Ketika Ada Dusta Di Antara Pasutri, Bagaimana Hukumnya?
Rabu, 07 Oktober 2020 - 14:06 WIB
“Tidaklah termasuk bohong: (1) Jika seseorang (berbohong) untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian (perbaikan); (2) Seseorang yang berkata (bohong) ketika dalam peperangan; dan (3) Seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.” (HR. Abu Dawud no. 4921, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)
(Baca juga : Harga Emas Anjlok Gegara Sentimen Amerika, Apa Itu? )
Dalam hal ini, maka diperbolehkan dalam hubungan keluarga seorang istri memilih berbohong kepada suaminya. Sebab, jika dengan jujur justru akan mendatangkan madharat yang lebih besar.
Syekh Yusuf Qaradhawi juga menegaskan alangkah tidak bijaksananya seorang istri menceritakan terus terang kepada suami, misalnya kisah cintanya pada masa lalu yang telah dihapuskan dan ditutup aibnya. Bahkan, jika seorang suami memaksa istri untuk bersumpah guna menceritakan masa lalunya, Syekh Qaradhawi memandang paksaan suami tersebut tidak bijak. Pertama, karena mengungkit masa lalu termasuk tindakan yang sia-sia. Kedua sumpah tersebut tidak akan menyelesaikan masalah rumah tangga itu.
Diperbolehkannya berdusta dalam rumah tangga ini juga ditegaskan Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA. Saat ia ditanya istri Ibnu Abi ‘Udzrah tentang apakah boleh seorang wanita boleh berdusta lantaran diminta bersumpah oleh suami? Umar menjawab seseorang itu boleh berdusta, termasuk jika seorang istri tidak menyukai hal-hal tertentu kepada suami, ia boleh tidak jujur kepadanya.
(Baca juga : Refly Harun: Hilangkanlah Presidential Threshold agar Kita Bisa Mencari Leader, Bukan Dealer )
Namun, batasan berbohong dalam rumah tangga, yaitu bohong yang tidak menggugurkan kewajiban pihak masing-masing. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa ulama sepakat jika yang dimaksud bohong antara suami-istri yang diperbolehkan, yakni bohong yang tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Wallahu A'lam
(Baca juga : Harga Emas Anjlok Gegara Sentimen Amerika, Apa Itu? )
Dalam hal ini, maka diperbolehkan dalam hubungan keluarga seorang istri memilih berbohong kepada suaminya. Sebab, jika dengan jujur justru akan mendatangkan madharat yang lebih besar.
Syekh Yusuf Qaradhawi juga menegaskan alangkah tidak bijaksananya seorang istri menceritakan terus terang kepada suami, misalnya kisah cintanya pada masa lalu yang telah dihapuskan dan ditutup aibnya. Bahkan, jika seorang suami memaksa istri untuk bersumpah guna menceritakan masa lalunya, Syekh Qaradhawi memandang paksaan suami tersebut tidak bijak. Pertama, karena mengungkit masa lalu termasuk tindakan yang sia-sia. Kedua sumpah tersebut tidak akan menyelesaikan masalah rumah tangga itu.
Diperbolehkannya berdusta dalam rumah tangga ini juga ditegaskan Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA. Saat ia ditanya istri Ibnu Abi ‘Udzrah tentang apakah boleh seorang wanita boleh berdusta lantaran diminta bersumpah oleh suami? Umar menjawab seseorang itu boleh berdusta, termasuk jika seorang istri tidak menyukai hal-hal tertentu kepada suami, ia boleh tidak jujur kepadanya.
(Baca juga : Refly Harun: Hilangkanlah Presidential Threshold agar Kita Bisa Mencari Leader, Bukan Dealer )
Namun, batasan berbohong dalam rumah tangga, yaitu bohong yang tidak menggugurkan kewajiban pihak masing-masing. Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa ulama sepakat jika yang dimaksud bohong antara suami-istri yang diperbolehkan, yakni bohong yang tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Wallahu A'lam
(wid)