Ilmuwan yang Lahir di Masa Daulah Mamalik: Dari Ibnu Khaldun sampai Ibnu Taimiyah
Kamis, 21 November 2024 - 16:20 WIB
Pada masa Daulah Mamalik di Mesir muncul ilmuwan-ilmuwan muslim yang mendunia. Kejayaan daulah ini tertuama terjadi pada masa Sultan Al-Zahir Ruknuddin Baybars. Pada saat Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad runtuh akibat dibumihanguskan Bangsa Mongol , Sultan Baybars membangun Mesir dengan gemilang.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) mencatat Daulah Mamalik sukses mengalahkan pasukan Salib dan Bangsa Mongol sehingga politik dalam negeri pun stabil.
Kestabilan politik Mesir ini berpengaruh kepada keadaan ekonomi. Dengan mantapnya ekonomi perhatian ke arah perkembangan ilmu pengetahuan semakin mendapat perhatian yang serius.
Kota Kairo menjadi penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat dan terlebih penting lagi setelah jatuhnya kota Baghdad.
Baybars dan beberapa Sultan sesudahnya memberi kebebasan kepada para petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka secara langsung tanpa dimonopoli pemerintah.
Hal ini mendorong para petani untuk meningkatkan hasil penen mereka pada gilirannya dapat bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Mesir.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Pada saat Daulah Mamalik berkuasa di Mesir, Sultan Baybars menjadikan kota Mesir sebagai arena kegiatan para ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga berkembangkanlah ilmu pengetahuan di Mesir.
Dalam bidang sejarah muncul Ibnu Khaldun yang terkenal sampai sekarang, yang telah menulis sebuah kitab berjudul "Muqaddimah", (buku tersebut masih ada sampai sekarang) juga Abu Al-Fida’ dan Al-Maqrisi.
Dalam bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang gemilang dengan ditemukannya susunan darah dan peredarannya di dalam paru-paru manusia oleh Abu Mabis (Abu Al-Hasan Ali Al-Mabis w. 1288).
Juga Ibn Abi Ushaibiyah telah menulis sebuah buku yang berjudul “Uyun Al-Arbi’ bi Thabaqat Al-Thibba”.
Pada masa ini juga muncul seorang dekter hewan yang bernama Abdul Al-Ma’min Dimyati. (w.1306) dengan kitabnya yang berjudul "Fadhl Al-Khail" (Keunggulan Pasukan Berkuda).
Dalam bidang farmasi dikenal seorang ahli yang bernama Al-Kuhin dan Al-Attar dengan bukunya yang berjudul "Minhaj Al-Dukhan wa Dutswa Al-Ayan".
Dalam bidang matematika dikenal dengan nama Abu Al-Faraj Al-Tabari (1226-1286).
Dalam bidang agama, pada saat ulama Baghdad kehilangan semangat, akibat kehancuran Baghdad, pintu berijtihad seolah-olah tertutup. Akhirnya mereka banyak yang menggeluti ilmu tasawuf dan tarikat.
Sementara itu Daulah Mamalik di Mesir muncul seorang ulama besar Ibnu Taimiyah Al-Hambaly (1332) yang berusaha untuk mengubah pola pikir umat Islam yang bersifat tradisional pada masa itu kepada pola pikir yang lebih rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta selalu memupuk semangat untuk melakukan ijtihad.
Hal yang dilakukan Ibn Taimiyah tersebut dapat dipahami karena masa itu banyak ulama yang beraliran Sunni mereka kuat berpegang pada tarikat dan tasawuf dan telah menjadi paham bagi kebanyakan dari pada mereka bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan kita tinggal hanya mengkaji apa yang telah dibahas ulama terdahulu.
Pola pikir seperti inilah yang hendak diperbaharui oleh Imam Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah tidak sendirian, dia ditemani oleh kawan-kawannya, seperti ulama Jalaluddin Al-Suyuti, dia adalah seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah. Di bidang tafsir dia menulis buku yang berjudul “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”.
Ditambah lagi seorang ulama terkenal di bidang Hadits Ibnu Hajar Al-Asqalani (1372-1449) kepala Qadhi di Cairo dengan bukunya, antara lain, "Tahzib al-Tahzib" (dua belas jilid) dan buku yang berjudul "Al-Itsabah" (empat jilid).
Ulama lain yang terkenal dalam bidang sastra tercatat Safaruddin Muhammad Busiri dengan kitabnya yang berjudul “Burdah”.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) mencatat Daulah Mamalik sukses mengalahkan pasukan Salib dan Bangsa Mongol sehingga politik dalam negeri pun stabil.
Kestabilan politik Mesir ini berpengaruh kepada keadaan ekonomi. Dengan mantapnya ekonomi perhatian ke arah perkembangan ilmu pengetahuan semakin mendapat perhatian yang serius.
Kota Kairo menjadi penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat dan terlebih penting lagi setelah jatuhnya kota Baghdad.
Baca Juga
Baybars dan beberapa Sultan sesudahnya memberi kebebasan kepada para petani untuk memasarkan hasil pertanian mereka secara langsung tanpa dimonopoli pemerintah.
Hal ini mendorong para petani untuk meningkatkan hasil penen mereka pada gilirannya dapat bagi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Mesir.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Pada saat Daulah Mamalik berkuasa di Mesir, Sultan Baybars menjadikan kota Mesir sebagai arena kegiatan para ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, sehingga berkembangkanlah ilmu pengetahuan di Mesir.
Dalam bidang sejarah muncul Ibnu Khaldun yang terkenal sampai sekarang, yang telah menulis sebuah kitab berjudul "Muqaddimah", (buku tersebut masih ada sampai sekarang) juga Abu Al-Fida’ dan Al-Maqrisi.
Dalam bidang kedokteran juga mengalami kemajuan yang gemilang dengan ditemukannya susunan darah dan peredarannya di dalam paru-paru manusia oleh Abu Mabis (Abu Al-Hasan Ali Al-Mabis w. 1288).
Juga Ibn Abi Ushaibiyah telah menulis sebuah buku yang berjudul “Uyun Al-Arbi’ bi Thabaqat Al-Thibba”.
Pada masa ini juga muncul seorang dekter hewan yang bernama Abdul Al-Ma’min Dimyati. (w.1306) dengan kitabnya yang berjudul "Fadhl Al-Khail" (Keunggulan Pasukan Berkuda).
Dalam bidang farmasi dikenal seorang ahli yang bernama Al-Kuhin dan Al-Attar dengan bukunya yang berjudul "Minhaj Al-Dukhan wa Dutswa Al-Ayan".
Dalam bidang matematika dikenal dengan nama Abu Al-Faraj Al-Tabari (1226-1286).
Dalam bidang agama, pada saat ulama Baghdad kehilangan semangat, akibat kehancuran Baghdad, pintu berijtihad seolah-olah tertutup. Akhirnya mereka banyak yang menggeluti ilmu tasawuf dan tarikat.
Sementara itu Daulah Mamalik di Mesir muncul seorang ulama besar Ibnu Taimiyah Al-Hambaly (1332) yang berusaha untuk mengubah pola pikir umat Islam yang bersifat tradisional pada masa itu kepada pola pikir yang lebih rasional yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits serta selalu memupuk semangat untuk melakukan ijtihad.
Hal yang dilakukan Ibn Taimiyah tersebut dapat dipahami karena masa itu banyak ulama yang beraliran Sunni mereka kuat berpegang pada tarikat dan tasawuf dan telah menjadi paham bagi kebanyakan dari pada mereka bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan kita tinggal hanya mengkaji apa yang telah dibahas ulama terdahulu.
Baca Juga
Pola pikir seperti inilah yang hendak diperbaharui oleh Imam Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah tidak sendirian, dia ditemani oleh kawan-kawannya, seperti ulama Jalaluddin Al-Suyuti, dia adalah seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah. Di bidang tafsir dia menulis buku yang berjudul “Al-Itqan fi Ulumil Qur’an”.
Ditambah lagi seorang ulama terkenal di bidang Hadits Ibnu Hajar Al-Asqalani (1372-1449) kepala Qadhi di Cairo dengan bukunya, antara lain, "Tahzib al-Tahzib" (dua belas jilid) dan buku yang berjudul "Al-Itsabah" (empat jilid).
Ulama lain yang terkenal dalam bidang sastra tercatat Safaruddin Muhammad Busiri dengan kitabnya yang berjudul “Burdah”.
(mhy)