Zainab Binti Khuzaimah, Istri Nabi yang Dijuluki Ibu Kaum Fakir Miskin
Senin, 05 Oktober 2020 - 16:16 WIB
Sayyidah Zainab binti Khuzaimah radhiyallahu 'anha adalah istri Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang dikenal dengan kebaikan, kedermawanan terhadap orang miskin. Beliau dijuluki "Ummul Masakin" karena kasih sayangnya kepada kaum fakir miskin.
Tidak banyak informasi diberitakan oleh para penulis sejarah Islam klasik tentang Sayyidah Zainab binti Khuzaimah . Hanya beberapa riwayat dan itu pun tidak lepas dari perbedaan, bahkan saling berlawanan. Hal itu dikarenakan masa rumah tangga yang singkat dengan Rasulullah dan sebab penyakit yang mengakibatkan kematiannya.( )
Dilansir dari Ponpes Al-Fachriyah Tangerang (alfachriyah.org), nama dan nasab Sayyidah Zainab yaitu Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin 'Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin 'Amir bin Sha'sha'ah. Tidak berapa lama setelah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Hafshah binti Umar, keluarga beliau bertambah lagi dengan seorang istri bernama Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin 'Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin ‘Amir bin Sha'sha'ah.
Mengenai silsilah keturunannya dari jalur ayah tidak ada perbedaan pendapat, tetapi yang melalui jalur ibu terdapat kesimpangsiuran. Yang pasti adalah bahwa ia nikah dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam keadaan sebagai janda. Adapun suaminya terdahulu, beritanya juga berlainan. Yang mendekati kebenaran adalah cucu ‘Abdul Muththalib yang bernama Thufail bin Al-Harits.
Setelah Thufail wafat Zainab dinikah oleh iparnya, yaitu 'Ubaidah bin Al-Harits. Kemudian 'Ubaidah gugur sebagai pahlawan syahid dalam Perang Badar , dan jandanya (Zainab binti Khuzaimah) dinikahi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa suaminya.
Demikian yang diberitakan oleh Ibnu Habib di dalam Al-Mihbar karya Al-Jirjaniy; oleh Ibnu Sayyidin-Nas di dalam 'Uyunul-Atsar; oleh Muhibuddin Ath-Thabariy di dalam As-Samthuts-Tsamin, dan beberapa penulis sebagaimana tercantum dalam Al-Istiab karya Ibnu Abdul-Birr dan dalam Al-Ishabah karya Ibnu Hajar.
Sumber riwayat lain menuturkan, Zainab binti Khuzaimah bukan ditinggal wafat oleh Thufail bin Al-Harits, melainkan dicerai. Setelah itu, ia dinikahi Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Hal itu diberitakan oleh Qatadah, yang kemudian dikutip oleh Ath-Thabariy dan diberitakan juga oleh Ibnu Abdul-Birr. Dalam Sirah Ibnu Hisyam disebut, sebelum Zainab menikah dengan 'Ubaidah bin Al-Harits ia sudah pernah menikah lebih dulu dengan Jahm bin 'Amr bin Al-Harits Al-Hilaliy, saudara sepupunya sendiri.
Ada juga riwayat yang memberitakan, Zainab adalah istri Abdullah bin Jahsy yang gugur dalam Perang Uhud sebagai pahlawan syahid, kemudian dalam keadaan sebagai janda, Zainab dinikah oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Demikian menurut riwayat dari Az-Zuhriy dan Ibnu Hajar.
Menurut Ibnul Kalbiy, setelah Zainab dicerai oleh Thufail bin Al-Harits ia dinikahi oleh iparnya, Abdullah bin Al-Harits, yang kemudian gugur dalam Perang Uhud, bukan dalam Perang Badr.( )
Ath-Thabariy mengatakan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Zainab binti Khuzaimah dari Bani Hilal pada tahun ke-4 Hijriyah. Itu terjadi pada bulan Ramadhan. Sebelum itu Zainab adalah istri Thufail bin Al-Harits, kemudian dicerai oleh suaminya.
Para ahli riwayat juga berbeda pendapat mengenai siapa yang bertindak selaku wali Zainab pada saat ia dinikah oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Al-Kalbiy mengatakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melamar langsung kepada Zainab. Demikian pula pernikahannya, dilakukan secara langsung tanpa seorang wali.
Ibnu Hisyam dalam sirahnya mengatakan, bahwa yang bertindak sebagai wali dalam pernikahannya dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah paman Zainab yang bernama Qubaishah bin 'Amr Al-Hilaliy. Dalam pernikahan itu beliau صلى الله عليه وسلم menyerahkan maskawin sebesar 400 Dirham.
Para ahli riwayat juga berbeda pendapat mengenai berapa lama Zainab hidup di tengah keluarga Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Ada yang mengatakan hanya kurang lebih dua bulan, kemudian wafat. Ada juga yang mengatakan ia hidup sebagai istri Rasulullah صلى الله عليه وسلم selama kurang lebih delapan bulan, kemudian wafat dalam bulan Rabiul-awal tahun ke-4 Hijriyah.
Di dalam Kitab Syadmratudz-Dzahab penulisnya mengatakan, bahwa pada tahun ke-3 Hijriyah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Zainab binti Khuzaimah, yang terkenal dengan nama julukan Ummul-Masakin. Ia hidup di tengah keluarga صلى الله عليه وسلم kurang lebih hanya tiga bulan.
Lain lagi yang dikatakan oleh Doktor Muhammad Husain Haikal. Ia menyebutnya dengan nama "Zainab binti Makhzum" dalam bab pernikahan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan Zainab binti Jahsy. Ia memastikan bahwa Zainab yang dimaksud itu adalah istri 'Ubaidah bin Al-Muththalib (bukan 'Ubaidah bin Al-Harits bin Abdul-Muththalib) yang gugur dalam Perang Badr sebagai pahlawan syahid. Ia hidup di tengah keluarga Rasulullah صلى الله عليه وسلم hanya selama dua atau tiga tahun.
Haikal memastikan bahwa Zainab yang dimaksud itu tidak memiliki kecantikan. Padahal penelitian yang dilakukan para ulama tidak menemukan sumber berita riwayat yang menerangkan gambaran tentang penampilan dan sifat-sifat Zainab binti Khuzaimah.
Boudly mengatakan, "Setelah menikah dengan Hafshah, Muhammad صلى الله عليه وسلم menikah lagi dengan wanita lain, tetapi pernikahannya itu tidak lebih hanya formal belaka. Yang dinikah ialah janda 'Ubaidah bin Al-Harits, saudara sepupu Muhammad صلى الله عليه وسلم yang gugur dalam perang Badr. Janda tersebut bernama Zainab binti Khuzaimah.
Zainab dinikahi olehnya atas dorongan rasa kasihan. Sayyidah 'Aisyah dan Hafshah tidak menghiraukannya sama sekali, Zainab wafat setelah hidup di tengah keluarga Nabi selama delapan bulan.
Lepas dari perbedaan pendapat antara para penulis buku dan para ahli riwayat mengenai Zainab binti Khuzaimah, mereka semuanya sepakat bahwa Zainab seorang wanita yang berbudi luhur, penyantun dan besar rasa belas kasihannya kepada kaum fakir miskin. Semua buku riwayat yang menyebut kehidupannya selalu menyebutnya dengan nama Ummul-Masakin (ibu kaum fakir miskin).
Ibnu Hisyam dalam sirahnya mengatakan, "Ia dinamai Ummul-Masakin karena kasih sayangnya kepada kaum fakir miskin. Penulis Al-Ishabah dan Al-Istiab mengatakan, "Ia disebut dengan nama Ummul-Masakin karena sangat gemar menolong kaum fakir miskin dan memberikan sedekah kepada mereka." Demikian pula yang dikatakan oleh Ath-Thabariy di dalam Tarikhnya, dan oleh penulis Syadzaratudz-Dzahab.
Tidak banyak informasi diberitakan oleh para penulis sejarah Islam klasik tentang Sayyidah Zainab binti Khuzaimah . Hanya beberapa riwayat dan itu pun tidak lepas dari perbedaan, bahkan saling berlawanan. Hal itu dikarenakan masa rumah tangga yang singkat dengan Rasulullah dan sebab penyakit yang mengakibatkan kematiannya.( )
Dilansir dari Ponpes Al-Fachriyah Tangerang (alfachriyah.org), nama dan nasab Sayyidah Zainab yaitu Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin 'Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin 'Amir bin Sha'sha'ah. Tidak berapa lama setelah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Hafshah binti Umar, keluarga beliau bertambah lagi dengan seorang istri bernama Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin 'Amr bin Abdi Manaf bin Hilal bin ‘Amir bin Sha'sha'ah.
Mengenai silsilah keturunannya dari jalur ayah tidak ada perbedaan pendapat, tetapi yang melalui jalur ibu terdapat kesimpangsiuran. Yang pasti adalah bahwa ia nikah dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam keadaan sebagai janda. Adapun suaminya terdahulu, beritanya juga berlainan. Yang mendekati kebenaran adalah cucu ‘Abdul Muththalib yang bernama Thufail bin Al-Harits.
Setelah Thufail wafat Zainab dinikah oleh iparnya, yaitu 'Ubaidah bin Al-Harits. Kemudian 'Ubaidah gugur sebagai pahlawan syahid dalam Perang Badar , dan jandanya (Zainab binti Khuzaimah) dinikahi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebagai penghormatan dan penghargaan atas jasa suaminya.
Demikian yang diberitakan oleh Ibnu Habib di dalam Al-Mihbar karya Al-Jirjaniy; oleh Ibnu Sayyidin-Nas di dalam 'Uyunul-Atsar; oleh Muhibuddin Ath-Thabariy di dalam As-Samthuts-Tsamin, dan beberapa penulis sebagaimana tercantum dalam Al-Istiab karya Ibnu Abdul-Birr dan dalam Al-Ishabah karya Ibnu Hajar.
Sumber riwayat lain menuturkan, Zainab binti Khuzaimah bukan ditinggal wafat oleh Thufail bin Al-Harits, melainkan dicerai. Setelah itu, ia dinikahi Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Hal itu diberitakan oleh Qatadah, yang kemudian dikutip oleh Ath-Thabariy dan diberitakan juga oleh Ibnu Abdul-Birr. Dalam Sirah Ibnu Hisyam disebut, sebelum Zainab menikah dengan 'Ubaidah bin Al-Harits ia sudah pernah menikah lebih dulu dengan Jahm bin 'Amr bin Al-Harits Al-Hilaliy, saudara sepupunya sendiri.
Ada juga riwayat yang memberitakan, Zainab adalah istri Abdullah bin Jahsy yang gugur dalam Perang Uhud sebagai pahlawan syahid, kemudian dalam keadaan sebagai janda, Zainab dinikah oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Demikian menurut riwayat dari Az-Zuhriy dan Ibnu Hajar.
Menurut Ibnul Kalbiy, setelah Zainab dicerai oleh Thufail bin Al-Harits ia dinikahi oleh iparnya, Abdullah bin Al-Harits, yang kemudian gugur dalam Perang Uhud, bukan dalam Perang Badr.( )
Ath-Thabariy mengatakan, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Zainab binti Khuzaimah dari Bani Hilal pada tahun ke-4 Hijriyah. Itu terjadi pada bulan Ramadhan. Sebelum itu Zainab adalah istri Thufail bin Al-Harits, kemudian dicerai oleh suaminya.
Para ahli riwayat juga berbeda pendapat mengenai siapa yang bertindak selaku wali Zainab pada saat ia dinikah oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Al-Kalbiy mengatakan bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم melamar langsung kepada Zainab. Demikian pula pernikahannya, dilakukan secara langsung tanpa seorang wali.
Ibnu Hisyam dalam sirahnya mengatakan, bahwa yang bertindak sebagai wali dalam pernikahannya dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah paman Zainab yang bernama Qubaishah bin 'Amr Al-Hilaliy. Dalam pernikahan itu beliau صلى الله عليه وسلم menyerahkan maskawin sebesar 400 Dirham.
Para ahli riwayat juga berbeda pendapat mengenai berapa lama Zainab hidup di tengah keluarga Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Ada yang mengatakan hanya kurang lebih dua bulan, kemudian wafat. Ada juga yang mengatakan ia hidup sebagai istri Rasulullah صلى الله عليه وسلم selama kurang lebih delapan bulan, kemudian wafat dalam bulan Rabiul-awal tahun ke-4 Hijriyah.
Di dalam Kitab Syadmratudz-Dzahab penulisnya mengatakan, bahwa pada tahun ke-3 Hijriyah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikah dengan Zainab binti Khuzaimah, yang terkenal dengan nama julukan Ummul-Masakin. Ia hidup di tengah keluarga صلى الله عليه وسلم kurang lebih hanya tiga bulan.
Lain lagi yang dikatakan oleh Doktor Muhammad Husain Haikal. Ia menyebutnya dengan nama "Zainab binti Makhzum" dalam bab pernikahan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan Zainab binti Jahsy. Ia memastikan bahwa Zainab yang dimaksud itu adalah istri 'Ubaidah bin Al-Muththalib (bukan 'Ubaidah bin Al-Harits bin Abdul-Muththalib) yang gugur dalam Perang Badr sebagai pahlawan syahid. Ia hidup di tengah keluarga Rasulullah صلى الله عليه وسلم hanya selama dua atau tiga tahun.
Haikal memastikan bahwa Zainab yang dimaksud itu tidak memiliki kecantikan. Padahal penelitian yang dilakukan para ulama tidak menemukan sumber berita riwayat yang menerangkan gambaran tentang penampilan dan sifat-sifat Zainab binti Khuzaimah.
Boudly mengatakan, "Setelah menikah dengan Hafshah, Muhammad صلى الله عليه وسلم menikah lagi dengan wanita lain, tetapi pernikahannya itu tidak lebih hanya formal belaka. Yang dinikah ialah janda 'Ubaidah bin Al-Harits, saudara sepupu Muhammad صلى الله عليه وسلم yang gugur dalam perang Badr. Janda tersebut bernama Zainab binti Khuzaimah.
Zainab dinikahi olehnya atas dorongan rasa kasihan. Sayyidah 'Aisyah dan Hafshah tidak menghiraukannya sama sekali, Zainab wafat setelah hidup di tengah keluarga Nabi selama delapan bulan.
Lepas dari perbedaan pendapat antara para penulis buku dan para ahli riwayat mengenai Zainab binti Khuzaimah, mereka semuanya sepakat bahwa Zainab seorang wanita yang berbudi luhur, penyantun dan besar rasa belas kasihannya kepada kaum fakir miskin. Semua buku riwayat yang menyebut kehidupannya selalu menyebutnya dengan nama Ummul-Masakin (ibu kaum fakir miskin).
Ibnu Hisyam dalam sirahnya mengatakan, "Ia dinamai Ummul-Masakin karena kasih sayangnya kepada kaum fakir miskin. Penulis Al-Ishabah dan Al-Istiab mengatakan, "Ia disebut dengan nama Ummul-Masakin karena sangat gemar menolong kaum fakir miskin dan memberikan sedekah kepada mereka." Demikian pula yang dikatakan oleh Ath-Thabariy di dalam Tarikhnya, dan oleh penulis Syadzaratudz-Dzahab.