Imam Sari As-Saqathi, 30 tahun Beristighfar karena Ucapan Alhamdulillah
Rabu, 28 Oktober 2020 - 08:05 WIB
Imam Sari as-Saqathi (wafat 253 H/867 M dalam usia 98 tahun) adalah ulama sufi terkemuka di Baghdad. Beliau adalah guru sekaligus paman Imam Junaid Al-Baghdadi , ulama sufi masyhur dalam kajian tasawuf.
Nama lengkap beliau adalah Abul-Hasan Sarri ibn al-Mughilis as-Saqathi. Beliau adalah murid Imam Ma'ruf Al-Karkhy. Beliau dikenal sebagai ulama besar dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang belum ditemukan bandingannya. Beliau menguasai ilmu hadits, fikih, ilmu sejarah, tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau ahli ilmu yang juga ahli amal serta gemar menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. ( )
Dalam "Warisan Para Aulia" Fariduddin Al-Attar, Imam Junaid Al-Baghdadi pernah berkata: "Aku tidak melihat seorang yang lebih hebat ibadahnya daripada Syeikh Sari as-Saqathi." Selama 98 tahun beliau tidak pernah berbaring kecuali pada saat sakit jelang wafatnya.Artinya, Sari as-Saqathi senantiasa beribadah kepada Allah baik siang atau malam hari. Beliau tidur dalam keadaan duduk, sehingga wudhunya tidak batal. Beliau mendapat julukan dari masyarakat dan muridnya, Al-Mughilis karena beliau tidak pernah keluar rumah kecuali hanya untuk beribadah.
Imam Sari al-Saqathi pernah berkata: "Sudah 30 tahun aku beristighfar kepada Allah hanya karena ucapan Alhamdulillah yang pernah kuucapkan dahulu." Tentu hal ini membuat banyak orang bingung sehingga bertanya kepadanya: "Bagaimana itu bisa terjadi?"
Imam Sari berkata: "Saat itu aku memiliki toko di Baghdad. Lalu suatu hari aku mendengar berita bahwa pasar Baghdad hangus terbakar dan tokoku berada di pasar tersebut. Aku bergegas ke sana untuk memastikan apakah tokoku terbakar atau tidak. Seseorang lalu memberitahuku, "Api tidak membakar tokomu".
Aku pun berseru, "Alhamdulillah!" Namun tak lama kemudian aku pun berpikir, "Apakah hanya engkau saja yang berada di dunia ini? Walaupun tokomu tidak terbakar, bukankah toko-toko orang lain banyak yang terbakar. Ucapan Alhamdulilah menunjukkan bahwa engkau bersyukur bahwa api tidak membakar tokomu. Namun lantas engkau telah rela toko-toko orang lain terbakar, asalkan tokomu tidak terbakar! Lalu aku pun terus berkata kepada diriku sendiri."
"Tidak adakah sedikitpun perasaan sedih di hatimu atas musibah yang menimpa banyak orang, wahai Sari?" Di sini beliau teringat hadis Nabi : "Barang siapa melewatkan waktu paginya tanpa memerhatikan urusan kaum muslimin, niscaya bukanlah ia termasuk dari kaum muslimin". Sudah 30 tahun aku beristighfar atas ucapan Alhamdulillah itu.
Akhirnya harta bendanya yang tersisa dikeluarkan dan dibagikan kepada masyarakat yang terkena musibah, terutama untuk anak yatim dan fakir miskin.
Renungan Imam Sari al-Saqathi 30 tahun lalu merupakan satu contoh sifat mementingkan diri sendiri. Cinta kepada diri sendiri meniadakan segala bentuk perhatian pada orang lain. Dunia hanya dipandang dari apa yang dia peroleh. Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga betapa Imam Sari As-Saqathi sangat peduli terhadap kaum muslimin. ( )
Peringatan Maulid Nabi
Imam Sari As-Saqathi memiliki perhatian luar biasa besar terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Suatu hari, beliau pernah menuturkan:
"Barang siapa mendatangi tempat yang dibacakan Maulid Nabi, maka ia telah mendatangi taman Surga. Sebab, tujuannya mendatangi majelis itu tak lain ialah untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم."
Sedangkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Barangsiapa mencintaiku, maka dia bersamaku di Surga ". (Abu Bakar Bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I'anathuth Thalibin Darul Fikr, juz 3, hal 255)
Imam Sari Saqathi al-Mughilis adalah sosok guru yang luar biasa bagi murid-muridnya. Beliau sangat peduli kesejahteraan sesama. Tidak pernah makan kecuali bersama fakir miskin. Tidak pernah meminta tetapi tidak pernah menolak jika diberi. Mudah bergaul dengan berbagai kalangan, dekat dengat rakyat dan disegani pejabat.
Begitu istimewanya beliau yang tak pernah memanfaatkan sedikitpun kedekatannya dengan pejabat untuk kepentingan duniawi. Sebut saja Ahmad Yazid, raja masa itu yang berubah akhlaknya menjadi raja yang mencintai kesalehan setelah mendengarkan khutbah Imam Sari as-Saqathi.
Imam Sari as-Saqathi pernah berpesan kepada Imam Junaid Al-Baghdadi , saat Al-Junaidi menanyakan jalan pintas agar masuk surga . Imam Sari kemudian menjelaskan cara pintas agar mudah masuk ke surga yaitu jangan meminta dan jangan mengharapkan sesuatu pun dari seseorang. Juga jangan menahan sesuatupun untuk diberikan kepada orang lain. ( )
Wallahu A'lam
Nama lengkap beliau adalah Abul-Hasan Sarri ibn al-Mughilis as-Saqathi. Beliau adalah murid Imam Ma'ruf Al-Karkhy. Beliau dikenal sebagai ulama besar dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang belum ditemukan bandingannya. Beliau menguasai ilmu hadits, fikih, ilmu sejarah, tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau ahli ilmu yang juga ahli amal serta gemar menghabiskan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta'ala. ( )
Dalam "Warisan Para Aulia" Fariduddin Al-Attar, Imam Junaid Al-Baghdadi pernah berkata: "Aku tidak melihat seorang yang lebih hebat ibadahnya daripada Syeikh Sari as-Saqathi." Selama 98 tahun beliau tidak pernah berbaring kecuali pada saat sakit jelang wafatnya.Artinya, Sari as-Saqathi senantiasa beribadah kepada Allah baik siang atau malam hari. Beliau tidur dalam keadaan duduk, sehingga wudhunya tidak batal. Beliau mendapat julukan dari masyarakat dan muridnya, Al-Mughilis karena beliau tidak pernah keluar rumah kecuali hanya untuk beribadah.
Imam Sari al-Saqathi pernah berkata: "Sudah 30 tahun aku beristighfar kepada Allah hanya karena ucapan Alhamdulillah yang pernah kuucapkan dahulu." Tentu hal ini membuat banyak orang bingung sehingga bertanya kepadanya: "Bagaimana itu bisa terjadi?"
Imam Sari berkata: "Saat itu aku memiliki toko di Baghdad. Lalu suatu hari aku mendengar berita bahwa pasar Baghdad hangus terbakar dan tokoku berada di pasar tersebut. Aku bergegas ke sana untuk memastikan apakah tokoku terbakar atau tidak. Seseorang lalu memberitahuku, "Api tidak membakar tokomu".
Aku pun berseru, "Alhamdulillah!" Namun tak lama kemudian aku pun berpikir, "Apakah hanya engkau saja yang berada di dunia ini? Walaupun tokomu tidak terbakar, bukankah toko-toko orang lain banyak yang terbakar. Ucapan Alhamdulilah menunjukkan bahwa engkau bersyukur bahwa api tidak membakar tokomu. Namun lantas engkau telah rela toko-toko orang lain terbakar, asalkan tokomu tidak terbakar! Lalu aku pun terus berkata kepada diriku sendiri."
"Tidak adakah sedikitpun perasaan sedih di hatimu atas musibah yang menimpa banyak orang, wahai Sari?" Di sini beliau teringat hadis Nabi : "Barang siapa melewatkan waktu paginya tanpa memerhatikan urusan kaum muslimin, niscaya bukanlah ia termasuk dari kaum muslimin". Sudah 30 tahun aku beristighfar atas ucapan Alhamdulillah itu.
Akhirnya harta bendanya yang tersisa dikeluarkan dan dibagikan kepada masyarakat yang terkena musibah, terutama untuk anak yatim dan fakir miskin.
Renungan Imam Sari al-Saqathi 30 tahun lalu merupakan satu contoh sifat mementingkan diri sendiri. Cinta kepada diri sendiri meniadakan segala bentuk perhatian pada orang lain. Dunia hanya dipandang dari apa yang dia peroleh. Dari kisah tersebut, kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran berharga betapa Imam Sari As-Saqathi sangat peduli terhadap kaum muslimin. ( )
Peringatan Maulid Nabi
Imam Sari As-Saqathi memiliki perhatian luar biasa besar terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Suatu hari, beliau pernah menuturkan:
"Barang siapa mendatangi tempat yang dibacakan Maulid Nabi, maka ia telah mendatangi taman Surga. Sebab, tujuannya mendatangi majelis itu tak lain ialah untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم."
Sedangkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Barangsiapa mencintaiku, maka dia bersamaku di Surga ". (Abu Bakar Bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, I'anathuth Thalibin Darul Fikr, juz 3, hal 255)
Imam Sari Saqathi al-Mughilis adalah sosok guru yang luar biasa bagi murid-muridnya. Beliau sangat peduli kesejahteraan sesama. Tidak pernah makan kecuali bersama fakir miskin. Tidak pernah meminta tetapi tidak pernah menolak jika diberi. Mudah bergaul dengan berbagai kalangan, dekat dengat rakyat dan disegani pejabat.
Begitu istimewanya beliau yang tak pernah memanfaatkan sedikitpun kedekatannya dengan pejabat untuk kepentingan duniawi. Sebut saja Ahmad Yazid, raja masa itu yang berubah akhlaknya menjadi raja yang mencintai kesalehan setelah mendengarkan khutbah Imam Sari as-Saqathi.
Imam Sari as-Saqathi pernah berpesan kepada Imam Junaid Al-Baghdadi , saat Al-Junaidi menanyakan jalan pintas agar masuk surga . Imam Sari kemudian menjelaskan cara pintas agar mudah masuk ke surga yaitu jangan meminta dan jangan mengharapkan sesuatu pun dari seseorang. Juga jangan menahan sesuatupun untuk diberikan kepada orang lain. ( )
Wallahu A'lam
(rhs)