Simak Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (Bagian 4)
Minggu, 13 Desember 2020 - 11:44 WIB
Di ambang kematiannya , Ibnu al-Munkadir menangis. Ia ditanya, "Kenapa engkau menangis?" Jawabnya, "Demi Allah, aku tidak menangisi suatu dosa yang dengan sadar sudah terlanjur aku lakukan. Tetapi aku takut melakukan sesuatu yang aku kira remeh, padahal sangat serius di sisi Allah."
Ketika Amir bin Abdul Qais merasa ajalnya segera tiba, ia menangis. "Kenapa engkau menangis?" tanya seorang sahabatnya. Ia menjawab, "Demi Allah! Aku menangis bukan karena takut mati, dan juga bukan karena rakus terhadap dunia. Tetapi aku menangisi terlambat merasakan haus di tengah terik siang hari, dan merasakan beratnya melakukan shalat malam di tengah udara yang dingin."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang-orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 1)]
Ketika hendak meninggal dunia , Fudhail jatuh pingsan. Sesaat kemudian ia siuman. Begitu membuka mata, ia berkata, "Aduh, alangkah jauhnya perjalanan yang akan aku tempuh. Namun alangkah sedikitnya bekal yang aku bawa."
Dan ketika maut hendak menjemput Ibnu al-Mubarak, ia berkata kepada budaknya, Nashr, "Letakkan kepalaku di atas tanah." Nashr menangis. Dan ketika ditanya kenapa menangis, ia menjawab, "Aku teringat pada kenikmatan-kenikmatan yang ada padamu. Tetapi sekarang aku lihat engkau meninggal dunia dalam keadaan miskin dan terkucil."
Ibnu al-Mubarak berkata, "Diamlah! Aku sudah berdoa kepada Allah semoga Dia menghidupkan aku sebagai orang kaya dan menjadikan aku mati sebagai seorang miskin." Lebih lanjut ia berkata, "Tuntunlah aku mengucapkan kalimat syahadat, dan jangan mengulanginya kecuali jika aku memintanya."
Atha' bin Yasaar berkata, "Iblis muncul di hadapan seseorang yang hendak meninggal dunia , dan berkata kepadanya, 'Kamu selamat!' Tapi orang itu justru berkata, "Aku justru belum selamat dari godaanmu."
Seorang ulama menangis saat ajalnya hampir tiba. la ditanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Ia menjawab, "Sebuah ayat dalam Kitabullah, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."
Pada suatu hari Al-Hasan al-Bashri menjenguk seseorang yang akan meninggal dunia . Ia berkata, "Sungguh, sesuatu yang awalnya seperti ini maka akhirnya patut ditakuti. Dan sesuatu yang akhirnya seperti ini, maka awalnya harus dijalani dengan kehidupan yang zuhud."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 2)]
Al-Jariri mengungkapkan, "Aku ada saat Al-Junaid sedang menghadapi sakaratul maut . Saat itu hari Jumat, dan bertepatan dengan hari Nairuz. Ia sedang membaca Al-Qur'an sampai selesai. Aku bertanya kepadanya, 'Engkau akan mati dalam keadaan seperti ini, wahai Abui Qasim?' Ia menjawab, 'Kan ada yang lebih berhak atas hal ini daripada aku. Dia-lah yang berkuasa menutup catatan amalku."
Ruwaim mengatakan, "Aku menyaksikan saat-saat kritis Abu Sa'id al-Kharraz. Ia melantunkan syair:
"Kerinduan hati para Arifin adalah kepada zikir.
Zikir mereka dalam munajat adalah demi sebuah rahasia.
Gelas-gelas kematian diedarkan di antara mereka.
Lalu mereka berpaling dari dunia sebagai ungkapan syukur.
Hasrat mereka berputar-putar mengitari markas para perindu Tuhan.
Laksana gugusan bintang-bintang yang terang.
Jasad mereka terbujur mati sebagai korban cintanya.
Dan arwah mereka terhalang menembus ketinggian bintang kejora.
Keinginan mereka hanyalah bisa berada di dekat Sang Kekasih.
karena di sanalah mereka terjauh dari sengsara dan nestapa."
Ketika diberitahu bahwa Abu Sa'id al-Kharraz nampak amat gembira saat ajalnya sudah dekat, Al-Junaid mengatakan, "Itu tidaklah aneh. Ruhnya terbang melayang karena telah rindu kepada Tuhannya."
[Baca Juga: Begini Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (3)]
(Bersambung)!
Sumber:
Dibalik Tabir Kematian karya Imam Al-Ghazali
Ketika Amir bin Abdul Qais merasa ajalnya segera tiba, ia menangis. "Kenapa engkau menangis?" tanya seorang sahabatnya. Ia menjawab, "Demi Allah! Aku menangis bukan karena takut mati, dan juga bukan karena rakus terhadap dunia. Tetapi aku menangisi terlambat merasakan haus di tengah terik siang hari, dan merasakan beratnya melakukan shalat malam di tengah udara yang dingin."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang-orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 1)]
Ketika hendak meninggal dunia , Fudhail jatuh pingsan. Sesaat kemudian ia siuman. Begitu membuka mata, ia berkata, "Aduh, alangkah jauhnya perjalanan yang akan aku tempuh. Namun alangkah sedikitnya bekal yang aku bawa."
Dan ketika maut hendak menjemput Ibnu al-Mubarak, ia berkata kepada budaknya, Nashr, "Letakkan kepalaku di atas tanah." Nashr menangis. Dan ketika ditanya kenapa menangis, ia menjawab, "Aku teringat pada kenikmatan-kenikmatan yang ada padamu. Tetapi sekarang aku lihat engkau meninggal dunia dalam keadaan miskin dan terkucil."
Ibnu al-Mubarak berkata, "Diamlah! Aku sudah berdoa kepada Allah semoga Dia menghidupkan aku sebagai orang kaya dan menjadikan aku mati sebagai seorang miskin." Lebih lanjut ia berkata, "Tuntunlah aku mengucapkan kalimat syahadat, dan jangan mengulanginya kecuali jika aku memintanya."
Atha' bin Yasaar berkata, "Iblis muncul di hadapan seseorang yang hendak meninggal dunia , dan berkata kepadanya, 'Kamu selamat!' Tapi orang itu justru berkata, "Aku justru belum selamat dari godaanmu."
Seorang ulama menangis saat ajalnya hampir tiba. la ditanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Ia menjawab, "Sebuah ayat dalam Kitabullah, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."
Pada suatu hari Al-Hasan al-Bashri menjenguk seseorang yang akan meninggal dunia . Ia berkata, "Sungguh, sesuatu yang awalnya seperti ini maka akhirnya patut ditakuti. Dan sesuatu yang akhirnya seperti ini, maka awalnya harus dijalani dengan kehidupan yang zuhud."
[Baca Juga: Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Menjelang Ajalnya (Bagian 2)]
Al-Jariri mengungkapkan, "Aku ada saat Al-Junaid sedang menghadapi sakaratul maut . Saat itu hari Jumat, dan bertepatan dengan hari Nairuz. Ia sedang membaca Al-Qur'an sampai selesai. Aku bertanya kepadanya, 'Engkau akan mati dalam keadaan seperti ini, wahai Abui Qasim?' Ia menjawab, 'Kan ada yang lebih berhak atas hal ini daripada aku. Dia-lah yang berkuasa menutup catatan amalku."
Ruwaim mengatakan, "Aku menyaksikan saat-saat kritis Abu Sa'id al-Kharraz. Ia melantunkan syair:
"Kerinduan hati para Arifin adalah kepada zikir.
Zikir mereka dalam munajat adalah demi sebuah rahasia.
Gelas-gelas kematian diedarkan di antara mereka.
Lalu mereka berpaling dari dunia sebagai ungkapan syukur.
Hasrat mereka berputar-putar mengitari markas para perindu Tuhan.
Laksana gugusan bintang-bintang yang terang.
Jasad mereka terbujur mati sebagai korban cintanya.
Dan arwah mereka terhalang menembus ketinggian bintang kejora.
Keinginan mereka hanyalah bisa berada di dekat Sang Kekasih.
karena di sanalah mereka terjauh dari sengsara dan nestapa."
Ketika diberitahu bahwa Abu Sa'id al-Kharraz nampak amat gembira saat ajalnya sudah dekat, Al-Junaid mengatakan, "Itu tidaklah aneh. Ruhnya terbang melayang karena telah rindu kepada Tuhannya."
[Baca Juga: Begini Ucapan Para Khalifah dan Orang Saleh Jelang Ajalnya (3)]
(Bersambung)!
Sumber:
Dibalik Tabir Kematian karya Imam Al-Ghazali
(rhs)