Sosok Siti Aminah, Perempuan Mulia Ibunda Nabi SAW

Selasa, 22 Desember 2020 - 15:05 WIB
loading...
Sosok Siti Aminah, Perempuan Mulia Ibunda Nabi SAW
Pada saat melahirkan Nabi Muhammad, yakni pada 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah, Aminah tidak merasakan nyeri dan sakit sebagaimana perempuan yang tengah melahirkan. Foto ilustrasi/ist
A A A
Sosok ibu teramat mulia. Apalagi seorang ibu yang melahirkan manusia yang sangat mulia di bumi dan langit yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibu seorang kekasih Allah, beliau bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zahrah bin Kilab. Perempuan yang kerap dipanggil Siti Aminah, yang merupakan seorang keturunan Quraisy. Beliau lahir di Bani Zuhrah dan tumbuh besar di dekat Baitul Atiq.

(Baca juga: Adakah Jihad Perempuan di Era Kekinian? )

Dirangkum dari berbagai sumber, ayah Siti Aminah yakni Wahab bin Abdul Manaf merupakan pemimpin Bani Zahrah yang memiliki nasab dan keturunan yang tinggi. Begitu pula dengan Siti Aminah. Sementara ibunda Aminah bernama Barrah binti Abdul Uzza. Walau hidup dari keluarga yang cukup terpandang , sejak dini Sayyidah Aminah hidup dengan cara sederhana. Bahkan Aminah lahir di sebuah rumah kuno.

Aminah kecil merupakan sosok yang aktif dan cerdas . Ia kerap datang ke Kakbah untuk menyaksikan orang-orang sedang bertawaf atau sekedar melepas dahaga dengan minum air zam-zam. Tak jarang Aminah bersama teman-temannya masuk ke Baitul haram untuk melihat makam Nabi Ibrahim dan sumur Zamzam. Aminah bahkan pernah meminum airnya.

(Baca juga: Inilah Sayembara Setan : Memisahkan Antara Suami Istri )

Saat itu masih banyak berhala yang diletakkan di sekitar Kakbah. Keyakinan orang Quraisy dulu bahwa berhala-berhala tersebut dapat medatangkan keberkahan serta keselamatan bagi mereka. Mereka menyembah berhala dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.

Tradisi tersebut justru membuat Aminah kecil heran. Ia justru ragu patung-patung yang dibuat oleh tangan manusia tersebut mampu memenuhi dan melindungi pembuatnya sendiri. Baginya, berhala tersebut tidak memberi manfaat bagi orang-orang sekitar.

Aminah kemudian tumbuh menjadi remaja. Pada suatu riwayat, dikisahkan bahwa Aminah sudah mengenal Abdullah sebelum habis masa kanak-kanaknya. Aminah dan Abdullah yang kemudian menjadi suaminya tersebut sering bertemu di bukit-bukit antara Mekkah. Bukit tersebut merupakan tempat berkumpulnya para pemimpin kabilah Quraisy setiap kali ditimpa musibah.

(Baca juga: Tiga Amalan Agar Terhindar Dari Penyakit Malas Beribadah )

Tak lama setelah itu, Aminah menunjukkan tanda-tanda kedewasaan. Seperti budaya orang Arab zaman dulu, perempuan dipingit dan tidak dibiarkan keluar rumah tanpa alasan yang penting. Di saat yang sama, Abdullah juga turut beranjak dewasa.

Di saat anak-anaknya mulai dewasa, para pemimpin kabilah Quraisy ini berlomba-lomba menikahkan anak mereka dengan keturunan yang mulia nasabnya. Oleh sebab itu, Abdul Mutahlib memilih Aminah untuk dijadikan mantunya.

Setelah khitbah dan melangsungkan pernikahan, Aminah dan Abdullah tinggal di Makkah. Di sini, Aminah mulai mengandung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(Baca juga: Ketimbang Yahya Staquf, Agus Maftuh Lebih Berpeluang Gantikan Fachrul Razi )

Saat Aminah mengandung beberapa bulan, Abdul Muthalib meminta Abdullah untuk melakukan perjalanan bisnis ke Madinah dan Syam. Sekembalinya dari Syam menuju Madinah, Abdulullah jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia. Jenazahnya dikuburkan di kediaman Al Nabighag Al Dzibyani.

Kepada sang istri, Abdullah mewariskan lima ekor unta, beberapa kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummi Aiman.

Mendengar kabar wafatnya sang suami tentu membuah Siti Aminah dilanda kesedihan. Walau demikian, ia tetap harus melahirkan cabang bayinya tersebut. Mengutip dari beberapa riwayat, dikisahkan bahwa Aminah mengalami kejadian-kejadian istimewa selama 12 hari sebelum melahirkan putranya. Yang paling mahsyur adalah kisah munculnya cahaya terang di malam hari kelahiran sang nabi. Ada juga yang mengatakan bahwa Aminah sempat bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim dan mendapat bisikan malaikat.

(Baca juga: IHSG Diramal Tembus Benteng 6.200 )

Pada saat melahirkan Nabi Muhammad, yakni pada 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah, Aminah tidak merasakan nyeri dan sakit sebagaimana perempuan yang tengah melahirkan. Nama Muhammad dipilih oleh Abdul Muthalib dengan alasan bahwa nama tersebut tidak seperti nama-nama yang digunakan dahulu. Sang kakek juga berharap cucunya tersebut menjadi orang yang terpuji.

Kebiasaan orang Arab zaman dulu adalah menitipkan bayi-bayi mereka ke daerah dusun untuk disusukan. Oleh sebab itu, sejak kecil Muhammad sudah sudah tinggal di badui dan disapih oleh Halimah. Setidaknya hingga umur tiga tahun, Nabi Muhammad tinggal bersama Halimah dan ketiga saudara sepersusuannya.

(Baca juga: Mutasi Baru COVID-19: Ini 40 Negara Larang Turis asal Inggris, Indonesia Belum )
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2653 seconds (0.1#10.140)