Awal Puasa, Mengikuti Arab Saudi atau Negara Masing-masing?

Sabtu, 18 April 2020 - 09:30 WIB
Jika ada warga negara Indonesia yang tinggal di negara lain di mana awal penentuan Ramadhanya berbeda sehari atau dua hari dengan Indonesia, dan WNI ini hendak pulang ke Indonesia di pertengahan Ramadhan atau beberapa hari setelah awal puasa, dia harus ikut awal puasa Indonesia atau negara tempatnya tinggal?

Lulusan S2 prodi Ushul Fiqh di International Islamic University Islamabad, Pakistan, ini berpendapat konsekuensinya jika dia ikut awal puasa di negaranya berada, ketika sampai di Indonesia dia akan menjalani jumlah hari puasa yang tidak sempurna, bisa kurang dari 29 hari karena lebaran di Indonesia lebih awal, atau puasa lebih dari 30 hari karena awal puasa di negara sebelumnya yang jauh lebih awal dari Indonesia.

“Jawabannya adalah agar WNI yang awal puasanya masih berada di luar negeri mengikuti isbat negara masing-masing, dan nanti ketika pulang ke Indonesia ikutan Isbat Id Indonesia. Adapun jika jumlah hari puasanya kurang dari 29 hari dia cukup mengqadha’nya di lain hari,” jelasnya.

Hal ini sebagaimana dinukil dari pendapat ulama seperti Ibnu Hajar Al-Haitami. Dalam Tuhfatul Muhtajnya Ibnu Hajar Al Haitami menegaskan: Jika belum diwajibkan berpuasa pada penduduk negara lain, karena perbedaan mathali’nya, kemudian dia berpindah dari negara yang mendapat ru’yah di awal, maka yang benar adalah agar dia mengikuti akhir puasa pada negara yang dipindahinya walaupun harus menggenapkan sejumlah 30 hari, karena dengan pindahnya dia ke negara lain menjadi bagian dari penduduknya.

Maka dari sini jika kita berpegang kepada madzhab yang pertama yakni wihdatul mathla’ yang memandang bahwa hilal adalah satu, sebaiknya harus konsisten, tidak dengan pertimbangan karena akan pulang ke Indonesia yang berbeda hari lebarannya dan harus punya landasan syar’i mengapa harus ikut hilal di Indonesia.

Tapi kalau mengikuti kelompok ikhtilaful mathali’ maka sesungguhnya akan lebih longgar dan fleksibel karena awal puasa mengikuti negara setempat dan ketika pulang bisa menggenapkan hitungan hari puasanya hingga 30 hari sesuai fatwa imam Ibnu Hajar Al Haitami.

Lalu, bolehkah salat ied di hari ketiga syawal?

Ini merupakan konsekuensi bagi yang pulang ke Indonesia dengan awal hari puasa yang berbeda, yakni perbedaan masuk syawal secara hitungan hari. Bila di negara setempat awal Ramadhan lebih awal daripada Indonesia maka otomatis dia akan melakukan salat ied yang dalam hitungannya adalah hari ke 2 syawwal.

Menyikapi hal ini ada sebuah hadist yang menjelaskan kebolehannya:

Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu dari paman-pamannya di kalangan sahabat bahwa suatu kafilah telah datang, lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit tanggal satu), maka Nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar berbuka dan esoknya menuju tempat salat mereka” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Dalam kitab Subulussalam hadis tersebut dijadikan landasan oleh Imam Syaukani tentang dibolehkannya melakukan salat ied di hari ke dua dan tiga dengan alasan ketidaktahuan, kemudian diqiyaskan kepada semua jenis udzur syar’i.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(mhy)
Halaman :
cover top ayah
وَاَنَّهٗ هُوَ اَغۡنٰى وَ اَقۡنٰىۙ
dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan.

(QS. An-Najm Ayat 48)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More