Begini Hukuman Bagi Suami Istri yang Jimak di Siang Ramadhan

Senin, 04 April 2022 - 13:16 WIB
ilustrasi/Dok. SINDOnews
SUATU ketika, Abu Hurairah ra duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) sebagaimana kebiasaan mereka untuk belajar dan bergaul dengan Beliau. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba datang seseorang yang mengaku telah celaka dengan sebab dosa yang dilakukannya disertai keinginan untuk terbebas dari dosa tersebut, sembari berkata “Wahai Rasulullah, aku telah celaka”.



Rasulullah SAW pun bertanya sebabnya. Orang itupun menjawab, bahwa ia telah menggauli istrinya di siang hari bulan Ramadhan dalam keadaan puasa.

Rasulullah SAW tidak memarahinya karena ia datang untuk bertobat, ingin lepas dari perbuatan dosanya.

Kemudian Rasulullah SAW memberikan bimbingan dengan bertanya kepadanya, apakah ia bisa mendapatkan budak untuk dimerdekakan sebagai kafarat?

Laki-laki itu menjawab, tidak bisa. Kemudian beliau bertanya lagi, apakah ia mampu berpuasa dua bulan penuh berturut-turut?

Ia menjawab, tidak bisa juga.

Kemudian Rasulullah pindah ke marhalah (tingkatan) ketiga yang akhir dengan menyatakan, dapatkah ia memberi makan 60 orang miskin?

Orang itupun menjawab, tidak bisa juga. Kemudian ia duduk dan Nabi SAW berdiam diri, hingga datang seorang Anshar membawa sekeranjang berisi kurma. Lalu Nabi SAW menyatakan kepada orang tersebut, ambillah dan bershadaqahlah dengannya, sebagai kafarat (tebusan) yang wajib ia keluarkan.

Namun, karena kefakiran orang ini dan pengetahuannya tentang kedermawanan dan kecintaan Nabi SAW pada umatnya, orang tersebut malah menginginkannya sambil berkata: Adakah orang yang lebih fakir dariku? Dan ia bersumpah, bahwa di antara dua ujung Madinah, tidak ada keluarga yang lebih fakir dari keluarganya.

Kemudian Rasulullah SAW tertawa karena ta’ajub (heran) dengan keadaan orang ini yang datang dalam keadaan takut ingin lepas dari dosanya, lalu ketika mendapatkannya berbalik menginginkan harta tersebut. Lalu beliau mengizinkankanya untuk memberi makan keluarganya, karena memenuhi kebutuhan tersebut didahulukan dari kafarat.



Kisah tersebut disampaikan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam menjelaskan hadis dari Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang berbunyi:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ وَ فِيْ رِوَايَةٍ أَصَبْتُ أَهْلِيْ فِيْ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ- وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ- قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ عَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا -يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ -أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

Hadis tersebut menjelaskan tentang besarnya dosa orang berpuasa yang melakukan hubungan suami istri di siang Ramadhan. Selain itu, juga membatalkan puasa. Hal ini juga ditunjukkan oleh firman Allah, yang artinya :

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam. “[ Al Baqarah : 187 ].

Hukum ini telah menjadi kesepakatan dan ijma’ ulama kaum Muslimin sebagaimana dinukil oleh Ibnu Al Mundzir, Ibnu Qudamah, Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah.

Ibnu Hazm dalam Maratib Al Ijma’ menyatakan, kaum Muslimin sepakat (ijma’), bahwa minum dan jima’ (mengauli istri), jika dilakukan pada siang hari dengan sengaja dan ia ingat sedang berpuasa, maka puasanya batal.

Sedangkan bila menggauli istrinya dalam keadaan lupa, bahwa ia sedang berpuasa atau lupa di hari Ramadhan, maka ini tidak membatalkan puasa dan tidak terkena kafarat, sebagaimana pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama). Pendapat ini berdalil kepada keumuman firman Allah:

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآإِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا “
Halaman :
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
cover top ayah
اَفَاَمِنَ اَهۡلُ الۡـقُرٰٓى اَنۡ يَّاۡتِيَهُمۡ بَاۡسُنَا بَيَاتًا وَّهُمۡ نَآٮِٕمُوۡنَؕ‏ (٩٧) اَوَاَمِنَ اَهۡلُ الۡقُرٰٓى اَنۡ يَّاۡتِيَهُمۡ بَاۡسُنَا ضُحًى وَّهُمۡ يَلۡعَبُوۡنَ (٩٨) اَفَاَمِنُوۡا مَكۡرَ اللّٰهِ‌ ۚ فَلَا يَاۡمَنُ مَكۡرَ اللّٰهِ اِلَّا الۡقَوۡمُ الۡخٰسِرُوۡنَ (٩٩)
Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? Atau apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah yang tidak terduga-duga? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.

(QS. Al-A'raf Ayat 97-99)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More