Gus Baha: Orang yang Ingkar Mikraj adalah Siti Aisyah
Senin, 15 Maret 2021 - 19:36 WIB
Bukan hanya Aisyah, sahabat Nabi yang berpendapat demikian. Abu Dzar juga begitu. Dalam hadis dari Abu Dzar, beliau pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Nabi melihat Allah ketika isra mi’raj? Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نور أنى أراه
“Ada cahaya, bagaimana aku melihat-Nya.”
Dalam riwayat lain, “Aku melihat cahaya.” (HR. Muslim 178, Turmudzi 3282, Ahmad 21392, dan yang lainnya).
Kaum muslimin sepakat bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ad-Darimi dalam Ar-Rad Ala Al-Jahmiyah (hlm. 306), Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa (6/510), dan Ibn Abil Iz dalam Syarh Aqidah Thahwiyah (1/222)
Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menegaskan bahwa manusia apapun tidak mungkin melihat Tuhannya di dunia. Beliau bersabda,
تعلَّموا أنه لن يرى أحد منكم ربه عز وجل حتى يموت
“Yakini, bahwa seorangpun diantara kalian tidak akan bisa melihat Tuhannya sampai dia mati.” (HR. Muslim 7283, Ahmad dalam Musnadnya 5/433)
Hanya saja, yang menjadi perbedaan ulama adalah apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mi’raj ataukah tidak?
Ada 4 pendapat ulama tentang apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mi’raj ataukah tidak.
Pendapat Siti Aisyah adalah salah satunya.
Pendapat mayoritas ulama ahlus sunah, meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mikraj. Syaikhul Islam mengatakan, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan mayoritas ulama ahlus sunah berpendapat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya ketika isra mi’raj. Sementara Aisyah dan beberapa tokoh yang bersamanya, mengingkari aqidah ini. (Majmu’ Fatawa, 3/386).
Beberapa riwayat yang mendukung pendapat ini,
a. Keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, tentang firman Allah di surat An-Najm, yang artinya, ‘Sesungguhnya Muhammad telah melihat-nya pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.’ Ibnu Abbas menjelaskan tentang ayat ini,
رأى ربه فتدلى فكان قاب قوسين أو أدنى
Beliau melihat Tuhannya dan mendekat. Sehingga jaraknya seperti dua busur atau lebih dekat. (HR. Turmudzi 3280 dan Al-Albani menilai, shahih sampai kepada Ibnu Abbas)
b. Dari Qatadah, bahwa Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,
رأى محمدٌ ربَّه
“Nabi Muhammad melihat Tuhannya” (HR. Ibn Abi Ashim dalam As-Sunah no. 432 dan Ibnu Khuzaimah dalam Bab Tauhid no. 280. Namun riwayat ini dinilai lemah oleh sebagian ulama)
c. Keterangan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau ditanya oleh Marwan bin Hakam, apakah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya. Jawab beliau, ‘Ya, beliau telah melihatnya.’ (HR. Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunah no. 218, Al-Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad, no. 908).
نور أنى أراه
“Ada cahaya, bagaimana aku melihat-Nya.”
Dalam riwayat lain, “Aku melihat cahaya.” (HR. Muslim 178, Turmudzi 3282, Ahmad 21392, dan yang lainnya).
Kaum muslimin sepakat bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang bisa melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ad-Darimi dalam Ar-Rad Ala Al-Jahmiyah (hlm. 306), Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa (6/510), dan Ibn Abil Iz dalam Syarh Aqidah Thahwiyah (1/222)
Dan terdapat hadis yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menegaskan bahwa manusia apapun tidak mungkin melihat Tuhannya di dunia. Beliau bersabda,
تعلَّموا أنه لن يرى أحد منكم ربه عز وجل حتى يموت
“Yakini, bahwa seorangpun diantara kalian tidak akan bisa melihat Tuhannya sampai dia mati.” (HR. Muslim 7283, Ahmad dalam Musnadnya 5/433)
Hanya saja, yang menjadi perbedaan ulama adalah apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mi’raj ataukah tidak?
Ada 4 pendapat ulama tentang apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mi’raj ataukah tidak.
Pendapat Siti Aisyah adalah salah satunya.
Pendapat mayoritas ulama ahlus sunah, meyakini bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Allah ketika isra mikraj. Syaikhul Islam mengatakan, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan mayoritas ulama ahlus sunah berpendapat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya ketika isra mi’raj. Sementara Aisyah dan beberapa tokoh yang bersamanya, mengingkari aqidah ini. (Majmu’ Fatawa, 3/386).
Beberapa riwayat yang mendukung pendapat ini,
a. Keterangan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, tentang firman Allah di surat An-Najm, yang artinya, ‘Sesungguhnya Muhammad telah melihat-nya pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.’ Ibnu Abbas menjelaskan tentang ayat ini,
رأى ربه فتدلى فكان قاب قوسين أو أدنى
Beliau melihat Tuhannya dan mendekat. Sehingga jaraknya seperti dua busur atau lebih dekat. (HR. Turmudzi 3280 dan Al-Albani menilai, shahih sampai kepada Ibnu Abbas)
b. Dari Qatadah, bahwa Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,
رأى محمدٌ ربَّه
“Nabi Muhammad melihat Tuhannya” (HR. Ibn Abi Ashim dalam As-Sunah no. 432 dan Ibnu Khuzaimah dalam Bab Tauhid no. 280. Namun riwayat ini dinilai lemah oleh sebagian ulama)
c. Keterangan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau ditanya oleh Marwan bin Hakam, apakah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya. Jawab beliau, ‘Ya, beliau telah melihatnya.’ (HR. Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunah no. 218, Al-Lalikai dalam Syarh Ushul I’tiqad, no. 908).