Jangan Lewat di Depan Orang yang Sholat, Ini Ancamannya
Jum'at, 02 April 2021 - 17:10 WIB
Sholat merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah dan menjadi pembeda antara kaum mukmin dan kaum musyrik. Orang yang sholat pada hakikatnya ia sedang menghadap Allah dan bermunajat kepada-Nya.
Ketika sholat di masjid terkadang kita mendapati orang yang melintas di depan orang yang sholat. Ada juga yang sengaja melewatinya karena ingin mendapatkan shaf atau ingin buru-buru keluar dari masjid.
Syariat memberi ancaman serius bagi orang-orang yang sengaja melewati orang yang sholat. Berikut sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
"Kalaulah orang yang melewati orang yang sedang sholat itu mengetahui hukuman baginya, maka berdiri (menunggu selesai sholat) 40 tahun lebih baik baginya daripada melewati orang yang sedang sholat." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam bukunya "77 Tanya Jawab Shalat" mengatakan, ancaman bagi orang yang melewati orang yang sedang sholat sangat keras. Oleh sebab itu dianjurkan menahan orang yang akan melewati tersebut dengan cara meluruskan tangan untuk-menyelamatkannya dari murka Allah.
UAS menukil salah satu hadis Nabi. "Apabila salah seorang kamu melaksanakan sholat menghadap sesuatu yang dapat menghalanginya dari orang lain (agar tidak melewatinya), jika ada seseorang yang akan melewatinya di depannya, maka hendaklah ia menolaknya, jika orang itu melawan, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya dia adalah setan." (HR. Al-Bukhari)
Anjuran Menggunakan Sutrah
Umat Islam dianjurkan apabila sholat hendaknya menghadap Sutrah. Sutrah adalah sesuatu yang diletakkan orang yang sholat di hadapannya untuk mencegah orang lewat di depannya. Fungsi Sutrah agar orang lain tidak melewati orang yang sedang shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apabila salah seorang kamu sholat, maka hendaklah ia shalat menghadap sutrah, hendaklah iamendekat ke sutrah, janganlah ia membiarkan seseorang lewat di hadapannya, jika seseorang datang melewatinya, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya itu adalah setan." (HR. Abu
Daud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dari Abu Sa’id al-Khudri).
Kata UAS, hukum menggunakan-sutrah tidak wajib. Karena perintah memakai sutrah itu bersifat anjuran. Artinya, tidak menggunakan sutrah tidak menyebabkan sholat menjadi batal, bukan pula syarat sahnya sholat, karena kalangan Salaf tidak melazimkan diri memakai sutrah.
Mengenai sutrah ini diterangkan dalam Kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:
إذا صلى الي سترة حرم علي غبره المرور بينه وبين السترة ولا يحرم وراء السترة وقال الغزالي يكره ولا يحرم والصحيح بل الصواب انه حرام وبه قطع البغوى والمحققون
"Jika seseorang melaksanakan sholat dengan sutrah (penghalang) maka haram bagi orang lain lewat di antara orang yang sedang sholat dan sutrah, sedangkan lewat di luar sutrah adalah hal yang tidak diharamkan. Imam Al-Ghazali berpendapat (hukum lewat di depan orang shalat) makruh, tidak sampai haram. Namun pendapat yang shahih bahkan pendapat yang benar bahwa sesungguhnya lewat di depan orang shalat adalah haram. Pendapat demikian adalah yang dipastikan (tanpa keraguan) oleh Imam Baghawi dan ulama lain yang ahli memutuskan hukum beserta dalilnya." (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 3, Hal. 249)
Wallahu A'lam
Ketika sholat di masjid terkadang kita mendapati orang yang melintas di depan orang yang sholat. Ada juga yang sengaja melewatinya karena ingin mendapatkan shaf atau ingin buru-buru keluar dari masjid.
Syariat memberi ancaman serius bagi orang-orang yang sengaja melewati orang yang sholat. Berikut sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم:
"Kalaulah orang yang melewati orang yang sedang sholat itu mengetahui hukuman baginya, maka berdiri (menunggu selesai sholat) 40 tahun lebih baik baginya daripada melewati orang yang sedang sholat." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Ustaz Abdul Somad (UAS) dalam bukunya "77 Tanya Jawab Shalat" mengatakan, ancaman bagi orang yang melewati orang yang sedang sholat sangat keras. Oleh sebab itu dianjurkan menahan orang yang akan melewati tersebut dengan cara meluruskan tangan untuk-menyelamatkannya dari murka Allah.
UAS menukil salah satu hadis Nabi. "Apabila salah seorang kamu melaksanakan sholat menghadap sesuatu yang dapat menghalanginya dari orang lain (agar tidak melewatinya), jika ada seseorang yang akan melewatinya di depannya, maka hendaklah ia menolaknya, jika orang itu melawan, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya dia adalah setan." (HR. Al-Bukhari)
Anjuran Menggunakan Sutrah
Umat Islam dianjurkan apabila sholat hendaknya menghadap Sutrah. Sutrah adalah sesuatu yang diletakkan orang yang sholat di hadapannya untuk mencegah orang lewat di depannya. Fungsi Sutrah agar orang lain tidak melewati orang yang sedang shalat.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Apabila salah seorang kamu sholat, maka hendaklah ia shalat menghadap sutrah, hendaklah iamendekat ke sutrah, janganlah ia membiarkan seseorang lewat di hadapannya, jika seseorang datang melewatinya, maka hendaklah ia memeranginya, karena sesungguhnya itu adalah setan." (HR. Abu
Daud, an-Nasa’I dan Ibnu Majah, dari Abu Sa’id al-Khudri).
Kata UAS, hukum menggunakan-sutrah tidak wajib. Karena perintah memakai sutrah itu bersifat anjuran. Artinya, tidak menggunakan sutrah tidak menyebabkan sholat menjadi batal, bukan pula syarat sahnya sholat, karena kalangan Salaf tidak melazimkan diri memakai sutrah.
Mengenai sutrah ini diterangkan dalam Kitab al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab:
إذا صلى الي سترة حرم علي غبره المرور بينه وبين السترة ولا يحرم وراء السترة وقال الغزالي يكره ولا يحرم والصحيح بل الصواب انه حرام وبه قطع البغوى والمحققون
"Jika seseorang melaksanakan sholat dengan sutrah (penghalang) maka haram bagi orang lain lewat di antara orang yang sedang sholat dan sutrah, sedangkan lewat di luar sutrah adalah hal yang tidak diharamkan. Imam Al-Ghazali berpendapat (hukum lewat di depan orang shalat) makruh, tidak sampai haram. Namun pendapat yang shahih bahkan pendapat yang benar bahwa sesungguhnya lewat di depan orang shalat adalah haram. Pendapat demikian adalah yang dipastikan (tanpa keraguan) oleh Imam Baghawi dan ulama lain yang ahli memutuskan hukum beserta dalilnya." (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, Juz 3, Hal. 249)
Wallahu A'lam
(rhs)