Nahi Munkar, Gus Baha: Jangan Timbulkan Kerusakan Baru
Sabtu, 10 April 2021 - 20:24 WIB
Dan terakhir yaitu at-takhwif wat tahdid bid dharb yakni dengan cara menakut-nakuti atau diancam dengan pukulan.
Landasan
Imam Ghazali juga mengatakan orang yang berhisbah (menjalankan amar ma’ruf nahi munkar) harus dilandasi dengan tiga hal.
Pertama, ilmu. Orang yang berhisbah itu tahu perkara-perkara obyek berhisbah, batas-batas hisbah, beberapa situasi kondisi dilakukannya hisbah dan beberapa larangan hisbah agar orang tersebut tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama dalam berhisbah.
Kedua, wara’ atau wira’i (bersikap hati-hati). Sifat wara’ atau wira’i bisa membuat orang yang berhisbah terkendali untuk tidak melakukan hal-hal yang berseberangan dengan ilmunya. Tidak semua orang yang berilmu itu mengamalkan ilmunya. Bahkan terkadang orang yang berhisbah itu mengetahui kalau ia melampaui batas-batas hisbah yang diperbolehkan agama, namun dia sengaja melakukannya hanya untuk mendapatkan sesuatu keinginannya.
Di samping itu, orang yang berhisbah harus memiliki sifat wara’ agar ucapan dan nasihatnya diterima dan didengar. Mengapa? Kalau berhisbah tanpa didasari sifat wara’, maka ia akan menjadi bahan tertawaan, bahkan ditentang.
Ketiga, budi pekerti yang baik. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) harus dibarengi dengan budi pekerti yang bagus, sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Budi pekerti yang baik merupakan inti dari berhisbah.
Landasan
Imam Ghazali juga mengatakan orang yang berhisbah (menjalankan amar ma’ruf nahi munkar) harus dilandasi dengan tiga hal.
Pertama, ilmu. Orang yang berhisbah itu tahu perkara-perkara obyek berhisbah, batas-batas hisbah, beberapa situasi kondisi dilakukannya hisbah dan beberapa larangan hisbah agar orang tersebut tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama dalam berhisbah.
Kedua, wara’ atau wira’i (bersikap hati-hati). Sifat wara’ atau wira’i bisa membuat orang yang berhisbah terkendali untuk tidak melakukan hal-hal yang berseberangan dengan ilmunya. Tidak semua orang yang berilmu itu mengamalkan ilmunya. Bahkan terkadang orang yang berhisbah itu mengetahui kalau ia melampaui batas-batas hisbah yang diperbolehkan agama, namun dia sengaja melakukannya hanya untuk mendapatkan sesuatu keinginannya.
Di samping itu, orang yang berhisbah harus memiliki sifat wara’ agar ucapan dan nasihatnya diterima dan didengar. Mengapa? Kalau berhisbah tanpa didasari sifat wara’, maka ia akan menjadi bahan tertawaan, bahkan ditentang.
Ketiga, budi pekerti yang baik. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) harus dibarengi dengan budi pekerti yang bagus, sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Budi pekerti yang baik merupakan inti dari berhisbah.
(mhy)