Kasus Kawin Lagi, Begini Marahnya Khalifah Abu Bakar kepada Khalid bin Walid
Senin, 31 Agustus 2020 - 13:43 WIB

Khalid bin walid. Foto/Ilustrasi/ist
TATKALA Abdullah bin Umar bin Khattab kembali pulang sesudah berjuang dan bertempur mati-matian di Yamamah , ayahnya berkata setelah menemuinya: "Mengapa engkau pulang padahal Zaid sudah meninggal. Tidak malu kau memperlihatkan muka kepadaku!?"
Baca juga: Perang Yamamah: 1.200 Sahid, 39 Orang Di Antaranya Penghafal Qur'an
Abdullah bin Umar terkejut dengan sikap sang ayah itu. "Ingin sekali aku seperti dia,” balasnya. “Tetapi karena aku tertinggal maka Allah mengaruniakan mati syahid itu kepadanya," tambah Abdullah.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam Abu Bakar Ash-Shidiq ada sumber lain yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Umar menjawab: "Dia (Zaid) memohon mati syahid kepada Allah, dia diberi. Aku sudah berusaha supaya diberikan kepadaku, tapi tidak diberikan juga." (Baca juga: Khalid bin Walid dan Terbunuhnya Nabi Palsu Musailamah di Kebun Maut )
Kesedihan Umar atas kematian Zaid adiknya itu hanya sebuah contoh saja dari kesedihan yang umumnya menimpa Makkah dan Madinah atas gugurnya pahlawan-pahlawan yang telah mati syahid dalam perang dengan Musailamah itu.
Dalam perang dengan nabi palsu , Musailamah itu, pihak Muhajirin yang terbunuh sebanyak 360 orang, dan dari Ansar 300 orang. Jumlah itu tak termasuk anggota-anggota kabilah yang terbunuh. Jumlah total yang sahid di pihak Muslimin mencapai 1.200 orang. Dari jumlah itu 39 orang merupakan sahabat besar dan mereka yang sudah hafal Al-Qur'an. (Baca juga: Meletusnya Perang Yamamah, Khalid Bin Walid dan Para Syuhada yang Bertumbangan )
Nikah Lagi
Setelah Khalid bin Walid mengadakan persetujuan dengan Mujja'ah dan tampuk pimpinan sudah diserahkan ke tangannya, ia memanggil Mujja'ah. "Kawinkan aku dengan putrimu," katanya kemudian.
Sebenamya Mujja'ah sudah mendengar tentang perkawinannya dengan 'Laila Umm Tamim, juga tentang Abu Bakar yang memanggilnya dan mengecamnya atas perbuatannya yang telah melanggar adat kebiasaan Arab itu. "Tunggu dulu," kata Mujja'ah. "Engkau mau merusak kekeluargaanku, dan aku sudah tahu soal keluargamu dengan sahabatmu itu (maksudnya Khalifah Abu Bakar )."
Jawaban Mujja’ah itu membuat Khalid tidak senang. Dan dia tak peduli. Malah ditatapnya orang itu seraya katanya lagi: "He, kawinkan aku!" (Baca juga: Kontroversi Khalid bin Walid dan Betis Indah Si Cantik Laila )
Taka da yang berani menentang Khalid sesudah kemenangannya di Yamamah itu. Akhirnya Mujja'ah mau mengawinkan putrinya. Suami istri itu tinggal bersama di rumah ayahnya, kemudian dibuatkan kemah tersendiri di dekat kemah Umm Tamim.
Apa yang dilakukan Khalid itu sampai juga kepada Khalifah Abu Bakar. Begitu mengetahui ia terkejut sekali; kemudian berubah marah; kemarahannya meledak menjadi berang luar biasa. Satu-satunya pembelaannya dulu ketika Khalid mengawini Laila Umm Tamim bahwa dia membunuh suaminya bukan untuk mengawini istrinya. Dan kalaupun dia bersalah, kesalahannya itu karena dia telah melanggar adat kebiasaan Arab.
Melakukan perkawinan serupa itu sungguh suatu perbuatan yang sangat tercela sekali mengingat darah masih mengalir dan orang masih dalam suasana berkabung. Bagaimana pula sekarang ia mengulangi perbuatannya itu di Yamamah, padahal ada sebanyak 1.200 Muslimin yang terbunuh, sedang dalam peristiwa Malik bin Nuwairah tak ada seorang pun yang terbunuh! (Baca juga: Kasus Khalid tentang Laila, Membaca Sikap Umar dengan Khalifah Abu Bakar )
Oleh karena itu, Khalifah Abu Bakar , orang yang begitu bijaksana, sudah tak dapat lagi menahan kemarahannya. Bahkan terdorong oleh keberangan itu ia menulis suratnya "dengan darah mengalir," — meminjam kata-kata Tabari — yang bunyinya sebagai berikut:
"Demi hidupku, ah anak Umm Khalid! Sungguh engkau orang tak berakal! Engkau kawin dengan perempuan itu sedang bercak darah seribu dua ratus Muslim di beranda rumahmu belum lagi kering!" (Baca juga: Soal Si Cantik Laila, Begini Kemarahan Umar Bin Khattab kepada Khalid Bin Walid )
Setelah surat itu diterima, Khalid merenungkannya sejenak. Sedih sekali ia karena kemarahan Abu Bakar itu. la menggelengkan kepala seraya berkata: “Ini tentu perbuatan si kidal — maksudnya Umar bin Khattab .”
Mengikis Pemurtadan
Dengan ekspedisi Yamamah itu Khalid telah berhasil mengikis pemurtadan dan kaum murtadnya. Dengan demikian sudah saatnya tanah Arab untuk kembali tenang dan berpegang teguh pada agama Allah. Jikapun masih ada berita-berita tentang perang pemurtadan di Mahrah, Oman dan Yaman sesudah Yamamah, semua itu bahayanya tidaklah sebesar Yamamah. (Baca juga: Pertaruhan Besar Khalid bin Walid dalam Perang Yamamah )
Itu pula sebabnya, sesudah Yamamah kehidupan lebih tenang. Khalid pun sesudah itu boleh beristirahat. Khalid sudah pindah ke sebuah lembah di kawasan Yamamah yang disebut Lembah Wabr.
Putri Mujja'ah dan Umm Tamim dikumpulkan dalam satu rumah di tempat itu. Lamakah dia tinggal di tempat itu dan sudah cukupkah beristirahat? Haekal mengatakan, itulah yang tidak diberitakan kepada kita oleh buku-buku sejarah.
Baca juga: Perang Yamamah: 1.200 Sahid, 39 Orang Di Antaranya Penghafal Qur'an
Abdullah bin Umar terkejut dengan sikap sang ayah itu. "Ingin sekali aku seperti dia,” balasnya. “Tetapi karena aku tertinggal maka Allah mengaruniakan mati syahid itu kepadanya," tambah Abdullah.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam Abu Bakar Ash-Shidiq ada sumber lain yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Umar menjawab: "Dia (Zaid) memohon mati syahid kepada Allah, dia diberi. Aku sudah berusaha supaya diberikan kepadaku, tapi tidak diberikan juga." (Baca juga: Khalid bin Walid dan Terbunuhnya Nabi Palsu Musailamah di Kebun Maut )
Kesedihan Umar atas kematian Zaid adiknya itu hanya sebuah contoh saja dari kesedihan yang umumnya menimpa Makkah dan Madinah atas gugurnya pahlawan-pahlawan yang telah mati syahid dalam perang dengan Musailamah itu.
Dalam perang dengan nabi palsu , Musailamah itu, pihak Muhajirin yang terbunuh sebanyak 360 orang, dan dari Ansar 300 orang. Jumlah itu tak termasuk anggota-anggota kabilah yang terbunuh. Jumlah total yang sahid di pihak Muslimin mencapai 1.200 orang. Dari jumlah itu 39 orang merupakan sahabat besar dan mereka yang sudah hafal Al-Qur'an. (Baca juga: Meletusnya Perang Yamamah, Khalid Bin Walid dan Para Syuhada yang Bertumbangan )
Nikah Lagi
Setelah Khalid bin Walid mengadakan persetujuan dengan Mujja'ah dan tampuk pimpinan sudah diserahkan ke tangannya, ia memanggil Mujja'ah. "Kawinkan aku dengan putrimu," katanya kemudian.
Sebenamya Mujja'ah sudah mendengar tentang perkawinannya dengan 'Laila Umm Tamim, juga tentang Abu Bakar yang memanggilnya dan mengecamnya atas perbuatannya yang telah melanggar adat kebiasaan Arab itu. "Tunggu dulu," kata Mujja'ah. "Engkau mau merusak kekeluargaanku, dan aku sudah tahu soal keluargamu dengan sahabatmu itu (maksudnya Khalifah Abu Bakar )."
Jawaban Mujja’ah itu membuat Khalid tidak senang. Dan dia tak peduli. Malah ditatapnya orang itu seraya katanya lagi: "He, kawinkan aku!" (Baca juga: Kontroversi Khalid bin Walid dan Betis Indah Si Cantik Laila )
Taka da yang berani menentang Khalid sesudah kemenangannya di Yamamah itu. Akhirnya Mujja'ah mau mengawinkan putrinya. Suami istri itu tinggal bersama di rumah ayahnya, kemudian dibuatkan kemah tersendiri di dekat kemah Umm Tamim.
Apa yang dilakukan Khalid itu sampai juga kepada Khalifah Abu Bakar. Begitu mengetahui ia terkejut sekali; kemudian berubah marah; kemarahannya meledak menjadi berang luar biasa. Satu-satunya pembelaannya dulu ketika Khalid mengawini Laila Umm Tamim bahwa dia membunuh suaminya bukan untuk mengawini istrinya. Dan kalaupun dia bersalah, kesalahannya itu karena dia telah melanggar adat kebiasaan Arab.
Melakukan perkawinan serupa itu sungguh suatu perbuatan yang sangat tercela sekali mengingat darah masih mengalir dan orang masih dalam suasana berkabung. Bagaimana pula sekarang ia mengulangi perbuatannya itu di Yamamah, padahal ada sebanyak 1.200 Muslimin yang terbunuh, sedang dalam peristiwa Malik bin Nuwairah tak ada seorang pun yang terbunuh! (Baca juga: Kasus Khalid tentang Laila, Membaca Sikap Umar dengan Khalifah Abu Bakar )
Oleh karena itu, Khalifah Abu Bakar , orang yang begitu bijaksana, sudah tak dapat lagi menahan kemarahannya. Bahkan terdorong oleh keberangan itu ia menulis suratnya "dengan darah mengalir," — meminjam kata-kata Tabari — yang bunyinya sebagai berikut:
"Demi hidupku, ah anak Umm Khalid! Sungguh engkau orang tak berakal! Engkau kawin dengan perempuan itu sedang bercak darah seribu dua ratus Muslim di beranda rumahmu belum lagi kering!" (Baca juga: Soal Si Cantik Laila, Begini Kemarahan Umar Bin Khattab kepada Khalid Bin Walid )
Setelah surat itu diterima, Khalid merenungkannya sejenak. Sedih sekali ia karena kemarahan Abu Bakar itu. la menggelengkan kepala seraya berkata: “Ini tentu perbuatan si kidal — maksudnya Umar bin Khattab .”
Mengikis Pemurtadan
Dengan ekspedisi Yamamah itu Khalid telah berhasil mengikis pemurtadan dan kaum murtadnya. Dengan demikian sudah saatnya tanah Arab untuk kembali tenang dan berpegang teguh pada agama Allah. Jikapun masih ada berita-berita tentang perang pemurtadan di Mahrah, Oman dan Yaman sesudah Yamamah, semua itu bahayanya tidaklah sebesar Yamamah. (Baca juga: Pertaruhan Besar Khalid bin Walid dalam Perang Yamamah )
Itu pula sebabnya, sesudah Yamamah kehidupan lebih tenang. Khalid pun sesudah itu boleh beristirahat. Khalid sudah pindah ke sebuah lembah di kawasan Yamamah yang disebut Lembah Wabr.
Putri Mujja'ah dan Umm Tamim dikumpulkan dalam satu rumah di tempat itu. Lamakah dia tinggal di tempat itu dan sudah cukupkah beristirahat? Haekal mengatakan, itulah yang tidak diberitakan kepada kita oleh buku-buku sejarah.
Lihat Juga :