5 Sebab Kenapa Manusia Berpenyakit Hasad dan Irihati

Selasa, 01 September 2020 - 15:07 WIB
Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation USA yang juga Imam Jamaica Muslim Center NYC. Foto/Istimewa
Imam Shamsi Ali

Presiden Nusantara Foundation

Imam/Director Jamaica Muslim Center NYC

Di tengah kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepada manusia ternyata pada dirinya juga terdapat lobang-lobang yang dapat menggelincirkan manusia itu. Manusia itu mulia (karramna banii Aadam). Manusia itu ciptaan terbaik (ahsanu taqwiim). Manusia itu memiliki kesucian (fitrah). Dan tentunya manusia itu adalah representasi kekuasaan Allah di atas bumi (khalifah).

Akan tetapi, manusia juga lemah (dho’if). Manusia itu lengah (nas-yan). Manusia itu panik (haluu’a). Dan yang paling berbahaya manusia itu memiliki keterbatasan di dalam dorongan nafsu yang tiada batas (al-ahwaa). ( )



Salah satu lobang kelemahan manusia adalah penyakit-penyakit jiwa yang kerap terekspresikan dalam reaksi sosialnya. Satu di antara penyakit yang paling berbahaya itu adalah penyakit " Al-Hasad " atau dengki.

( )

Dalam bahasa Indonesia keseharian penyakit ini lebih dikenal dengan kata "irihati". Walau ternyata kata hasad atau dengki itu jauh lebih buruk ketimbang sekadar irihati.

Irihati adalah rasa tidak nyaman dengan sebuah kelebihan yang Allah berikan pada orang lain. Irihati ini kerap terjadi ketika kelebihan orang lain itu dianggap ancaman, atau minimal saingan. Atau dianggap halangan bagi diri sendiri untuk memiliki kelebihan tersebut.

Sementara hasad atau dengki adalah sebuah perasaan ketidak nyamanan di hati atas kelebihan orang lain. Tapi tidak cukup sekedar "merasa" tidak nyaman. Melainkan berusaha sekaligus agar kelebihan orang lain itu dihilangkan darinya, dengan cara apapun. ( )

Pertanyaan yang kerap timbul di benak adalah kenapa manusia mengalami penyakit irihati bahkan hasad atau dengki? Ada beberapa kemungkinan jawaban terhadap pertanyaan itu.

1. Kegagalan Manusia Mengukur Dirinya Sendiri.

Ma'rifatun nafs (tahu diri) akan mengantar kepada, antara lain kesadaran akan potensi atau kelebihan sekaligus kekurangan-kekurangan diri sendiri. Tahu diri menyadarkan kita akan potensi sekaligus keterbatasan yang ada pada diri masing-masing.

2. Ketidaktahun Akan Diri Sendiri.

Ketidaktahuan akan diri sendiri membawa kepada kegagalan menangkap setiap potensi (kelebihan) yang Allah karuniakan kepada manusia. Hal ini kemudian melahirkan kegagalan bersyukur. Orang yang gagal mensyukuri kelebihan yang Allah karuniakan pada dirinya akan merasa tidak memiliki. Dan pada akhirnya hanya mampu melihat kelebihan orang lain. Di sini ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Bisa bersikap positif dengan ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain. Atau menderita karena kebahagiaan (kelebihan) orang lain.

3. Perasaan "inability" (ketidakmampuan) Disikapi Secara Negatif.

Bukannya diterima sebagai kekurangan, dan dijadikan batu loncatan untuk perbaikan. Sebaliknya justru seringkali kekurangan-kekurangan itu ditutup dengan mengumbar kekurangan orang lain. Lebih tragis lagi ketika tidak menemukan kekurangan pada orang lain, akan digali hingga ke relung jiwa orang itu. Maksud saya kalau perlu demi melabelkan kesalahan pada orang lain, hatinya pun ikut dihakimi. Di sini kita lihat bagaimana hasad atau dengki, bahkan irihati sekalipun itu sering dijadikan tameng atau "taqiah" bagi kelemahan diri sendiri. Ketidak mampuan itu ditutupi dengan melimpahkan kesalahan yang diada-adakan atau dipaksakan pada orang lain.

4. Karena Ada Keinginan-keinginan Tertentu.

Sebagaimana kata orang, biasanya ada udang di balik batu. Irihati biasa terjadi karena ada keinginan-keinginan (saya istilahkan buruan) tertentu. Keinginan-keinginan itu terkadang dirasa terhambat, atau bahkan terancam dengan kelebihan orang lain. Maka timbullah prilaku kecurigaan-kecurigaan yang bukan-bukan pada orang lain tersebut. Karenanya hasad terjadi hakikatnya karena merasa buruannya terhalangi atau terancam.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.  Ada seorang sahabat bertanya: bagaimana maksud amanat disia-siakan?  Nabi menjawab: Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.

(HR. Bukhari No. 6015)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More