Islam Itu Unik, Siapa yang Mengenalnya Akan Jatuh Cinta
Kamis, 07 Januari 2021 - 17:00 WIB
Ustaz Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Islam memang unik dan Istimewa. Dari sudut mana saja kita bahas akan menarik dan membuat hati kita semakin jatuh cinta dan bangga. Hal itu dikarenakan, salah satunya, kesempurnaan ajarannya. Bahwa Islam itu bersifat "syaamil, kaamil wa mutakaamil".
Kata "Syamil" itu bermakna meliputi segala hal. Dalam artian bahwa Islam itu mencakup segala lini kehidupan manusia. Tidak akan ada aspek hidup kecuali Islam sejatinya hadir untuk menjadi petunjuk (guidance).
(Baca Juga: Pandangan Islam Terhadap Syiah dan Ahmadiyah)
Kamil berarti sempurna (complete). Artinya Islam itu pada dirinya memang tidak lagi menyisakan sesuatu yang tidak ada. Semua aspek ajaran Tuhan itu sejatinya ada dalam ajaran Islam. Tinggal manusia tertantang menggalinya.
Sementara "mutakaamil" berarti saling menyempurnakan. Kesempurnaan Islam pada segala aspek kehidupan manusia tidak berdiri sendiri dan terpisah antara satu dengan lainnya. Antara aspek ketuhanan (akidah) misalnya tidak terpisah dari aspek sosial (kemanusiaan).
Keseimbangan dalam Hidup
Keunikan ajaran Islam itu sekali lagi selain memang mencakup seluruh lini hidup secara paripurna, juga memiliki keseimbangan yang alami. Bahkan keseimbangan ini menjadi salah satu kekuatan Islam dalam membangun kehidupan manusia yang stabil dan solid.
Kita lihat misalnya bagaimana Islam menjaga keseimbangan itu dalam segala aspek kehidupan manusia. Pertama, Islam menjaga keseimbangan hidup manusia dalam aspek relasi vertikal dan relasi horizontal (hablun minallah wa hablun minan naas).
Dalam Surah 3 Ayat 112 disebutkan bahwa manusia akan mengalami kehinaan dimana pun kecuali jika menjaga relasi secara baik dengan Allah (hablun minallah) dan dengan manusia (hablun minannas).
Implementasi ayat ini terlihat dalam ragam ayat Al-Qur'an yang memerintahkan menjaga kekokohan iman kepada Allah. Tapi juga berbagai ayat yang memerintahkan menjaga kebaikan kepada sesama manusia bahkan alam sekitar.
Hadis-hadis Rasul juga penuh dengan peringatan untuk membangun iman kepada Allah tanpa melupakan kewajiban kepada sesama. Bahkan tidak jarang iman itu dipersyaratkan dengan kebaikan sosial (horizontal). Salah satunya: "Tidak beriman di antara kalian sampai tetangga ya Selamat dari per katakan dan perbuatan buruknya."
Kedua, dalam Islam hidup manusia juga mencakup aspek ritual dan aspek sosial (ubudiyah dan mu'amalat). Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aspek ubudiyah dalam Islam tidak akan menjadi sempurna kecuali terimplementasikan secara moral dalam kehidupan sosial.
Hal itu misalnya nampak dalam ibadah puasa: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk maka tidak ada hajat bagi Allah untuk orang itu tinggalkan makan dan minumnya."
Artinya ibadah ritual tanpa kebaikan sosial akan berakhir kepada kesia-siaan. Atau mungkin lebih dikenal dalam sebuah hadits dengan kebangkrutan (hadits Ulil muflis). Artinya ibadah ritual yang tidak terbukti dalam moralitas prilaku sosial akan menjadikan pelakunya justeru bangkrut di akhirat dan masuk neraka.
Ketiga, Islam juga memandang hidup manusia pada aspek rohani dan jasmani (ruhiyah wa jasadiyah). Penciptaan manusia dari tanah seperti yang digambarkan dalam Al-Qur'an min turaab atau min thin menunjukkan bahwa hidup manusia tidak mungkin bisa dipisahkan dari aspek material. Manusia perlu dan harus makan serta memenuhi segala kebutuhan materi dan jasadnya.
Tapi manusia juga bukan makhluk material (jasad) semata. Manusia adalah makhluk spiritual yang bertengger pada wujud material. Atau dalam bahasa yang biasa saya ekspresikan: Spiritual being in a physical body (wujud ruhiyah dalam wujud jasad.
Presiden Nusantara Foundation,
Imam/Direktur Jamaica Muslim Center
Islam memang unik dan Istimewa. Dari sudut mana saja kita bahas akan menarik dan membuat hati kita semakin jatuh cinta dan bangga. Hal itu dikarenakan, salah satunya, kesempurnaan ajarannya. Bahwa Islam itu bersifat "syaamil, kaamil wa mutakaamil".
Kata "Syamil" itu bermakna meliputi segala hal. Dalam artian bahwa Islam itu mencakup segala lini kehidupan manusia. Tidak akan ada aspek hidup kecuali Islam sejatinya hadir untuk menjadi petunjuk (guidance).
(Baca Juga: Pandangan Islam Terhadap Syiah dan Ahmadiyah)
Kamil berarti sempurna (complete). Artinya Islam itu pada dirinya memang tidak lagi menyisakan sesuatu yang tidak ada. Semua aspek ajaran Tuhan itu sejatinya ada dalam ajaran Islam. Tinggal manusia tertantang menggalinya.
Sementara "mutakaamil" berarti saling menyempurnakan. Kesempurnaan Islam pada segala aspek kehidupan manusia tidak berdiri sendiri dan terpisah antara satu dengan lainnya. Antara aspek ketuhanan (akidah) misalnya tidak terpisah dari aspek sosial (kemanusiaan).
Keseimbangan dalam Hidup
Keunikan ajaran Islam itu sekali lagi selain memang mencakup seluruh lini hidup secara paripurna, juga memiliki keseimbangan yang alami. Bahkan keseimbangan ini menjadi salah satu kekuatan Islam dalam membangun kehidupan manusia yang stabil dan solid.
Kita lihat misalnya bagaimana Islam menjaga keseimbangan itu dalam segala aspek kehidupan manusia. Pertama, Islam menjaga keseimbangan hidup manusia dalam aspek relasi vertikal dan relasi horizontal (hablun minallah wa hablun minan naas).
Dalam Surah 3 Ayat 112 disebutkan bahwa manusia akan mengalami kehinaan dimana pun kecuali jika menjaga relasi secara baik dengan Allah (hablun minallah) dan dengan manusia (hablun minannas).
Implementasi ayat ini terlihat dalam ragam ayat Al-Qur'an yang memerintahkan menjaga kekokohan iman kepada Allah. Tapi juga berbagai ayat yang memerintahkan menjaga kebaikan kepada sesama manusia bahkan alam sekitar.
Hadis-hadis Rasul juga penuh dengan peringatan untuk membangun iman kepada Allah tanpa melupakan kewajiban kepada sesama. Bahkan tidak jarang iman itu dipersyaratkan dengan kebaikan sosial (horizontal). Salah satunya: "Tidak beriman di antara kalian sampai tetangga ya Selamat dari per katakan dan perbuatan buruknya."
Kedua, dalam Islam hidup manusia juga mencakup aspek ritual dan aspek sosial (ubudiyah dan mu'amalat). Mungkin tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aspek ubudiyah dalam Islam tidak akan menjadi sempurna kecuali terimplementasikan secara moral dalam kehidupan sosial.
Hal itu misalnya nampak dalam ibadah puasa: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk maka tidak ada hajat bagi Allah untuk orang itu tinggalkan makan dan minumnya."
Artinya ibadah ritual tanpa kebaikan sosial akan berakhir kepada kesia-siaan. Atau mungkin lebih dikenal dalam sebuah hadits dengan kebangkrutan (hadits Ulil muflis). Artinya ibadah ritual yang tidak terbukti dalam moralitas prilaku sosial akan menjadikan pelakunya justeru bangkrut di akhirat dan masuk neraka.
Ketiga, Islam juga memandang hidup manusia pada aspek rohani dan jasmani (ruhiyah wa jasadiyah). Penciptaan manusia dari tanah seperti yang digambarkan dalam Al-Qur'an min turaab atau min thin menunjukkan bahwa hidup manusia tidak mungkin bisa dipisahkan dari aspek material. Manusia perlu dan harus makan serta memenuhi segala kebutuhan materi dan jasadnya.
Tapi manusia juga bukan makhluk material (jasad) semata. Manusia adalah makhluk spiritual yang bertengger pada wujud material. Atau dalam bahasa yang biasa saya ekspresikan: Spiritual being in a physical body (wujud ruhiyah dalam wujud jasad.