Hidup Mengalami Takdir Buruk, Bagaimana Menyikapinya?
Rabu, 23 Desember 2020 - 06:19 WIB
Hidup manusia di dunia sudah ditentukan dan ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada dua ketentuan atau takdir yang diterima setiap mahkluk Allah ini, yakni takdir baik dan takdir buruk. Bagaimana sikap seorang muslim terhadap ketentuan takdir ini?
Segala takdir bagi seorang muslim hendaknya dipercaya hanya dari Allah semata. Baik tadir baik maupun takdir yang buruk. Namun demikian, janganlah kita beranggapan bahwa keburukan itu bagian dari Allah, karena tidak ada satupun keburukan yang terdapat pada diri Allah. Tidak boleh satupun keburukan disandarkan pada dzat, nama, sifat, dan perbuatan-Nya.
(Baca juga : Selain Merupakan Sifat Para Nabi, Inilah Manfaat Dahsyat Bersyukur )
Lantas, bagaimana seharusnya sikap seorang muslim saat mengalami takdir buruk? Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya 'Al Fawaid' menjelaskan, “Jika sebuah takdir yang buruk meninpa seorang hamba, maka ia memiliki enam sikap dan sisi pandang". Apa saja sikap dan sisi pandang tersebut?
1. Pandangan tauhid
Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki, dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak pasti terjadi.
Seorang mukmin hendaknya meyakni bahwa segala yang terjadi dalam hidupnya telah Allah tetapkan padanya, baik atau buruk. Yakinlah bahwa setiap yang Allah tetapkan punya hikmah di baliknya, yang mungkin nanti akan kita ketahui atau tidak.
Ketika menghadapi sebuah musibah, misalnya bencana, didzalimi, atau difitnah orang lain, maka pandanglah dalam kacamata tauhid tadi. “Bahwasanya Allah telah memilih saya untuk jadi korban musibah ini. Saya tidak akan memprotes takdir.”
(Baca juga: Sosok Siti Aminah, Perempuan Mulia Ibunda Nabi SAW )
Sehingga pada saat tertimpa musibah, seorang hamba akan menerimanya dengan lapang dada dan menggantungkan harapannya semata hanya kepada Allah. Selain itu, cara pandang seperti ini akan meningkatkan ketaqwaan kita sebagai hamba kepada Allah.
2.Pandangan keadilan
Sebaik-baiknya keadilan adalah keadilan dari Allah Subahanahu wa ta’ala. Bahwasanya setiap kejadian yang telah ditakdirkan pada seorang hamba, pastilah yang paling adil dari sisi Allah. Perlu diingatkan pula bahwa Allah tidak pernah berbuat dzalim kepada hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
“Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS Fushshilat: 46).
(Baca juga: Ibu Adalah Karomah bagi Anak-anaknya )
Kemudian Allah juga berfirman,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)” (QS Asy-Syuuraa: 30).
3. Pandangan kasih sayang
Bahwa rahmat Allah dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaan-Nya yang keras, serta rahmat-Nya memenuhinya. Jikalau memang takdir buruk tersebut merupakan tanda murkanya Allah kepada hamba-Nya, maka yakinlah bahwa ada rahmat dan kasih sayang Allah yang lebih besar daripada kemuraan-Nya. Bahwa kasih sayangnya tersebut mampu mengalahkan murka-Nya.
(Baca juga: AS Beri Indonesia Miliaran Dollar Jika Normalisasi dengan Israel )
Allah Ta'ala berfirman,
وَٱكْتُبْ لَنَا فِى هَٰذِهِ ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ إِنَّا هُدْنَآ إِلَيْكَ ۚ قَالَ عَذَابِىٓ أُصِيبُ بِهِۦ مَنْ أَشَآءُ ۖ وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ ۚ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بِـَٔايَٰتِنَا يُؤْمِنُونَ
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS Al Araf: 156).
Dalam salah satu hadis disebutkan,
“Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4.Pandangan hikmah
Hikmah-Nya menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.
(Baca juga: Menko Airlangga Pede Ekonomi RI Tahun 2021 Capai 5,5% )
Ada alasan di balik tiap peristiwa. Di situlah hikmah Allah berada. Sayangnya, hikmah dan alasan tersebut tidak selalu diketahui oleh seorang hamba. Walau demikian, ketidaktahuan ini janganlah jadi penghalangan bagi kita agar senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Sebagaimana kita tahu, Allah Maha Bijaksana dalam menetapkan takdir bagi tiap makhluknya.
Allah Ta'ala berfirman,
اَفَحَسِبۡتُمۡ اَنَّمَا خَلَقۡنٰكُمۡ عَبَثًا وَّاَنَّكُمۡ اِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُوۡنَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminuun: 115).
Allah juga befirman,
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS Al-Qiyaamah: 36).
(Baca juga: Barcelona Hajar Valladolid, Lionel Messi Cetak Sejarah )
5.Pandangan pujian
Bahwa Allah Ta'ala terpuji dengan pujian sempurna atas penakdiran kejadian tersebut, dari segala sisi.
Maksudnya, Allah terpuji dari segala sisi, terpuji dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya. Termasuk juga terpuji dalam menakdirkan suatu takdir yang pahit, karena takdir tersebut berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
دَعْوَىٰهُمْ فِيهَا سُبْحَٰنَكَ ٱللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَٰمٌ ۚ وَءَاخِرُ دَعْوَىٰهُمْ أَنِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (QS Yunus: 10).
6. Pandangan peribadatan
Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekadar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
(Baca juga: Reshuffle Dinilai Lebih Kuat Muatan Politis, Ini Alasannya )
Seorang mukmin hendaknya meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah sehingga ia percaya bahwa Allah berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun. Ia ridha dengan segala pengaturan dan takdir yang diputukan atasnya. Sikap seperti inilah yang dimaksud benar-benar menghamba kepada Allah semata.
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang mukmin sadar bahwa dirinya seorang hamba yang dituntut untuk mempersembahkan ibadahnya dan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, seorang hamba tetap dituntut untuk peribadah dan menyembah kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS Maryam: 93).
Wallahu ‘alam.
Segala takdir bagi seorang muslim hendaknya dipercaya hanya dari Allah semata. Baik tadir baik maupun takdir yang buruk. Namun demikian, janganlah kita beranggapan bahwa keburukan itu bagian dari Allah, karena tidak ada satupun keburukan yang terdapat pada diri Allah. Tidak boleh satupun keburukan disandarkan pada dzat, nama, sifat, dan perbuatan-Nya.
(Baca juga : Selain Merupakan Sifat Para Nabi, Inilah Manfaat Dahsyat Bersyukur )
Lantas, bagaimana seharusnya sikap seorang muslim saat mengalami takdir buruk? Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya 'Al Fawaid' menjelaskan, “Jika sebuah takdir yang buruk meninpa seorang hamba, maka ia memiliki enam sikap dan sisi pandang". Apa saja sikap dan sisi pandang tersebut?
1. Pandangan tauhid
Bahwa Allahlah yang menakdirkan, menghendaki, dan menciptakan kejadian tersebut. Segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak Allah kehendaki tidak pasti terjadi.
Seorang mukmin hendaknya meyakni bahwa segala yang terjadi dalam hidupnya telah Allah tetapkan padanya, baik atau buruk. Yakinlah bahwa setiap yang Allah tetapkan punya hikmah di baliknya, yang mungkin nanti akan kita ketahui atau tidak.
Ketika menghadapi sebuah musibah, misalnya bencana, didzalimi, atau difitnah orang lain, maka pandanglah dalam kacamata tauhid tadi. “Bahwasanya Allah telah memilih saya untuk jadi korban musibah ini. Saya tidak akan memprotes takdir.”
(Baca juga: Sosok Siti Aminah, Perempuan Mulia Ibunda Nabi SAW )
Sehingga pada saat tertimpa musibah, seorang hamba akan menerimanya dengan lapang dada dan menggantungkan harapannya semata hanya kepada Allah. Selain itu, cara pandang seperti ini akan meningkatkan ketaqwaan kita sebagai hamba kepada Allah.
2.Pandangan keadilan
Sebaik-baiknya keadilan adalah keadilan dari Allah Subahanahu wa ta’ala. Bahwasanya setiap kejadian yang telah ditakdirkan pada seorang hamba, pastilah yang paling adil dari sisi Allah. Perlu diingatkan pula bahwa Allah tidak pernah berbuat dzalim kepada hamba-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
مَّنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰمٍ لِّلْعَبِيدِ
“Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS Fushshilat: 46).
(Baca juga: Ibu Adalah Karomah bagi Anak-anaknya )
Kemudian Allah juga berfirman,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan kalian)” (QS Asy-Syuuraa: 30).
3. Pandangan kasih sayang
Bahwa rahmat Allah dalam peristiwa pahit tersebut mengalahkan kemurkaan dan siksaan-Nya yang keras, serta rahmat-Nya memenuhinya. Jikalau memang takdir buruk tersebut merupakan tanda murkanya Allah kepada hamba-Nya, maka yakinlah bahwa ada rahmat dan kasih sayang Allah yang lebih besar daripada kemuraan-Nya. Bahwa kasih sayangnya tersebut mampu mengalahkan murka-Nya.
(Baca juga: AS Beri Indonesia Miliaran Dollar Jika Normalisasi dengan Israel )
Allah Ta'ala berfirman,
وَٱكْتُبْ لَنَا فِى هَٰذِهِ ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ إِنَّا هُدْنَآ إِلَيْكَ ۚ قَالَ عَذَابِىٓ أُصِيبُ بِهِۦ مَنْ أَشَآءُ ۖ وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ ۚ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلَّذِينَ هُم بِـَٔايَٰتِنَا يُؤْمِنُونَ
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS Al Araf: 156).
Dalam salah satu hadis disebutkan,
“Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4.Pandangan hikmah
Hikmah-Nya menuntut menakdirkan kejadian itu, tidaklah Dia menakdirkan begitu saja tanpa tujuan dan tidaklah pula Dia memutuskan suatu ketentuan takdir dengan tanpa hikmah.
(Baca juga: Menko Airlangga Pede Ekonomi RI Tahun 2021 Capai 5,5% )
Ada alasan di balik tiap peristiwa. Di situlah hikmah Allah berada. Sayangnya, hikmah dan alasan tersebut tidak selalu diketahui oleh seorang hamba. Walau demikian, ketidaktahuan ini janganlah jadi penghalangan bagi kita agar senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Sebagaimana kita tahu, Allah Maha Bijaksana dalam menetapkan takdir bagi tiap makhluknya.
Allah Ta'ala berfirman,
اَفَحَسِبۡتُمۡ اَنَّمَا خَلَقۡنٰكُمۡ عَبَثًا وَّاَنَّكُمۡ اِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُوۡنَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminuun: 115).
Allah juga befirman,
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS Al-Qiyaamah: 36).
(Baca juga: Barcelona Hajar Valladolid, Lionel Messi Cetak Sejarah )
5.Pandangan pujian
Bahwa Allah Ta'ala terpuji dengan pujian sempurna atas penakdiran kejadian tersebut, dari segala sisi.
Maksudnya, Allah terpuji dari segala sisi, terpuji dzat, nama, sifat, maupun perbuatan-Nya. Termasuk juga terpuji dalam menakdirkan suatu takdir yang pahit, karena takdir tersebut berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
دَعْوَىٰهُمْ فِيهَا سُبْحَٰنَكَ ٱللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَٰمٌ ۚ وَءَاخِرُ دَعْوَىٰهُمْ أَنِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Do’a mereka di dalamnya ialah subhanakallahumma dan salam penghormatan mereka ialah salam. Dan penutup doa mereka ialah segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.” (QS Yunus: 10).
6. Pandangan peribadatan
Bahwa orang yang menjalani takdir yang buruk itu adalah sekadar hamba semata dari segala sisi, maka berlaku atasnya hukum-hukum Sang Pemiliknya, dan berlaku pula takdir-Nya atasnya sebagai milik dan hamba-Nya, maka Dia mengaturnya di bawah hukum takdir-Nya sebagaimana mengaturnya pula di bawah hukum Syar’i-Nya. Jadi, orang tersebut merupakan hamba yang berlaku atasnya hukum-hukum ini semuanya.
(Baca juga: Reshuffle Dinilai Lebih Kuat Muatan Politis, Ini Alasannya )
Seorang mukmin hendaknya meyakini bahwa ia hanyalah milik Allah sehingga ia percaya bahwa Allah berhak mengaturnya dengan bentuk pengaturan bagaimanapun. Ia ridha dengan segala pengaturan dan takdir yang diputukan atasnya. Sikap seperti inilah yang dimaksud benar-benar menghamba kepada Allah semata.
Dalam keadaan bagaimanapun, seorang mukmin sadar bahwa dirinya seorang hamba yang dituntut untuk mempersembahkan ibadahnya dan penghambaan kepada Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam keadaan senang dan lapang, seorang hamba tetap dituntut untuk peribadah dan menyembah kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman,
إِن كُلُّ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ إِلَّآ ءَاتِى ٱلرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS Maryam: 93).
Wallahu ‘alam.
(wid)