Yerusalem: Kota Damai yang Diperebutkan 3 Agama, Ketika Toleransi Beragama Dilanggar

Senin, 22 Juli 2024 - 05:15 WIB
Masjid Al Aqsa, kiblat pertama Umat Islam. Foto/Ilustrasi: Arab News
Yerusalem mempunyai arti “kota damai” atau Dar al-Salam, dan mempunyai arti “suci” atau al-Quds. Kata Quds juga terdapat dalam kitab Nehemia, Yesaya, dan Matius. Sayangnya, kota ini menjadi rebutan 3 agama: Yahudi , Kristen dan Islam .

Karen Armstrong dalam buku yang diterjemahkan Hikmat Darmawan berjudul "Perang Suci: Dari Perang Salib hingga Perang Teluk" (Serambi Ilmu Semesta Jakarta, 2007) memaparkan Yerusalem merupakan kota kuno tempat tinggal umat 3 agama samawi tersebut.

Ketiga agama tersebut mempunyai leluhur yang sama dan dimuliakan, yaitu Ibrahim atau Abraham.

Pernikahan dengan Sarah , Ibrahim mempunyai anak Ishaq atau Isaac, yang menjadi leluhur bangsa Israel . Pernikahan dengan Hajar, Ibrahim mempunyai anak Ismail yang menjadi leluhur bangsa Arab setelah tumbuh dan besar di Makkah .

Jadi ketiga agama tersebut jika diteliti dari etnisnya merupakan saudara, atau masih mempunyai kesamaan rumpun bangsa. Yahudi dan Kristen identik kelahirannya dengan bangsa Yahudi, sedangkan Islam identik dengan bangsa Arab.



Phillip K. Hitti dalam buku berjudul "History of the Arabs" (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008) menyebut kedua bangsa tersebut memiliki bahasa yang mirip satu sama lain dan digolongkan menjadi rumpun bahasa Semitik dan secara bangsa digolongkan bangsa Semit.

Asal usul penyebutan Semitik ini dijelaskan bahwa Nabi Nuh mempunyai putra bernama Sam yang hidup dan berketurunan di Timur Tengah. Oleh karena itu bangsa-bangsa di Timur Tengah identik dengan sebutan bangsa Semit.

Saudara Sam, yakni Yafit, identik dengan leluhur bangsa Eropa; sedangkan Ham identik dengan leluhur bangsa Afrika.

Masa Damai

Faktanya, kesamaan rumpun bangsa dan bahasa yang sama antara Arab dengan Yahudi tidak menjadikan kedua bangsa tersebut hidup berdampingan, sejak dulu kala.

Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Rasyidin, tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, Syams berhasil ditaklukkan dan puncaknya pada tahun 637, Yerusalem dapat ditaklukkan oleh pasukan Islam dari kekuasaan Bizantium yang Kristen.

Radhey S. Chaurasia dalam bukunya berjudul "History of Middle East" menyebut penaklukkan Yerusalem berselang 4 tahun dari jatuhnya Damaskus yang menjadi kota penting Byzantium Timur di Syams pada tahun 634 di bawah komando Khalid bin Walid .



Jatuhnya Damaskus membuat Yerusalem tanpa pertahanan militer. Yerusalem pada waktu itu lebih berperan sebagai kota agama daripada kota perdagangan ataupun pemerintahan, karena Yahudi dan Kristen tumbuh dan berkembang di kota tersebut.

Islam juga mempunyai sejarah di Yerusalem, tepatnya di area Masjid al-Aqsa dengan peristiwa Isra Mikraj Rasulullah Muhammad SAW pada tahun 621.

Peristiwa sejarah tersebut menjadikan Yerusalem mempunyai arti penting bagi Islam. Cara terbaik untuk mengamankan area suci tersebut adalah menaklukkan Yerusalem di saat kekuatan Bizantium Timur melemah di Syams, dan kekuatan Islam dalam masa kejayaannya, dengan semangat moralitas dan religiositas dakwah Islamiah.

Jatuhnya Yerusalem pada tahun 637 ke tangan Islam, menjadikan kota tersebut tidak dalam pengawasan atau di bawah kontrol Kerajaan Bizantium. Pada masa Khalifah Umar, penganut Kristen dan Yahudi bebas melaksanakan ibadah di Yerusalem.

Shibli Numani dalam buku berjudul "Umar: Makers of Islamic Civilization" mencatat di masa pemerintahan Kekhalifahan Umayah, Yerusalem juga merupakan tempat yang bebas untuk beribadah bagi Kristen dan Yahudi.

Jadi hingga runtuhnya Kekhalifahan Umayah di tahun 750, keadaan Yerusalem dalam kondisi yang sangat kondusif dan damai dalam hal kehidupan antarumat beragama. Tidak ada paksaan terhadap Kristen dan Yahudi untuk memeluk Islam, namun mereka mempunyai kewajiban membayar jizyah.
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Hadits of The Day
Dari Al Aghar Al Muzanni, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya hatiku tidak pernah lalai dari dzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala, sesungguhnya aku beristighfar sebanyak seratus kali dalam sehari.

(HR. Muslim No. 4870)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More