Tradisi Menyambut Ramadhan, Apakah Termasuk Bid'ah?

Senin, 20 April 2020 - 13:50 WIB
Ustaz Farid Numan Hasan hafizhahullah, dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia. Foto/Ist
Seorang jamaah bertanya kepada Ustadz Farid Nu'man Hasan tentang tradisi menyambut bulan suci Ramadhan. Sebelum masuk Ramadhan biasanya masyarakat membuat satu tradisi keagamaan (ceramah agama, ngaji dan makan bersama).

Hal ini dilakukan seluruh jamaah dalam satu kampung dan biasanya dilaksanakan 2 atau 3 hari sebelum bulan Ramadhan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramdhan. Setelah Ramadhan ada lagi kegiatan yang dilakukan oleh keluarga, yakni mengundang pengurus takmir dan beberapa tetangga kemudian meminta imam atau orang yang dianggap memiliki keilmuan untuk mendokan sebagai bentuk syukur bisa melewati Ramadhan dan memohon bisa berjumpa lagi dengan Ramadhan berikutnya, selanjutnya makan bersama.



Pertanyaan:

1. Bagaimana defenisi bid'ah?



2. Apakah tradisi di atas masuk kategori bid'ah?

3. Apakah semua yang tidak ada dalilnya walaupun baik itu juga bid'ah?

Berikut jawaban Ustaz Farid Nu'man Hasan hafizhahullah, dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia yang dikutip dari alfahmu.id, official website resmi Ustaz Fariz Nu'man, kemarin.

Jawaban:

Ini bukan bid’ah. Menyambut datangnya bulan Ramadhan juga dilakukan para salaf. Imam Ibnu Rajab menceritakan bahwa para sahabat sudah menyiapkan diri mereka sejak 6 bulan sebelum Ramadhan. Adapun bagaimana cara penyambutannya adalah perkara yang lapang.

Tapi, yang sering terjadi yaitu berkumpul diberikan pembekalan ilmu, persiapan ruhiyah. Ini bagus. Sebab, itu bagian dari aktivitas yang memang dianjurkan. Begitu pula menjelang lebaran, berkumpul dengan keluarga, dan tetangga, sambil ada taushiyah dan doa dari orang shalih, lalu buka puasa bersama. Ini bagus. Tidak ada kemungkaran yang mesti diingkari.

Jika ada yang menyebutnya bid'ah maka dia bersikap ghuluw (melampaui batas). Bid'ah adalah hal baru dalam ibadah mahdhah, yang dulunya belum ada. Sedangkan Ibadah ghairu mahdhah, lebih lentur. Seperti infak, silaturrahim, semuanya ibadah, tapi tentang caranya bagaimana, berapa besarannya, itu tidaklah baku, alias bebas saja kecuali zakat.

Jihad juga ibadah, tapi tentang pengembangan senjata dan strategi, tentu tidak harus sama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena beda zaman dan kondisi. Pengembangan ini bukanlah bid'ah padahal jihad juga ibadah.

Wallahu A'lam
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(rhs)
cover top ayah
لَـقَدۡ كَفَرَ الَّذِيۡنَ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰهَ ثَالِثُ ثَلٰثَةٍ‌ ۘ وَمَا مِنۡ اِلٰهٍ اِلَّاۤ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ  ؕ وَاِنۡ لَّمۡ يَنۡتَهُوۡا عَمَّا يَقُوۡلُوۡنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ
Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.

(QS. Al-Maidah Ayat 73)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More