Inilah Adab Ziarah Kubur Menurut Imam Al Ghazali
Senin, 22 Maret 2021 - 08:16 WIB
Salah satu cara untuk mengingat kematian adalah dengan berziarah kubur. Banyak sekali manfaat yang dapat dipetik dari amalan ini. Sayangnya, masih banyak kaum muslimin yang salah dalam menyikapi ziarah kubur ini sehingga bukannya manfaat yang mereka raih, akan tetapi ziarah mereka justru mengundang murka Allah ‘Azza wa Jalla. Ini karena adab-adab ziarah kubur yang kurang diperhatikan.
Seperti diketahui, menjelang bulan Ramadhan tiba, ada kebiasaan masyarakat kita yang melakukan tradisi 'nadran'. Tradisi nadran dimaksudkan untuk mengirim doa kepada orang tua atau keluarga yang telah tiada. Dilakukan dengan melakukan ziarah kubur atau istilahnya 'nyekar' dalam masyarakat Sunda.
Namun, agar ziarah kubur ini berfaedah maka ada adab-adab yang harus diperhatikan. Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya 'Ihya 'Ulumiddin', menjelaskan, ziarah kubur bagi kaum muslimin memiliki faedah, salah satunya sebagai pembelajaran bagi masa depan manusia, juga sebagai pengingat bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya.
Agar faedah ziarah kubur ini didapatkan, maka ada adab yang harus dijalankan dengan benar. Berikut penjelasan Imam al-Ghazali, tentang adab-adab ziarah kubur:
1. Dianjurkan berdiri atau duduk dengan membelakangi kiblat
Hal ini dilakukan supaya antara mayit maupun orang yang berziarah dapat saling berhadapan. Jika jenazah yang dikunjungi menghadap arah kiblat, maka yang berziarah perlu membelakangi kiblat agar dapat berhadap-hadapan. Pendapat ini tentu dapat diterima, karena sangat tidak sopan apabila seorang tamu tidak berkenan menatap wajah tuan rumah.
2. Mengucapkan salam sebagai doa keselamatan untuk penghuni makam
Imam al-Ghazali mengutip penuturan Imam Nafi’ bahwa perilaku ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Ibnu Umar ketika menziarahi makam ayahnya. Ia mengucapkan salam untuk Rasulullah, Khalifah Abu Bakar, dan ayahnya: Umar bin Khatab. Selain itu, dikutip pula kaul Abi Umamah bahwa Anas bin Malik juga melakukan hal demikian ketika menziarahi makam Nabi Muhammad SAW.
Diceritakan oleh Ibnu Abi Malikah, Rasulullah SAW bersabda:
زُوْرُوا مَوْتَاكُمْ وَسَلِّمُوا عَلَيْهِمْ فَإِنَّ لَكُمْ فِيْهِمْ عِبْرَةٌ
“Ziarahilah mayit-mayit kalian dan ucapkanlah salam atas mereka. Karena mereka adalah ibrah (pelajaran) bagi kalian semua.”
3. Tidak perlu menyentuh, mengusap, dan mencium makam maupun batu nisan orang yang diziarahi.
Alasannya, karena hal itu menyerupai perilaku orang-orang Nasrani ketika mengunjungi makam kelompok mereka. Memang melakukan hal tersebut tidak lantas menjadikan pelakunya sebagai orang kafir, akan tetapi patut diperhatikan untuk berhati-hati.
4. Mendoakan mayit yang diziarahi secara khusus, dan kaum muslimin secara umum.
Imam al-Ghazali mengutip hadis Nabi yang menjelaskan bahwa orang yang telah meninggal itu layaknya orang tenggelam yang menanti pertolongan dari orang yang hidup melalui doa-doanya.
Baca Juga
Seperti diketahui, menjelang bulan Ramadhan tiba, ada kebiasaan masyarakat kita yang melakukan tradisi 'nadran'. Tradisi nadran dimaksudkan untuk mengirim doa kepada orang tua atau keluarga yang telah tiada. Dilakukan dengan melakukan ziarah kubur atau istilahnya 'nyekar' dalam masyarakat Sunda.
Namun, agar ziarah kubur ini berfaedah maka ada adab-adab yang harus diperhatikan. Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya 'Ihya 'Ulumiddin', menjelaskan, ziarah kubur bagi kaum muslimin memiliki faedah, salah satunya sebagai pembelajaran bagi masa depan manusia, juga sebagai pengingat bahwa semua manusia akan kembali kepada-Nya.
Agar faedah ziarah kubur ini didapatkan, maka ada adab yang harus dijalankan dengan benar. Berikut penjelasan Imam al-Ghazali, tentang adab-adab ziarah kubur:
1. Dianjurkan berdiri atau duduk dengan membelakangi kiblat
Hal ini dilakukan supaya antara mayit maupun orang yang berziarah dapat saling berhadapan. Jika jenazah yang dikunjungi menghadap arah kiblat, maka yang berziarah perlu membelakangi kiblat agar dapat berhadap-hadapan. Pendapat ini tentu dapat diterima, karena sangat tidak sopan apabila seorang tamu tidak berkenan menatap wajah tuan rumah.
2. Mengucapkan salam sebagai doa keselamatan untuk penghuni makam
Imam al-Ghazali mengutip penuturan Imam Nafi’ bahwa perilaku ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Ibnu Umar ketika menziarahi makam ayahnya. Ia mengucapkan salam untuk Rasulullah, Khalifah Abu Bakar, dan ayahnya: Umar bin Khatab. Selain itu, dikutip pula kaul Abi Umamah bahwa Anas bin Malik juga melakukan hal demikian ketika menziarahi makam Nabi Muhammad SAW.
Diceritakan oleh Ibnu Abi Malikah, Rasulullah SAW bersabda:
زُوْرُوا مَوْتَاكُمْ وَسَلِّمُوا عَلَيْهِمْ فَإِنَّ لَكُمْ فِيْهِمْ عِبْرَةٌ
“Ziarahilah mayit-mayit kalian dan ucapkanlah salam atas mereka. Karena mereka adalah ibrah (pelajaran) bagi kalian semua.”
3. Tidak perlu menyentuh, mengusap, dan mencium makam maupun batu nisan orang yang diziarahi.
Alasannya, karena hal itu menyerupai perilaku orang-orang Nasrani ketika mengunjungi makam kelompok mereka. Memang melakukan hal tersebut tidak lantas menjadikan pelakunya sebagai orang kafir, akan tetapi patut diperhatikan untuk berhati-hati.
4. Mendoakan mayit yang diziarahi secara khusus, dan kaum muslimin secara umum.
Imam al-Ghazali mengutip hadis Nabi yang menjelaskan bahwa orang yang telah meninggal itu layaknya orang tenggelam yang menanti pertolongan dari orang yang hidup melalui doa-doanya.