Kedaulatan Islam Tak Diukur dari Sistem Politik
Rabu, 16 Oktober 2024 - 20:57 WIB
JAKARTA - Pandangan bahwa kedaulatan Islam bisa dicapai hanya dengan menerapkan sistem politik berbasis syariat semakin diperdebatkan. Menurut Kepala Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Ngatawi Al-Zastrouw, kedaulatan Islam sejati tidak terletak pada sistem politik tertentu, tetapi pada bagaimana umat Muslim menjalankan ajaran agama dengan hikmah, memahami budaya lokal, dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.
"Umat Islam perlu memahami tradisi dan nilai-nilai lokalitas Indonesia. Dengan begitu, mereka dapat membedakan mana yang relevan dengan ajaran Islam," kata Zastrouw saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10/2024). Menurutnya, pemahaman yang dangkal terhadap Islam sering kali menyebabkan formalisasi simbol-simbol agama tanpa menghayati substansi sebenarnya.
Zastrouw menyoroti kemudahan Islam masuk ke Nusantara karena ulama-ulama kala itu berhasil menerapkan ajaran agama yang selaras dengan budaya setempat. Sebaliknya, fenomena kearab-araban yang kian marak beberapa tahun belakangan menunjukkan kedangkalan pemahaman terhadap ajaran Islam. "Menggunakan simbol-simbol Arab tidak serta-merta menjadikan seseorang lebih Islami," tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Jejaring Dunia Santri ini juga menegaskan pentingnya rekonstruksi tafsir ajaran Islam agar dapat diamalkan sesuai konteks Indonesia. Kegagalan memahami ini sering kali membuat seseorang terjebak dalam fenomena latah budaya tanpa imunitas ideologis dan kultural yang kuat.
Lebih jauh, Zastrouw mengingatkan bahwa kejayaan dunia Islam pada masa lampau dikenal bukan karena politik, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia mencontohkan tokoh-tokoh Islam seperti Al-Khawarizmi dan Ar-Razi, yang berkontribusi besar dalam ilmu sains, teknologi, dan peradaban.
Menurutnya, kebesaran Islam tidak bisa dipersempit hanya dalam aspek politik, apalagi politik praktis. Islam yang dikurung dalam politik praktis justru rentan menimbulkan fitnah dan intrik. Untuk mewujudkan kejayaan kembali, umat Islam harus fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan.
"Kita perlu mengingat bahwa pusat literatur seperti Baitul Hikmah di masa Abbasiyah berdiri sebagai simbol kejayaan Islam dalam peradaban, bukan politik semata," kata Zastrouw.
"Umat Islam perlu memahami tradisi dan nilai-nilai lokalitas Indonesia. Dengan begitu, mereka dapat membedakan mana yang relevan dengan ajaran Islam," kata Zastrouw saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10/2024). Menurutnya, pemahaman yang dangkal terhadap Islam sering kali menyebabkan formalisasi simbol-simbol agama tanpa menghayati substansi sebenarnya.
Zastrouw menyoroti kemudahan Islam masuk ke Nusantara karena ulama-ulama kala itu berhasil menerapkan ajaran agama yang selaras dengan budaya setempat. Sebaliknya, fenomena kearab-araban yang kian marak beberapa tahun belakangan menunjukkan kedangkalan pemahaman terhadap ajaran Islam. "Menggunakan simbol-simbol Arab tidak serta-merta menjadikan seseorang lebih Islami," tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Jejaring Dunia Santri ini juga menegaskan pentingnya rekonstruksi tafsir ajaran Islam agar dapat diamalkan sesuai konteks Indonesia. Kegagalan memahami ini sering kali membuat seseorang terjebak dalam fenomena latah budaya tanpa imunitas ideologis dan kultural yang kuat.
Lebih jauh, Zastrouw mengingatkan bahwa kejayaan dunia Islam pada masa lampau dikenal bukan karena politik, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia mencontohkan tokoh-tokoh Islam seperti Al-Khawarizmi dan Ar-Razi, yang berkontribusi besar dalam ilmu sains, teknologi, dan peradaban.
Menurutnya, kebesaran Islam tidak bisa dipersempit hanya dalam aspek politik, apalagi politik praktis. Islam yang dikurung dalam politik praktis justru rentan menimbulkan fitnah dan intrik. Untuk mewujudkan kejayaan kembali, umat Islam harus fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan.
"Kita perlu mengingat bahwa pusat literatur seperti Baitul Hikmah di masa Abbasiyah berdiri sebagai simbol kejayaan Islam dalam peradaban, bukan politik semata," kata Zastrouw.
(abd)