Soal Si Cantik Laila, Begini Kemarahan Umar Bin Khattab kepada Khalid Bin Walid

Senin, 17 Agustus 2020 - 11:33 WIB
loading...
Soal Si Cantik Laila,...
Ilustrasi/Ist
A A A
ABU Qatadah al-Ansari sangat marah dengan perbuatan Khalid bin Walid yang membunuh Malik bin Nuwairah dan mengawini Laila, istrinya itu. Ia meninggalkan Khalid pergi ke Madinah . Ia bersumpah tidak sekali-kali lagi mau berada di bawah satuan Khalid. ( )

Abu Qatadah pergi ke Madinah bersama Mutammam bin Nuwairah, saudara Malik. Sesampainya di Madinah, masih dalam keadaan marah Abu Qatadah menemui Khalifah Abu Bakar . Dilaporkannya soal Khalid yang membunuh Malik serta perkawinannya dengan Laila itu, dan ditambahkannya bahwa ia sudah bersumpah tak akan mau lagi berada di bawah komando Khalid. ( )

Hanya saja, Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut tanggapan Khalifah Abu Bakar mengecewakan Abu Qatadah. Khalifah justru mengeluarkan pujian kepada Khalid atas kemenangan-kemenangannya dalam tiap pertempuran. Khalifah bahkan menunjukkan sikap tidak senang dengan sikap Abu Qatadah, bahkan ia merasa heran mengapa berkata demikian tentang Saiful Islam — Pedang Islam. ( )

Abu Qatadah kecewa berat sehingga mengadu kepada Umar bin Khattab . Ia melaporkan segala peristiwa itu; dilukiskannya Khalid sebagai orang yang telah mengalahkan kewajibannya dengan nafsunya. Karena memperturutkan keinginannya ia menggampangkan hukum Allah.

Setelah mendengar pengaduan itu, Umar mendukung Abu Qatadah. Ia juga mengecam Khalid. Selanjutnya Umar pergi menemui Khalifah Abu Bakar. Ia marah sekali karena perbuatan Khalid itu, dan dimintanya supaya Khalid dipecat. "Pedang Khalid itu sangat tergesa-gesa, dan harus ada sanksinya," katanya. ( )

Abu Bakar tak pernah menjatuhkan sanksi pejabat-pejabatnya. Itu sebabnya, ketika Umar mendesak berulang kali ia berkata: "Ah, Umar! Dia sudah membuat pertimbangan tapi salah. Janganlah berkata yang bukan-bukan tentang Khalid."

Umar tidak puas dengan jawaban itu dan tidak pula henti-hentinya berusaha supaya usulnya itu dilaksanakan. "Umar!" kata Abu Bakar yang mulai merasa kesal karena desakan Umar itu, "Aku tak akan menyarungkan pedang yang oleh Allah sudah dihunuskan kepada orang-orang kafir!" ( )

Umar tetap melihat perbuatan Khalid itu tak dapat diterima. Perasaan dan hati kecilnya menolak. Bagaimana ia akan diam, bagaimana akan membiarkan Khalid tenang-tenang begitu saja, merasa tak pernah berbuat kesalahan, tak pernah berdosa! Ia harus mengulangi lagi kata-katanya kepada Abu Bakar dan mengatakannya terus terang, bahwa musuh Allah ialah orang yang melanggar hak seorang Muslim lalu membunuhnya dan mengawini istrinya. Sama sekali tidak jujur perbuatan demikian itu jika tidak dijatuhi hukuman. ( )

Memanggil Khalid
Menghadapi kemarahan Umar itu tak ada jalan lain buat Khalifah Abu Bakar harus memanggil Khalid dan menanyakan segala yang diperbuatnya itu.

Tatkala kemudian Khalid datang dari medan perang ke Madinah, dan masuk ke masjid dengan perlengkapan perang, mengenakan pakaian luar berbercak karat besi, di ikat kepalanya diselipkan beberapa anak panah. Begitu dilihatnya melangkah ke dalam masjid, Umar berdiri, direnggutnya anak panah itu dari kepalanya dan diremukkannya seraya berkata: "Engkau membunuh seorang Muslim kemudian mengawini istrinya heh! Sungguh akan kurajam engkau dengan batu!" ( )

Menurut Haekal, menghadapi kemarah Umar itu Khalid hanya diam, tidak melawan dan tidak berkata sepatah kata pun. Menurut dugaannya, Khalifah Abu Bakar pun akan sependapat dengan Umar. la terus menemui Khalifah Abu Bakar dan dilaporkannya keadaan Malik dan pembelaannya terhadap Sajah serta sikapnya yang maju mundur setelah itu. Pelbagai alasan dikemukakannya mengenai pembunuhan itu. (

Abu Bakar memaafkannya dan dapat memahami atas segala kejadian yang masih dalam suasana perang itu. Tetapi ia mendapat teguran keras karena perkawinannya dengan seorang perempuan sementara darah suaminya belum lagi kering.

Dalam perang orang Arab sangat menjauhi perempuan, dan berhubungan dengan mereka selama itu dipandang sangat tercela.

Khalid keluar dari tempat Khalifah dengan tetap sebagai seorang pemimpin pasukan. Ia bersiap-siap akan kembali kepada mereka dan akan memimpin mereka ke Yamamah . Ketika melewati Umar — yang masih ada di masjid — Khalid berpaling kepadanya seraya berkata: "Marilah, anak Umm Salamah!"

Ia mengeluarkan kata-kata itu dengan pandangan mata mengejek, dan nada suaranya menyiratkan kemenangan seolah ia hendak berkata: simpanlah batu-batumu itu, dan rajamkanlah kepada orang lain. ( )

Umar yakin sudah bahwa Khalifah Abu Bakar telah memaafkannya dan rupanya ia diterima dengan baik. Sekarang giliran Umar yang diam. Hari itu persoalan antara kedua orang itu selesai sudah dengan sekadar tukar menukar kata-kata.

Hanya saja, pendirian Umar tidak berubah apa pun yang telah dilakukan Khalid. Setelah Abu Bakar wafat, dan Umar kemudian dibaiat sebagai penggantinya, yang pertama sekali dilakukan ialah mengutus orang ke Syam mengabarkan kematian Abu Bakar, dan bersamaan dengan utusan yang membawa berita itu dibawanya pula sepucuk surat keputusan memecat Khalid dari pimpinan militer. Ketika kembali ke Madinah Khalid langsung menegurnya atas pemecatannya itu.

"Aku memecat engkau bukan karena menyangsikan engkau," jawab Umar. "Tetapi orang banyak akan terpengaruh kepadamu, maka aku khawatir engkau pun akan terpengaruh oleh mereka." ( )

Alasan itu masuk akal juga. Tetapi ahli-ahli sejarah umumnya sependapat bahwa Umar masih terpengaruh oleh pendiriannya yang dulu juga, tentang Khalid yang membunuh Malik bin Nuwairah serta mengawini istrinya itu. Dan pendirian ini berdampak juga pada pemecatan Khalid bin Walid. (Bersambung)
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3334 seconds (0.1#10.140)