimin sesudah pertempuran Nahawand. Berita pelanggaran di Hamazan itu sampai juga kepada Khalifah Umar.
Ia memerintahkan Nu'aim bin Muqarrin cepat-cepat berangkat ke sana dan menaklukkannya dengan kekerasan sebagai hukuman terhadap mereka supaya tidak lagi mengulangi perbuatan seperti itu, dan untuk menjadi pelajaran bagi yang lain sehingga setelah itu tak ada lagi yang berani membatalkan perjanjian dengan pihak Muslimin.
Bagi pihak Hamazan nama Nu'aim ini sudah tidak asing lagi dan mereka sudah tahu pula siapa orang itu. Mereka teringat pada Nahawand dan pada Firozan serta nasibnya di Jalan Madu dulu. Mereka terkejut dan diliputi rasa ketakutan. Mereka yakin bahwa mereka akan terkepung dan pasti akan kalah.
Mereka makin panik ketika tersiar berita bahwa Nu'aim sudah menguasai kota-kota di sekitar Hamazan. Mereka bertambah yakin akan nasib buruk yang sedang menantikan mereka.
Hamazan Jatuh
Setelah Nu'aim sampai ke tempat mereka dan mengepung kota itu, mereka mengutus orang meminta damai, kendati masih dengan keraguan bahwa permintaan itu tidak akan ditolak. Bagaimana Nu'aim dapat mempercayai mereka padahal sebelum itu mereka sudah melanggar perjanjian?
Akan tetapi alangkah senangnya mereka bahwa ternyata ia mau menerima jizyah dari mereka atas dasar kekuatan bersenjata pasukan Muslimin yang tinggal di Hamazan, yang dengan kehadirannya akan mengingatkan kota itu tentang adanya perjanjian dan sekaligus dapat menangani masalah jizyah.
Melihat mereka merasakan pengepungan itu berlangsung lama dan sudah merasa kesal, mereka keluar hendak mencetuskan pertempuran besar-besaran.
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab" (PT Pustaka Litera AntarNusa, April 2000) mengisahkan Yazdigird tahu segala yang sedang menimpa pasukan Persia di Rustaq Syaikh itu. Ia lari lagi dari Isfahan ke Kirman.
Abdullah bin Abdullah bin Itban maju terus ke Jay lalu mengepung kota Isfahan, tetapi pasukan Persia bertahan di dalam benteng-benteng kota itu, keluar menyerang pasukan Muslimin kemudian kembali lagi ke dalam benteng-benteng itu.
Kedua angkatan bersenjata itu sekarang berbaris berhadap-hadapan dan siap bertempur. Tatkala per tempuran sudah akan dimulai, Fadustan, penguasa Isfahan mengutus orang kepada Abdullah bin Itban dengan mengatakan:
"Janganlah Anda membunuh sahabat-sahabat saya dan saya tidak akan membunuh sahabat-sahabat Anda. Tetapi hadapilah saya. Kalau saya membunuh Anda, sahabat-sahabat Anda agar kembali, jika Anda membunuh saya, sahabat-sahabat saya akan mengajak Anda berdamai, walaupun sahabat-sahabat saya tidak terkena anak panah."
Keduanya lalu bertanding untuk selama berapa waktu. Kemudian kata Fadustan kepada Abdullah: "Saya tidak ingin memerangi Anda, saya sudah menyaksikan Anda laki-laki sempurna; tetapi saya akan bersama Anda kembali ke markas Anda, dan mengadakan perdamaian dengan Anda dan akan saya serahkan kota ini kepada Anda atas dasar, barang siapa suka biarlah ia tinggal dan membayar jizyah dan tetap dengan hartanya; dan barang siapa yang tanahnya kalian ambil biarlah berjalan seperti biasa dan biarlah mereka kembali; barang siapa menolak seperti yang kami lakukan, biarlah ia pergi sesuka hatinya dan tanahnya untuk kalian."
Abdullah menyetujui perjanjian itu, dan penduduk Isfahan menjadi ahli zimmah selain 30 orang yang menolak dan mereka bergabung kepada kelompok Kirman.
Perjanjian Dilanggar
Sementara pasukan Muslimin sedang dalam pertempuran untuk memasuki Isfahan, kota-kota bagian utara yang terletak di selatan Laut Kaspia bergabung dengan Isfandiar Razi, saudara Rustum yang kalah dan terbunuh di Kadisiah - mengadakan persiapan hendak menangkis pasukan Muslimin dari Ray.
Ketika pihak Hamazan mengetahui adanya pemusatan itu, keberanian mereka timbul kembali. Mereka batalkan segala perjanjian yang sudah diadakan dengan pihak Muslimin sesudah pertempuran Nahawand. Berita pelanggaran di Hamazan itu sampai juga kepada Khalifah Umar.
Ia memerintahkan Nu'aim bin Muqarrin cepat-cepat berangkat ke sana dan menaklukkannya dengan kekerasan sebagai hukuman terhadap mereka supaya tidak lagi mengulangi perbuatan seperti itu, dan untuk menjadi pelajaran bagi yang lain sehingga setelah itu tak ada lagi yang berani membatalkan perjanjian dengan pihak Muslimin.
Bagi pihak Hamazan nama Nu'aim ini sudah tidak asing lagi dan mereka sudah tahu pula siapa orang itu. Mereka teringat pada Nahawand dan pada Firozan serta nasibnya di Jalan Madu dulu. Mereka terkejut dan diliputi rasa ketakutan. Mereka yakin bahwa mereka akan terkepung dan pasti akan kalah.
Mereka makin panik ketika tersiar berita bahwa Nu'aim sudah menguasai kota-kota di sekitar Hamazan. Mereka bertambah yakin akan nasib buruk yang sedang menantikan mereka.
Hamazan Jatuh
Setelah Nu'aim sampai ke tempat mereka dan mengepung kota itu, mereka mengutus orang meminta damai, kendati masih dengan keraguan bahwa permintaan itu tidak akan ditolak. Bagaimana Nu'aim dapat mempercayai mereka padahal sebelum itu mereka sudah melanggar perjanjian?
Akan tetapi alangkah senangnya mereka bahwa ternyata ia mau menerima jizyah dari mereka atas dasar kekuatan bersenjata pasukan Muslimin yang tinggal di Hamazan, yang dengan kehadirannya akan mengingatkan kota itu tentang adanya perjanjian dan sekaligus dapat menangani masalah jizyah.
Baca Juga
Melihat mereka merasakan pengepungan itu berlangsung lama dan sudah merasa kesal, mereka keluar hendak mencetuskan pertempuran besar-besaran.