Pandangan Islam Terhadap Syiah dan Ahmadiyah
Rabu, 06 Januari 2021 - 16:33 WIB
Isu mengafirmasi (peneguhan, penegasan) hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia sempat ramai diperbincangkan menyusul adanya wacana yang terlontar dari Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Namun belakangan diklarifikasi oleh Menag.
Gus Yaqut mengatakan, terkait persoalan Syiah dan Ahmadiyah ini, selaku Menag akan mendudukkan persoalan ini dengan semestinya. "Semua warga negara itu kedudukannya sama di muka hukum. Dia mau Syiah, mau Ahmadiyah, mau NU, mau Muhammadiyah, mau siapa pun di depan hukum itu sama," kata Gus Yaqut kepada SINDOnews Minggu lalu (27/12/2020).
(Baca Juga: Jadi Trending Topic, Begini Sejarah Ahmadiyah di Indonesia)
Lalu, bagaimana pandangan Islam terkait Syiah dan Ahmadiyah dan bagaimana status keduanya dalam bingkai kenegaraan?
Menurut Dai lulusan Mesir yang juga pakar ilmu linguistik Arab Ustaz DR Miftah el-Banjary mengatakan, persoalan Syiah dan Ahmadiyyah itu sebenarnya simple saja dan jangan dibuat-buat menjadi alasan politis dan alibi pembenaran seakan-akan mereka terzhalimi dan kelompok mereka harus dilindungi. "Bukan begitu. Solusinya, sebenarnya kembali pada sikap kedua penganut aliran itu. Mau berpegang pada prinsip agama yang mana yang diakui sah oleh perundangan negara kita?" kata Ustaz Miftah.
Ahmadiyyah jelas dalam pengakuan aqidah mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi bagi mereka dan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai seorang nabi akhir zaman. Hal itu jelas keluar dan menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Sebab, ajaran Islam bertumpu pada dua prinsip utama, Syahadatain; Asyhadu alla ilaha illallah wa Asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah (Aku bersaksi tiada ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah).
Jika ada pengingkaran terhadap kedua prinsip di atas, Al-Qur'an secara tegas menyatakan:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS Ali Imran: 85)
Jika atas nama HAM, setiap orang atau setiap kelompok bebas mengakui siapa saja yang menjadi Nabi bagi mereka, selain Nabi Muhammad, maka point utamanya yang harus digarisbawahi bahwa mereka tidak boleh lagi mengatasnamakan diri mereka atau kelompok mereka itu bagian dari agama Islam.
"Jika kemudian kelompok semacam ini telah melakukan verifikasi sebagai agama baru dan kemudian disahkan oleh undang-undang negara, ya silakan saja dilindungi dan diberikan perlindungan hukum. Sebab mereka telah mendapat perlindungan dari konstitusi negara," kata Dai asal Kalimantan Selatan ini.
Namun, jika belum ada pengakuan resmi, jelas mengakui dan memberikan perlindungan terhadap sekte semacam ini merupakan sebuah sikap pengkhianatan dan penodaan terhadap konstitusi negara itu sendiri.
Mengenai Syiah pun demikian, meskipun memang agak rumit menentukan pemisahan dengan aqidah Islam. Walhasil, tanpa menambahkan dengan nama Islam, itu jauh lebih baik lagi.
Sebab, sekte Syiah sendiri terbagi pada 12 sekte, seperti sekte Syiah Zaidiyyah, Syiah al-Imamiyyah, Syiah Kisaniyyah, Syiah al-Ghaliyyah, Syiah al-Ismailiyyah, dll. Memang, ada sekte Syiah yang hanya sebatas mengakui para imam yang suci dari kalangan ahli bait, tanpa menggeser Nubuwwah Nabi Muhammad dengan posisi Sayyidina Ali bin Abi Thalib semisal Syiah Ismailiyyah.
Namun, ada sekte yang ekstrem dan menyimpang yang mana mereka bukan saja tidak mengakui Nubuwwah Nabi Muhammad, akan tetapi mengakui Imam Ali lah yang seharusnya menjadi seorang Nabi, sebab Jibril katanya salah orang saat menurunkan wahyu.
"Bahkan, ada yang mengangkat posisi Imam Ali sebagai Tuhan mereka, ini jelas sangat menyesatkan dan bertentangan dengan konsep aqidah keislaman. Lebih mirip dengan konsep dalam agama Kristen sebenarnya," terang Ustaz Miftah.
Sebenarnya akan panjang sekali pembicaraan jika kita membahas soal aliran-aliran dan sekte dari Syiah ini, lebih tepatnya kita sebut saja sebagai 'Agama Syiah'.
"Intinya, agar tak ada lagi perdebatan, apakah Syiah atau Ahmadiyyah menyimpang atau tidak dari ajaran kemurnian agama Islam, lebih baiknya kita sebut saja, Agama Syiah dan Agama Ahmadiyyah," kata Ustaz Miftah.
Sebab, dengan memposisikan mereka sebagai sebuah agama baru, tentu mudah bagi kita untuk kembali melihat dasar hukum mereka apakah layak diakui sebagai agama yang dilindungi dan disahkan oleh konstitusi atau bukan? Bagi kelompok mereka, baik Syiah dan Ahmadiyyah ini, jelas mereka memiliki aqidah yang berbeda dengan konsep Islam Ahlussunnah waljama'ah.
Gus Yaqut mengatakan, terkait persoalan Syiah dan Ahmadiyah ini, selaku Menag akan mendudukkan persoalan ini dengan semestinya. "Semua warga negara itu kedudukannya sama di muka hukum. Dia mau Syiah, mau Ahmadiyah, mau NU, mau Muhammadiyah, mau siapa pun di depan hukum itu sama," kata Gus Yaqut kepada SINDOnews Minggu lalu (27/12/2020).
(Baca Juga: Jadi Trending Topic, Begini Sejarah Ahmadiyah di Indonesia)
Lalu, bagaimana pandangan Islam terkait Syiah dan Ahmadiyah dan bagaimana status keduanya dalam bingkai kenegaraan?
Menurut Dai lulusan Mesir yang juga pakar ilmu linguistik Arab Ustaz DR Miftah el-Banjary mengatakan, persoalan Syiah dan Ahmadiyyah itu sebenarnya simple saja dan jangan dibuat-buat menjadi alasan politis dan alibi pembenaran seakan-akan mereka terzhalimi dan kelompok mereka harus dilindungi. "Bukan begitu. Solusinya, sebenarnya kembali pada sikap kedua penganut aliran itu. Mau berpegang pada prinsip agama yang mana yang diakui sah oleh perundangan negara kita?" kata Ustaz Miftah.
Ahmadiyyah jelas dalam pengakuan aqidah mereka meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi bagi mereka dan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai seorang nabi akhir zaman. Hal itu jelas keluar dan menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Sebab, ajaran Islam bertumpu pada dua prinsip utama, Syahadatain; Asyhadu alla ilaha illallah wa Asyhadu anna Muhammadar-Rasulullah (Aku bersaksi tiada ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah).
Jika ada pengingkaran terhadap kedua prinsip di atas, Al-Qur'an secara tegas menyatakan:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS Ali Imran: 85)
Jika atas nama HAM, setiap orang atau setiap kelompok bebas mengakui siapa saja yang menjadi Nabi bagi mereka, selain Nabi Muhammad, maka point utamanya yang harus digarisbawahi bahwa mereka tidak boleh lagi mengatasnamakan diri mereka atau kelompok mereka itu bagian dari agama Islam.
"Jika kemudian kelompok semacam ini telah melakukan verifikasi sebagai agama baru dan kemudian disahkan oleh undang-undang negara, ya silakan saja dilindungi dan diberikan perlindungan hukum. Sebab mereka telah mendapat perlindungan dari konstitusi negara," kata Dai asal Kalimantan Selatan ini.
Namun, jika belum ada pengakuan resmi, jelas mengakui dan memberikan perlindungan terhadap sekte semacam ini merupakan sebuah sikap pengkhianatan dan penodaan terhadap konstitusi negara itu sendiri.
Mengenai Syiah pun demikian, meskipun memang agak rumit menentukan pemisahan dengan aqidah Islam. Walhasil, tanpa menambahkan dengan nama Islam, itu jauh lebih baik lagi.
Sebab, sekte Syiah sendiri terbagi pada 12 sekte, seperti sekte Syiah Zaidiyyah, Syiah al-Imamiyyah, Syiah Kisaniyyah, Syiah al-Ghaliyyah, Syiah al-Ismailiyyah, dll. Memang, ada sekte Syiah yang hanya sebatas mengakui para imam yang suci dari kalangan ahli bait, tanpa menggeser Nubuwwah Nabi Muhammad dengan posisi Sayyidina Ali bin Abi Thalib semisal Syiah Ismailiyyah.
Namun, ada sekte yang ekstrem dan menyimpang yang mana mereka bukan saja tidak mengakui Nubuwwah Nabi Muhammad, akan tetapi mengakui Imam Ali lah yang seharusnya menjadi seorang Nabi, sebab Jibril katanya salah orang saat menurunkan wahyu.
"Bahkan, ada yang mengangkat posisi Imam Ali sebagai Tuhan mereka, ini jelas sangat menyesatkan dan bertentangan dengan konsep aqidah keislaman. Lebih mirip dengan konsep dalam agama Kristen sebenarnya," terang Ustaz Miftah.
Sebenarnya akan panjang sekali pembicaraan jika kita membahas soal aliran-aliran dan sekte dari Syiah ini, lebih tepatnya kita sebut saja sebagai 'Agama Syiah'.
"Intinya, agar tak ada lagi perdebatan, apakah Syiah atau Ahmadiyyah menyimpang atau tidak dari ajaran kemurnian agama Islam, lebih baiknya kita sebut saja, Agama Syiah dan Agama Ahmadiyyah," kata Ustaz Miftah.
Sebab, dengan memposisikan mereka sebagai sebuah agama baru, tentu mudah bagi kita untuk kembali melihat dasar hukum mereka apakah layak diakui sebagai agama yang dilindungi dan disahkan oleh konstitusi atau bukan? Bagi kelompok mereka, baik Syiah dan Ahmadiyyah ini, jelas mereka memiliki aqidah yang berbeda dengan konsep Islam Ahlussunnah waljama'ah.