Sejarah Perjalanan Ilmu Hadis (Bagian 2)
Jum'at, 16 Oktober 2020 - 17:09 WIB
Ulasan perjalanan ilmu hadis ini merupakan lanjutan dari tulisan pertama Ustaz Hanif Luthfi Lc MA (pengajar Rumah Fiqih Indonesia). Sebelumnya telah dijelaskan apa makna Muhaddits dan Faqih. Muhaddits adalah ulama yang intens dalam membahas hadits. Sedangkan faqih adalah ulama yang intens membahas fiqih.
Di bagian kedua ini, Ustaz Hanif Luthfi mengatakan bahwa hadis berkembang pesat pada akhir abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 Hijriyyah. Banyak muncul ulama hadis pada abad ke-3 hijriyyah. Hal itu bisa kita lihat pada hal berikut. ( )
1. Banyak dikarang kitab-kitab hadis yang sampai sekarang diakui sebagai kitab hadis yang jadi pegangan umat Islam seperti:
- Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H)
- Shahih Imam Al-Bukhari (wafat 256 H)
- Shahih Imam Muslim (wafat 261 H)
- Sunan Abi Daud as-Sajistani (wafat 275 H)
- Sunan at-Tirmidizi Abu Isa (wafat 279 H)
- Sunan an-Nasa'i Abu Abdirrahman (wafat 303 H)
- Sunan Ibnu Majah (wafat 275 H).
2. Banyak dikarang kitab-kitab tentang rawi hadis atau yang sering disebut dengan ilmu ar-Rijal, di antaranya:
- Kitab at-Tarikh al-Kabir, at-Tarikh al-Ausath, at-Tarikh as-Shaghir, kitab ad-Dhuafa' karya Imam Bukhari
- Kitab Tarikh Yahya bin Ma’in
- Kitab at-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Saad
- Kitab ad-Dhuafa' karya Imam an-Nasa'i
- Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil karya Imam Ibn Abi Hatim (wafat 327 H)
- Kitab as-Tsiqat karya Ibnu Hibban (wafat 354 H).
3. Banyak dikarang kitab hadits yang berhubungan dengan satu tema saja.
Misalnya kitab hadis yang hanya mengumpulkan hadis-hadis shahih, seperti kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Ada juga kitab yang hanya mengumpulkan hadits-hadits mursal, seperti kitab Al-Marasil karya Imam Abu Daud (wafat 275 H). Ada yang hanya mengumpulkan hadits-hadits nasikh mansukh, seperti Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh karya Imam Ahmad bin Hanbal, an-Nasikh wa al-Mansukh karya Imam Abu Daud.
Sebagian ulama ada yang menulis kitab hadis yang berkaitan tentang hadis-hadis yang sepertinya bertentangan dalam pemahaman antara satu dengan yang lainnya, atau lebih terkenal dengan Mukhtalaf al-Hadits dan Musykil al-Hadits. Sebagaimana kitab Ikhtilaf al-Hadits karya Imam as-Syafi'i (wafat 204 H), Kitab Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits karya Ibnu Quthaibah ad-Dinawari (wafat 276 H) dan lainnya.
Jika kita perhatikan dengan seksama, pada masa ini para ulama terdahulu belum begitu banyak berbicara pada konsep teori dan pengertian-pengertian atau definisi. Sebagai contoh Imam Al-Bukhari (wafat 256 H) dan Imam Muslim (wafat 261 H) belum mendefinisikan dengan jelas apa pengertian hadits shahih, bagaimana kriteria hadits shahih itu. Atau Imam Abu Daud (wafat 275 H) belum mejelaskan definisi jelas mengenai nasikh-mansukh, dan bagaimana cara mengetahuinya.
4. Pada masa ini muncul benih penulisan tentang Ilmu Mushthalah al-Hadits.
Bisa dikatakan ulama yang pertama menulis ilmu mushtalah hadits dalam pengertian saat ini adalah Imam Syafi'i (wafat 204 H) ketika menulis kitab ar-Risalah. Meski kitab itu berbicara mengenai ushul fiqih, tetapi di dalamnya terdapat kaedah-kaedah ilmu hadits seperti syarat-syarat hadis bisa dijadikan hujjah, kehujjahan hadits ahad, syarat-syarat ketsiqahan seorang rawi, hukum meriwayatkan hadits dengan maknanya saja, hukum riwayat hadits rawi mudallis, hukum hadits mursal dan lain sebagainya. ( )
Imam Syafi'i berbicara hal itu dalam kaitan hadis menjadi salah satu sumber hujjah dalam pengambilan hukum. Hal sama juga ditulis oleh Imam Muslim dalam muqaddimah kitab shahihnya. Beliau menuliskan sedikit kaedah-kaedah ilmu mushthalah hadits.
Imam at-Tirmidzi juga menuliskan sedikit pengertian dan kaedah-kaedah ilmu Mushthalah hadits dalam kitabnya al-Ilal as-Shaghir yang beliau letakkan di bagian akhir kitab as-Sunan beliau. Tetapi kitab-kitab tersebut belum bisa disebut kitab Ilmu Musthalah Hadits dalam pengertian secara istilah saat ini. [ ]
Wallahu A'lam
Di bagian kedua ini, Ustaz Hanif Luthfi mengatakan bahwa hadis berkembang pesat pada akhir abad ke-2 sampai pertengahan abad ke-4 Hijriyyah. Banyak muncul ulama hadis pada abad ke-3 hijriyyah. Hal itu bisa kita lihat pada hal berikut. ( )
1. Banyak dikarang kitab-kitab hadis yang sampai sekarang diakui sebagai kitab hadis yang jadi pegangan umat Islam seperti:
- Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H)
- Shahih Imam Al-Bukhari (wafat 256 H)
- Shahih Imam Muslim (wafat 261 H)
- Sunan Abi Daud as-Sajistani (wafat 275 H)
- Sunan at-Tirmidizi Abu Isa (wafat 279 H)
- Sunan an-Nasa'i Abu Abdirrahman (wafat 303 H)
- Sunan Ibnu Majah (wafat 275 H).
2. Banyak dikarang kitab-kitab tentang rawi hadis atau yang sering disebut dengan ilmu ar-Rijal, di antaranya:
- Kitab at-Tarikh al-Kabir, at-Tarikh al-Ausath, at-Tarikh as-Shaghir, kitab ad-Dhuafa' karya Imam Bukhari
- Kitab Tarikh Yahya bin Ma’in
- Kitab at-Thabaqat al-Kubra karya Muhammad bin Saad
- Kitab ad-Dhuafa' karya Imam an-Nasa'i
- Kitab al-Jarh wa at-Ta’dil karya Imam Ibn Abi Hatim (wafat 327 H)
- Kitab as-Tsiqat karya Ibnu Hibban (wafat 354 H).
3. Banyak dikarang kitab hadits yang berhubungan dengan satu tema saja.
Misalnya kitab hadis yang hanya mengumpulkan hadis-hadis shahih, seperti kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Ada juga kitab yang hanya mengumpulkan hadits-hadits mursal, seperti kitab Al-Marasil karya Imam Abu Daud (wafat 275 H). Ada yang hanya mengumpulkan hadits-hadits nasikh mansukh, seperti Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh karya Imam Ahmad bin Hanbal, an-Nasikh wa al-Mansukh karya Imam Abu Daud.
Sebagian ulama ada yang menulis kitab hadis yang berkaitan tentang hadis-hadis yang sepertinya bertentangan dalam pemahaman antara satu dengan yang lainnya, atau lebih terkenal dengan Mukhtalaf al-Hadits dan Musykil al-Hadits. Sebagaimana kitab Ikhtilaf al-Hadits karya Imam as-Syafi'i (wafat 204 H), Kitab Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits karya Ibnu Quthaibah ad-Dinawari (wafat 276 H) dan lainnya.
Jika kita perhatikan dengan seksama, pada masa ini para ulama terdahulu belum begitu banyak berbicara pada konsep teori dan pengertian-pengertian atau definisi. Sebagai contoh Imam Al-Bukhari (wafat 256 H) dan Imam Muslim (wafat 261 H) belum mendefinisikan dengan jelas apa pengertian hadits shahih, bagaimana kriteria hadits shahih itu. Atau Imam Abu Daud (wafat 275 H) belum mejelaskan definisi jelas mengenai nasikh-mansukh, dan bagaimana cara mengetahuinya.
4. Pada masa ini muncul benih penulisan tentang Ilmu Mushthalah al-Hadits.
Bisa dikatakan ulama yang pertama menulis ilmu mushtalah hadits dalam pengertian saat ini adalah Imam Syafi'i (wafat 204 H) ketika menulis kitab ar-Risalah. Meski kitab itu berbicara mengenai ushul fiqih, tetapi di dalamnya terdapat kaedah-kaedah ilmu hadits seperti syarat-syarat hadis bisa dijadikan hujjah, kehujjahan hadits ahad, syarat-syarat ketsiqahan seorang rawi, hukum meriwayatkan hadits dengan maknanya saja, hukum riwayat hadits rawi mudallis, hukum hadits mursal dan lain sebagainya. ( )
Imam Syafi'i berbicara hal itu dalam kaitan hadis menjadi salah satu sumber hujjah dalam pengambilan hukum. Hal sama juga ditulis oleh Imam Muslim dalam muqaddimah kitab shahihnya. Beliau menuliskan sedikit kaedah-kaedah ilmu mushthalah hadits.
Imam at-Tirmidzi juga menuliskan sedikit pengertian dan kaedah-kaedah ilmu Mushthalah hadits dalam kitabnya al-Ilal as-Shaghir yang beliau letakkan di bagian akhir kitab as-Sunan beliau. Tetapi kitab-kitab tersebut belum bisa disebut kitab Ilmu Musthalah Hadits dalam pengertian secara istilah saat ini. [ ]
Wallahu A'lam
(rhs)