Kisah Hikmah: Menyembunyikan Kebaikan
loading...
A
A
A
Menyembunyikan kebaikan dan kehebatan yang dimiliki akan bernilai baik manakala disertai dengan niat ikhlas lillahi ta'ala. Namun, menampakkan kebaikan sebagai sarana untuk mengajak orang lain agar juga mau berbuat baik, juga dianjurkan.
Hikmah menyembunyikan kebaikan dan kehebatan diri ini, tercermin dari sebuah kisah yang terdapat dalam kitab 'Karamat al-Awliya’ karya Hibatullah bin al-Hasan al-Thabari Al-Lalakai, berikut ini:
Pada suatu masa, Kota Makkah sedang dilanda kemarau. Orang-orang pun berkumpul di Masjidil Haram untuk melaksanakan sholat istisqa’ (sholat untuk meminta hujan). Sayangnya, hujan tak kunjung turun.
Abdullah bin Mubarak adalah salah satu peserta sholat istisqa’ itu. Di sampingnya, ada seseorang berkulit hitam dan begitu kurus (sebut saja Fulan). Fulan berdoa, “Ya Allah, orang-orang berdoa kepadaMu namun tidak Engkau kabulkan. Sekarang, aku memohon kepadaMu agar Engkau berkenan menurunkan hujan kepada kami!”
Tak lama setelah itu, hujan pun turun dengan sangat lebat. Fulan kemudian pergi. Abdullah mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya, Abdullah mengetahui tempat singgah si Fulan tersebut, yakni di suatu tempat perdagangan budak. Setelah itu, Abdullah pulang ke rumahnya.
Esok harinnya, Abdullah mendatangi tempat penjualan budak itu, berniat untuk membeli si Fulan. Kepada pemilik toko, Abdullah berkata, “Aku akan membeli seorang budak”. Pemilik toko mengeluarkan empat puluh budak miliknya, agar Abdullah bisa memilih mana yang ia suka. Sayangnya, Fulan sama sekali tak terlihat ada di antara budak-budak itu. Abudllah bertanya, “Masih ada lagi?”.
“Ada. Namun budak yang satu ini sakit-sakitan,” jawab pemilik toko kepada Abdullah.
Singkat cerita, Abdullah membeli si Fulan. Mereka berdua akhirnya pulang bersama. Di tengah jalan, Fulan bertanya kepada Abdullah, “Tuan, mengapa engkau mau membeli budak seperti aku, padahal aku adalah budak yang sakit-sakitan?”
Abdullah menjawab, “Karena aku melihat kejadian tempo hari itu” (tentang keramat yang dimiliki si Fulan, yakni doanya yang langsung dikabulkan Allah)
Fulan langsung bersandar di suatu tembok dan berdoa, “Ya Allah, jika Engkau menampakkan keramatku, maka aku memohon kepadaMu agar Engkau mencabut nyawaku!”. Seketika Fulan pun terjatuh dan meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raj’un.
Muslimah, pelajaran dari kisah tersebut, sejatinya perihal menyembunyikan atau menampakkan kebaikan adalah pilihan belaka. Semuanya bernilai baik manakala dilakukan dengan niat yang baik pula. Semisal, menyembunyikan kebaikan karena ikhlas lillahi ta’ala (agar terhindar dari perasan sombong, misalnya) atau menampakkan kebaikan sebagai sarana untuk mengajak orang lain agar juga mau berbuat baik (seperti seorang guru yang menceritakan perjuangan dan kesuksesan dirinya agar murid-muridnya bisa mengambil pelajaran darinya).
Sungguh sangat besar keutamaan orang yang menyembunyikan kebaikannya, namun ketika seseorang sudah berusaha menyembunyikan amalan shalihnya, akan tetapi ‘kepergok' orang (baik terlihat atau terdengar), maka janganlah ia membatalkan amalnya, akan tetapi hendaknya ia tetap mengikhlaskan amalnya.
Wallahu A'lam
Hikmah menyembunyikan kebaikan dan kehebatan diri ini, tercermin dari sebuah kisah yang terdapat dalam kitab 'Karamat al-Awliya’ karya Hibatullah bin al-Hasan al-Thabari Al-Lalakai, berikut ini:
Pada suatu masa, Kota Makkah sedang dilanda kemarau. Orang-orang pun berkumpul di Masjidil Haram untuk melaksanakan sholat istisqa’ (sholat untuk meminta hujan). Sayangnya, hujan tak kunjung turun.
Abdullah bin Mubarak adalah salah satu peserta sholat istisqa’ itu. Di sampingnya, ada seseorang berkulit hitam dan begitu kurus (sebut saja Fulan). Fulan berdoa, “Ya Allah, orang-orang berdoa kepadaMu namun tidak Engkau kabulkan. Sekarang, aku memohon kepadaMu agar Engkau berkenan menurunkan hujan kepada kami!”
Tak lama setelah itu, hujan pun turun dengan sangat lebat. Fulan kemudian pergi. Abdullah mengikutinya dari belakang. Hingga akhirnya, Abdullah mengetahui tempat singgah si Fulan tersebut, yakni di suatu tempat perdagangan budak. Setelah itu, Abdullah pulang ke rumahnya.
Esok harinnya, Abdullah mendatangi tempat penjualan budak itu, berniat untuk membeli si Fulan. Kepada pemilik toko, Abdullah berkata, “Aku akan membeli seorang budak”. Pemilik toko mengeluarkan empat puluh budak miliknya, agar Abdullah bisa memilih mana yang ia suka. Sayangnya, Fulan sama sekali tak terlihat ada di antara budak-budak itu. Abudllah bertanya, “Masih ada lagi?”.
“Ada. Namun budak yang satu ini sakit-sakitan,” jawab pemilik toko kepada Abdullah.
Singkat cerita, Abdullah membeli si Fulan. Mereka berdua akhirnya pulang bersama. Di tengah jalan, Fulan bertanya kepada Abdullah, “Tuan, mengapa engkau mau membeli budak seperti aku, padahal aku adalah budak yang sakit-sakitan?”
Abdullah menjawab, “Karena aku melihat kejadian tempo hari itu” (tentang keramat yang dimiliki si Fulan, yakni doanya yang langsung dikabulkan Allah)
Fulan langsung bersandar di suatu tembok dan berdoa, “Ya Allah, jika Engkau menampakkan keramatku, maka aku memohon kepadaMu agar Engkau mencabut nyawaku!”. Seketika Fulan pun terjatuh dan meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raj’un.
Muslimah, pelajaran dari kisah tersebut, sejatinya perihal menyembunyikan atau menampakkan kebaikan adalah pilihan belaka. Semuanya bernilai baik manakala dilakukan dengan niat yang baik pula. Semisal, menyembunyikan kebaikan karena ikhlas lillahi ta’ala (agar terhindar dari perasan sombong, misalnya) atau menampakkan kebaikan sebagai sarana untuk mengajak orang lain agar juga mau berbuat baik (seperti seorang guru yang menceritakan perjuangan dan kesuksesan dirinya agar murid-muridnya bisa mengambil pelajaran darinya).
Sungguh sangat besar keutamaan orang yang menyembunyikan kebaikannya, namun ketika seseorang sudah berusaha menyembunyikan amalan shalihnya, akan tetapi ‘kepergok' orang (baik terlihat atau terdengar), maka janganlah ia membatalkan amalnya, akan tetapi hendaknya ia tetap mengikhlaskan amalnya.
Wallahu A'lam
(wid)