Meletusnya Perang Yamamah, Khalid Bin Walid dan Para Syuhada yang Bertumbangan
loading...
A
A
A
SYURAHBIL anak Musailamah tampil membakar semangat tentara Banu Hanifah dengan kata-kata yang benar-benar menggugah rasa kearaban, dengan segala yang menyangkut kehormatan dan keturunannya. (
)
"Hai Banu Hanifah!!" teriaknya kepada mereka. "Hari ini adalah hari harga diri kita! Kalau kita kalah, perempuan-perempuan kita akan mendapat giliran sebagai tawanan, akan dijadikan gundik-gundik. Berperanglah kamu mempertahankan kehormatan dan keturunan kalian dan lindungilah istri-istri kalian."
Kemudian diperintahkan agar mereka siap tempur. Kedua kekuatan itu sudah saling berhadapan. Semangat pihak Muslimin belum lagi dibakar. Kaum Muhajirin berkata kepada Salim, bekas budak Abu Huzaifah: "Ada yang masih kautakuti?"
"Kalau begitu celakalah aku sebagai orang yang sudah hafal Qur'an," katanya menjawab mereka. Bahkan mereka sudah saling mengejek dengan percakapan yang lebih buruk lagi. ( )
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut, kaum Muhajirin dan Ansar menuduh orang-orang Arab pedalaman sebagai pengecut. "Kami orang-orang kota lebih tahu cara berperang daripada kalian orang-orang pedalaman," kata orang-orang kota. "Orang-orang kota tak mampu bertempur dan tidak tahu apa perang itu," demikian dijawab oleh orang-orang badui itu.
Karenanya mereka tak dapat bertahan menghadapi pasukan Banu Hanifah itu, padahal antara keduanya sudah terjadi pertempuran sengit.
Barisan Muslimin cenderung mengalami kekalahan. Dalam pada itu Khalid bin Walid sudah meninggalkan kemahnya. Tetapi pasukan Banu Hanifah tampaknya sudah berhasil masuk ke dalam kemah Khalid. Mereka hanya melihat Mujja'ah yang dibelenggu dengan besi dan tak jauh dari orang ini dilihatnya pula Laila Umm Tamim. Salah seorang di antara mereka sudah siap dengan pedangnya hendak membunuh Laila — istri Khalid itu. Tetapi ketika itu juga Mujja'ah berteriak: "He! Aku yang melindungi dia! Dia perempuan merdeka yang baik. Hadapilah kaum laki-laki!"
Tali-temali tenda kemudian diputuskan oleh tentara itu dan tendanya dirobek-robek dengan pedang, dengan meninggalkan Mujja'ah dan Laila yang hanya tercengang menyaksikan semua itu. ( )
Sungguhpun begitu, sebelum pasukan Muslimin mundur, tidak sedikit dari Banu Hanifah yang sudah terbunuh. Di antara yang pertama terbunuh ialah Nahar ar-Rajjal, pengkhianat dan penipu yang ahli Qur'an dan ahli fikih itu.
Begitu tampil di barisan depan dalam pasukan Banu Hanifah ia disambut oleh Zaid bin Khattab dan langsung dibunuhnya. Dengan terbunuhnya orang ini, biang keladi yang begitu setia kepada Musailamah, berakhirlah kini riwayatnya dan riwayat pasukannya yang selama ini mengancam kaum Muslimin dan menanamkan rasa takut dalam hati setiap orang yang mencintai agama Allah.
Khalid bin Walid tetap tenang tatkala ia meninggalkan kemahnya. Sedikit pun ia tak ragu menghadapi tujuannya hari itu. Dia sudah tahu kekalahan yang menimpa pasukan Muslimin; yakni karena mereka saling memperolok, saling tak peduli satu sama lain. Kalau tidak demikian sikap mereka, niscaya mereka menang. ( )
Karenanya, tatkala Khalid melihat ada peluang, ketika kedua pihak dalam keadaan tenang, ia berteriak sekeras-kerasnya dengan nada geram dan bergelora: "Saudara-saudara kaum Muslimin! Perlihatkanlah kelebihan kamu, biar orang tahu keberanian dan kepahlawanan kita, biar orang tahu dari mana kita datang."
Teriakan itu bersipongang ke dalam telinga prajurit-prajuritnya, dan membuat tersentak sehngga mereka menyadari keadaan yang sebenarnya. Khalid puas setelah dilihatnya mereka menunjukkan sikap seperti yang diperintahkannya itu. Kecurigaan dan saling tak peduli sudah dapat dihilangkan. Sekarang jalan kemenangan sudah terbuka.
Teriakan Khalid itu telah membangkitkan fanatisme yang kuat sesuai dengan naluri Arabnya. Pemuka-pemuka Muslimin pun melihat apa yang telah menimpa mereka. Dalam hati mereka sekarang tumbuh semangat agama yang membara. Iman telah mengangkat mereka ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi. Yang sekarang tampak jelas dan tersenyum di hadapan mereka hanyalah mati sebagai syahid. ( )
Cahaya mengantarkan mereka dan membukakan pintu surga abadi. Tuntunan cahaya ilahi memperlihatkan kepada mereka, bahwa segala kesenangan hidup, hiburan dunia dan segala tipu muslihatnya akan sia-sia adanya.
Sekarang mereka berbalik, dari kekalahan menjadi suatu tuntutan: menang atau mati syahid. Ketika itu Sabit bin Qais pemimpin Ansar berkata: "Saudara-saudara Muslimin, kalian mempunyai suatu kebiasaan yang amat buruk. Allahumma ya Allah, aku lepas tangan dari apa yang disembah oleh mereka (menunjuk kepada penduduk Yamamah), dan aku lepas tangan dari apa yang dilakukan oleh mereka (menunjuk kepada kaum Muslimin)."
Berkata begitu langsung ia menyerbu ke kancah pertempuran sambil berteriak: "Inilah aku, akan kuperlihatkan kepadamu cara berperang!" dilanjutkan dengan terus bertempur mati-matian tanpa merasa gentar.
Sementara ia bertempur itu seluruh badannya sudah penuh luka-luka dan akhirnya dia mati sebagai syahid. Demikian juga Bara' bin Malik, dia termasuk pemberani yang luar biasa yang tak kenal lari. Begitu melihat apa yang telah terjadi, ia terjun sambil berkata: "Mau ke mana hai Muslimin!? Aku Bara' bin Malik. Mari ke mari bersamaku!"
Suaranya terdengar oleh pejuang-pejuang Muslimin yang lain dan semua mereka sudah mengenal benar keberaniannya. Sebagian mereka kembali kepadanya dan melanjutkan pertempuran hingga banyak pula di antara mereka yang gugur. Yang ingin mati syahid. ( )
Ketika itu angin bertiup kencang dan pasir membubung menutupi muka Muslimin. Ada sekelompok orang yang berbicara dengan Zaid bin Khattab tentang apa yang akan mereka perbuat, maka dijawabnya: "Tidak, demi Allah aku tak akan berbicara sepatah kata pun hari ini sebelum kita hancurkan mereka, atau sampai aku bertemu Allah dengan membawa pembuktianku. Tundukkan matamu dan garitkan gigimu dan hantamlah musuhmu itu lalu teruslah maju."
"Hai Banu Hanifah!!" teriaknya kepada mereka. "Hari ini adalah hari harga diri kita! Kalau kita kalah, perempuan-perempuan kita akan mendapat giliran sebagai tawanan, akan dijadikan gundik-gundik. Berperanglah kamu mempertahankan kehormatan dan keturunan kalian dan lindungilah istri-istri kalian."
Kemudian diperintahkan agar mereka siap tempur. Kedua kekuatan itu sudah saling berhadapan. Semangat pihak Muslimin belum lagi dibakar. Kaum Muhajirin berkata kepada Salim, bekas budak Abu Huzaifah: "Ada yang masih kautakuti?"
"Kalau begitu celakalah aku sebagai orang yang sudah hafal Qur'an," katanya menjawab mereka. Bahkan mereka sudah saling mengejek dengan percakapan yang lebih buruk lagi. ( )
Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr menyebut, kaum Muhajirin dan Ansar menuduh orang-orang Arab pedalaman sebagai pengecut. "Kami orang-orang kota lebih tahu cara berperang daripada kalian orang-orang pedalaman," kata orang-orang kota. "Orang-orang kota tak mampu bertempur dan tidak tahu apa perang itu," demikian dijawab oleh orang-orang badui itu.
Karenanya mereka tak dapat bertahan menghadapi pasukan Banu Hanifah itu, padahal antara keduanya sudah terjadi pertempuran sengit.
Barisan Muslimin cenderung mengalami kekalahan. Dalam pada itu Khalid bin Walid sudah meninggalkan kemahnya. Tetapi pasukan Banu Hanifah tampaknya sudah berhasil masuk ke dalam kemah Khalid. Mereka hanya melihat Mujja'ah yang dibelenggu dengan besi dan tak jauh dari orang ini dilihatnya pula Laila Umm Tamim. Salah seorang di antara mereka sudah siap dengan pedangnya hendak membunuh Laila — istri Khalid itu. Tetapi ketika itu juga Mujja'ah berteriak: "He! Aku yang melindungi dia! Dia perempuan merdeka yang baik. Hadapilah kaum laki-laki!"
Tali-temali tenda kemudian diputuskan oleh tentara itu dan tendanya dirobek-robek dengan pedang, dengan meninggalkan Mujja'ah dan Laila yang hanya tercengang menyaksikan semua itu. ( )
Sungguhpun begitu, sebelum pasukan Muslimin mundur, tidak sedikit dari Banu Hanifah yang sudah terbunuh. Di antara yang pertama terbunuh ialah Nahar ar-Rajjal, pengkhianat dan penipu yang ahli Qur'an dan ahli fikih itu.
Begitu tampil di barisan depan dalam pasukan Banu Hanifah ia disambut oleh Zaid bin Khattab dan langsung dibunuhnya. Dengan terbunuhnya orang ini, biang keladi yang begitu setia kepada Musailamah, berakhirlah kini riwayatnya dan riwayat pasukannya yang selama ini mengancam kaum Muslimin dan menanamkan rasa takut dalam hati setiap orang yang mencintai agama Allah.
Khalid bin Walid tetap tenang tatkala ia meninggalkan kemahnya. Sedikit pun ia tak ragu menghadapi tujuannya hari itu. Dia sudah tahu kekalahan yang menimpa pasukan Muslimin; yakni karena mereka saling memperolok, saling tak peduli satu sama lain. Kalau tidak demikian sikap mereka, niscaya mereka menang. ( )
Karenanya, tatkala Khalid melihat ada peluang, ketika kedua pihak dalam keadaan tenang, ia berteriak sekeras-kerasnya dengan nada geram dan bergelora: "Saudara-saudara kaum Muslimin! Perlihatkanlah kelebihan kamu, biar orang tahu keberanian dan kepahlawanan kita, biar orang tahu dari mana kita datang."
Teriakan itu bersipongang ke dalam telinga prajurit-prajuritnya, dan membuat tersentak sehngga mereka menyadari keadaan yang sebenarnya. Khalid puas setelah dilihatnya mereka menunjukkan sikap seperti yang diperintahkannya itu. Kecurigaan dan saling tak peduli sudah dapat dihilangkan. Sekarang jalan kemenangan sudah terbuka.
Teriakan Khalid itu telah membangkitkan fanatisme yang kuat sesuai dengan naluri Arabnya. Pemuka-pemuka Muslimin pun melihat apa yang telah menimpa mereka. Dalam hati mereka sekarang tumbuh semangat agama yang membara. Iman telah mengangkat mereka ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi. Yang sekarang tampak jelas dan tersenyum di hadapan mereka hanyalah mati sebagai syahid. ( )
Cahaya mengantarkan mereka dan membukakan pintu surga abadi. Tuntunan cahaya ilahi memperlihatkan kepada mereka, bahwa segala kesenangan hidup, hiburan dunia dan segala tipu muslihatnya akan sia-sia adanya.
Sekarang mereka berbalik, dari kekalahan menjadi suatu tuntutan: menang atau mati syahid. Ketika itu Sabit bin Qais pemimpin Ansar berkata: "Saudara-saudara Muslimin, kalian mempunyai suatu kebiasaan yang amat buruk. Allahumma ya Allah, aku lepas tangan dari apa yang disembah oleh mereka (menunjuk kepada penduduk Yamamah), dan aku lepas tangan dari apa yang dilakukan oleh mereka (menunjuk kepada kaum Muslimin)."
Berkata begitu langsung ia menyerbu ke kancah pertempuran sambil berteriak: "Inilah aku, akan kuperlihatkan kepadamu cara berperang!" dilanjutkan dengan terus bertempur mati-matian tanpa merasa gentar.
Sementara ia bertempur itu seluruh badannya sudah penuh luka-luka dan akhirnya dia mati sebagai syahid. Demikian juga Bara' bin Malik, dia termasuk pemberani yang luar biasa yang tak kenal lari. Begitu melihat apa yang telah terjadi, ia terjun sambil berkata: "Mau ke mana hai Muslimin!? Aku Bara' bin Malik. Mari ke mari bersamaku!"
Suaranya terdengar oleh pejuang-pejuang Muslimin yang lain dan semua mereka sudah mengenal benar keberaniannya. Sebagian mereka kembali kepadanya dan melanjutkan pertempuran hingga banyak pula di antara mereka yang gugur. Yang ingin mati syahid. ( )
Ketika itu angin bertiup kencang dan pasir membubung menutupi muka Muslimin. Ada sekelompok orang yang berbicara dengan Zaid bin Khattab tentang apa yang akan mereka perbuat, maka dijawabnya: "Tidak, demi Allah aku tak akan berbicara sepatah kata pun hari ini sebelum kita hancurkan mereka, atau sampai aku bertemu Allah dengan membawa pembuktianku. Tundukkan matamu dan garitkan gigimu dan hantamlah musuhmu itu lalu teruslah maju."