Netanyahu Terus Lanjutkan Operasi Militer, Ratusan Tentara Israel di Gaza Menolak
Jum'at, 11 Oktober 2024 - 09:35 WIB
Tentara Israel di Gaza kini semakin keras menyuarakan penolakan mereka terhadap kebijakan-kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu , yang mereka anggap telah “melewati garis merah”. Sebanyak 130 tentara Israel, terdiri dari pasukan wajib militer dan pasukan cadangan, telah menandatangani sebuah surat yang disampaikan kepada menteri kabinet serta Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel (IDF), pada Rabu 9 Oktober 2024.
Dalam surat tersebut, para tentara menuliskan bahwa mereka menuntut gencatan senjata segera, dan pembebasan sandera yang masih ditawan di Gaza . Dalam surat tersebut juga dinyatakan bagaimana operasi militer Israel yang tidak berujung hanya memperlambat proses resolusi konflik, dan membahayakan nyawa pasukan. Para tentara ini memperingatkan bahwa jika pemerintahan Netanyahu tidak segera mengganti kebijakan perang mereka, maka banyak dari prajurit yang akan berhenti bertugas “dengan hati yang terluka”.
Pemerintah Israel, di bawah pimpinan Netanyahu, tetap bersikeras bahwa operasi militer ini diperlukan untuk menjamin keamanan nasional. Namun, banyak pihak dalam dan luar militer yang mulai meragukan efektivitas strategi ini.
Berdasarkan laporan yang diambil dari Middle East Monitor, pasukan militer Israel telah kehilangan lebih dari 700 tentara di Gaza, sementara 11.000 lainnya telah terluka parah. Kondisi ini menyebabkan setidaknya 12 batalyon IDF tidak lagi dapat berperang dengan efektif dan kelelahan untuk terus diminta berperang tanpa adanya strategi yang jelas dari pemerintah.
Tak hanya dari para tentara, namun kritik juga datang dari mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, “Netanyahu selalu menemukan alasan untuk menunda dan mengulur waktu.” ujarnya di sebuah wawancara dengan BBC. Olmert juga menambahkan bahwa Netanyahu belum siap menerima perjanjian untuk sebuah gencatan senjata, karena tidak selaras dengan kepentingan kabinet Netanyahu yang cenderung di cap “ultranasionalis”.
Selama berkali-kali sekutu terbesar Israel seperti Amerika Serikat, telah mendorong pemerintahan Netanyahu untuk melaksanakan dan menyepakati sebuah perjanjian gencatan senjata di Gaza. Mantan petugas intelijen Harrison J. Mann, mengungkapkan “Mereka (A.S. dan Israel) memang melakukan diplomasi, namun dalam arti paling dangkal, yakni mereka hanya melakukan banyak pertemuan”. J. Mann juga menambahkan bagaimana pemerintahan Israel tidak pernah mengganti sikap mereka untuk menemukan solusi gencatan senjata, dan terus membunuh warga sipil di Gaza menggunakan senjata buatan Amerika.
Dengan adanya sebuah ketegangan antara tentara Israel dan pemerintah Netanyahu, serta tuntutan-tuntutan yang mulai muncul untuk menghentikan operasi militer dan mencapai gencatan senjata, masa depan konflik ini semakin tidak pasti. Penolakan dari dalam militer menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam terhadap strategi yang ada, dan jika pemerintah terus mengabaikan suara para prajurit, konsekuensi serius bagi stabilitas internal Israel.MG/Patrick Daniel H.W.
Baca juga: Jenderal Israel Ini Akui Tentara Zionis Terjebak di Gaza dan Berdarah-darah
Dalam surat tersebut, para tentara menuliskan bahwa mereka menuntut gencatan senjata segera, dan pembebasan sandera yang masih ditawan di Gaza . Dalam surat tersebut juga dinyatakan bagaimana operasi militer Israel yang tidak berujung hanya memperlambat proses resolusi konflik, dan membahayakan nyawa pasukan. Para tentara ini memperingatkan bahwa jika pemerintahan Netanyahu tidak segera mengganti kebijakan perang mereka, maka banyak dari prajurit yang akan berhenti bertugas “dengan hati yang terluka”.
Beberapa Fakta tentang Tentara Israel di Gaza
1. Perang Tanpa Strategi yang Jelas, Tentara Israel Lelah Perang Tak Berujung
Penolakan dari tentara Israel di Gaza menjadi sebuah contoh meningkatnya ketegangan dalam internal militer Israel, atas kebijakan-kebijakan pemerintahan Netanyahu dan strategi perang yang tidak jelas. Walaupun pemerintahan tak ingin mengakuinya, namun perang yang telah berlangsung selama satu tahun ini telah merugikan Israel lebih dari yang mereka sadari.Pemerintah Israel, di bawah pimpinan Netanyahu, tetap bersikeras bahwa operasi militer ini diperlukan untuk menjamin keamanan nasional. Namun, banyak pihak dalam dan luar militer yang mulai meragukan efektivitas strategi ini.
Berdasarkan laporan yang diambil dari Middle East Monitor, pasukan militer Israel telah kehilangan lebih dari 700 tentara di Gaza, sementara 11.000 lainnya telah terluka parah. Kondisi ini menyebabkan setidaknya 12 batalyon IDF tidak lagi dapat berperang dengan efektif dan kelelahan untuk terus diminta berperang tanpa adanya strategi yang jelas dari pemerintah.
Pemerintahan Netanyahu Dikritik “Melewati Garis Merah” dan “Mengulur Waktu”
Dalam surat yang dikirimkan kepada menteri kabinet serta Kepala Staf Angkatan Pertahanan Israel (IDF), para tentara menuliskan ketidakpuasan mereka terhadap cara pemerintah Israel menangani konflik ini. Mereka menyebutkan bahwa kebijakan perang Israel “telah melewati garis merah”. “Kami, yang telah mengabdi dengan dedikasi dan mempertaruhkan nyawa, menyatakan bahwa jika pemerintah tidak segera mengubah arah dan bekerja menuju kesepakatan, kami tidak akan mampu terus melayani,” tegas mereka.Tak hanya dari para tentara, namun kritik juga datang dari mantan Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, “Netanyahu selalu menemukan alasan untuk menunda dan mengulur waktu.” ujarnya di sebuah wawancara dengan BBC. Olmert juga menambahkan bahwa Netanyahu belum siap menerima perjanjian untuk sebuah gencatan senjata, karena tidak selaras dengan kepentingan kabinet Netanyahu yang cenderung di cap “ultranasionalis”.
Selama berkali-kali sekutu terbesar Israel seperti Amerika Serikat, telah mendorong pemerintahan Netanyahu untuk melaksanakan dan menyepakati sebuah perjanjian gencatan senjata di Gaza. Mantan petugas intelijen Harrison J. Mann, mengungkapkan “Mereka (A.S. dan Israel) memang melakukan diplomasi, namun dalam arti paling dangkal, yakni mereka hanya melakukan banyak pertemuan”. J. Mann juga menambahkan bagaimana pemerintahan Israel tidak pernah mengganti sikap mereka untuk menemukan solusi gencatan senjata, dan terus membunuh warga sipil di Gaza menggunakan senjata buatan Amerika.
Dengan adanya sebuah ketegangan antara tentara Israel dan pemerintah Netanyahu, serta tuntutan-tuntutan yang mulai muncul untuk menghentikan operasi militer dan mencapai gencatan senjata, masa depan konflik ini semakin tidak pasti. Penolakan dari dalam militer menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam terhadap strategi yang ada, dan jika pemerintah terus mengabaikan suara para prajurit, konsekuensi serius bagi stabilitas internal Israel.MG/Patrick Daniel H.W.
Baca juga: Jenderal Israel Ini Akui Tentara Zionis Terjebak di Gaza dan Berdarah-darah
(wid)