Bolehkah Menangisi Orang yang Sudah Meninggal?

Selasa, 27 April 2021 - 13:28 WIB
Menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya. Foto ilustrasi/ist
Semua yang bernyawa pasti akan mati. Karena hidup sesungguhnya, menunggu giliran kapan kita kembali kepada sang pencipta Allah Subhanahu wa ta'ala. Namun, ketika mendengar kematian , tak sedikit di antara kita yang menangisi kepergiannya. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Lantas, apakah menangisi jenazah atau orang yang meninggal diperbolehkan?



Dalam kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab 'Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin,' yang digelar kanal dakwah Rodja, Ustadz Mubarak Bamualim Lc, MHI menjelaskan, menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya . Masudnya, berlebihan dalam menangis, tak rela dengan keputusan Allah Subhanahu wa ta'ala.

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan,

أمَّا النِّيَاحَةُ فَحَرَامٌ، وَسَيَأتِي فِيهَا بَابٌ فِي كِتابِ النَّهْيِ، إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى.



“Adapun niyahah (meratapi mayat) dengan mengucapkan kalimat-kalimat ketika menangisi mayat itu, hukumnya adalah haram. Dan nanti akan dibahas satu bab tertentu dalam dalam kitab tentang kumpulan larangan-larangan, insyaAllahu Ta’ala.”



وَأمَّا البُكَاءُ فَجَاءتْ أحَادِيثُ بِالنَّهْيِ عَنْهُ، وَأنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أهْلِهِ، وَهِيَ مُتَأَوَّلَةٌ ومَحْمُولَةٌ عَلَى مَنْ أوْصَى بِهِ، وَالنَّهْيُ إنَّمَا هُوَ عَن البُكَاءِ الَّذِي فِيهِ نَدْبٌ، أَوْ نِيَاحَةٌ،

“Adapun menangisi jenazah, banyak hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang menangis. Dan bahwasanya satu mayat diadzab lantaran tangisan keluarganya. Larangan tersebut tentu dibawa kepada makna seseorang mewasiatkan agar kalau dia meninggal supaya ditangisi. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan di sini adalah larangan yang disertai dengan nadb atau niyahah.”

"Nadb yaitu seseorang menyebutkkan kebaikan-kebaikan dan kedudukan mayit ketika menangisi. Sedangkan niyahah yaitu menangisi mayat dengan mengungkapkan perasaan yang ada dalam diri seseorang dan dengan suara yang keras,"urai Ustadz Mubarak.



Intinya adalah meratapi mayat hukumnya adalah haram. Tetapi seseorang menangis karena dia ditinggal mati oleh keluarganya, maka ini hal yang dibolehkan, dengan syarat tanpa mengeluarkan kalimat-kalimat yang menunjukkan tidak ridha kepada takdir Allah.

Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menangis tanpa ratapan ketika ada yang meninggal, ada sejumlah hadis dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya:

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pernah menjenguk Sa’ad bin Ubadah ketika sakit. Yang menyertai beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam ketika menjenguk di antaranya adalah Aburrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhum.



Setelah sampai, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pun menangis. Ketika yang hadir di situ melihat tangisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, maka mereka pun menangis. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda:

ألاَ تَسْمَعُونَ؟ إنَّ الله لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَينِ، وَلاَ بِحُزنِ القَلبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهذَا أَوْ يَرْحَمُ. وَأشَارَ إِلَى لِسَانِهِ.

“Dengarkan, sesungguhnya Allah tidak mengadzab orang yang meninggal itu lantaran tetesan air mata, dan Allah pun tidak mengadzab jenazah lantaran hati yang sedih, akan tetapi Allah mengadzab atau merahmati mayat tersebut lantaran ini (lisan).” Dan beliau memberi isyarat pada lisannya. (Muttafaqun ‘alaih)

Menurut Ustadz Mubarak, yang juga Ketua STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya tersebut, hadis ini menjelaskan kepada kita tentang perilaku dan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, Sayyidul Mursalin, Imamul Muttaqin. Bagaimana belia sebagai seorang Rasul, seorang Nabi, seorang pemimpin kaum muslimin, beliau memberikan kepada kita contoh dengan menjenguk Sa’ad bin Ubadah, salah seorang sahabatnya yang mulia, ketika sakit.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
هَلۡ اَتٰى عَلَى الۡاِنۡسَانِ حِيۡنٌ مِّنَ الدَّهۡرِ لَمۡ يَكُنۡ شَيۡـٴً۬ـا مَّذۡكُوۡرًا (١) اِنَّا خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنۡ نُّطۡفَةٍ اَمۡشَاجٍۖ نَّبۡتَلِيۡهِ فَجَعَلۡنٰهُ سَمِيۡعًۢا بَصِيۡرًا (٢) اِنَّا هَدَيۡنٰهُ السَّبِيۡلَ اِمَّا شَاكِرًا وَّاِمَّا كَفُوۡرًا‏ (٣)
Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sungguh, Kami telah menunjukkan kepadanya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur.

(QS. Al-Insan Ayat 1-3)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More