Islam Melarang Menangisi Mayit, Benarkah?
loading...
A
A
A
Menangisi mayit atau orang meninggal kerap terjadi di tengah-tengah kita. Bahkan ada yang meratapi kepergian orang yang dicintainya. Bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini?
Benarkah Islam melarang umatnya menangisi mayit ? Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia, Ustaz Farid Nu'man Hasan menukil perkataan Imam asy-Syafi'i rahimahullah berikut:
أُرَخِّصُ فِي الْبُكَاءِ عَلَى الْمَيِّتِ بِلَا نَدْبٍ وَلَا نِيَاحَةٍ لِمَا فِي النِّيَاحَةِ مِنْ تَجْدِيدِ الْحُزْنِ وَمَنْعِ الصَّبْرِ وَعَظِيمِ الْإِثْمِ
Artinya: "Diberikan rukhshah (keringanan) menangisi mayit, selama tidak melukai diri dan tidak meratap, karena meratap itu memperbarui kesedihan, menolak kesabaran, dan dosa besar." (Imam Ibnu Abdil Bar, al Istidzkar, 3/72. Lihat juga at-Tamhid, 17/729)
Imam Ibnu Habib rahimahullah berkata:
لَا بَأْسَ بِالْبُكَاءِ قَبْلَ الْمَوْتِ وَبَعْدَهُ مَا لَمْ يُرْفَعْ بِهِ الصَّوْتُ وَيَكُونُ مَعَهُ كَلَامٌ مَكْرُوهٌ
Artinya: "Tidak apa-apa menangis sebelum kematian mayit atau sesudahnya, selama tidak meninggikan suara dan dicampur dengan kata-kata yang makruh." (Imam Abul Walid al-Baji, al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa', 2/25)
Jadi sekadar menangis tanpa Niyahah (meratapi mayit), ini tidak masalah alias dibolehkan. Sebab, menangis dan tertawa adalah hal yang manusiawi.
Dalam Hadis shahih dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW pun menangis saat wafat putranya bernama Ibrahim. Anas bin Malik bercerita:
Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain kami mengunjunginya sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata. Lalu berkatalah 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu kepada beliau: "Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab: "Wahai Ibnu 'Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang)." Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda: "Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih." (HR Al-Bukhari 1303)
Wallahu A'lam
Benarkah Islam melarang umatnya menangisi mayit ? Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia, Ustaz Farid Nu'man Hasan menukil perkataan Imam asy-Syafi'i rahimahullah berikut:
أُرَخِّصُ فِي الْبُكَاءِ عَلَى الْمَيِّتِ بِلَا نَدْبٍ وَلَا نِيَاحَةٍ لِمَا فِي النِّيَاحَةِ مِنْ تَجْدِيدِ الْحُزْنِ وَمَنْعِ الصَّبْرِ وَعَظِيمِ الْإِثْمِ
Artinya: "Diberikan rukhshah (keringanan) menangisi mayit, selama tidak melukai diri dan tidak meratap, karena meratap itu memperbarui kesedihan, menolak kesabaran, dan dosa besar." (Imam Ibnu Abdil Bar, al Istidzkar, 3/72. Lihat juga at-Tamhid, 17/729)
Imam Ibnu Habib rahimahullah berkata:
لَا بَأْسَ بِالْبُكَاءِ قَبْلَ الْمَوْتِ وَبَعْدَهُ مَا لَمْ يُرْفَعْ بِهِ الصَّوْتُ وَيَكُونُ مَعَهُ كَلَامٌ مَكْرُوهٌ
Artinya: "Tidak apa-apa menangis sebelum kematian mayit atau sesudahnya, selama tidak meninggikan suara dan dicampur dengan kata-kata yang makruh." (Imam Abul Walid al-Baji, al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa', 2/25)
Jadi sekadar menangis tanpa Niyahah (meratapi mayit), ini tidak masalah alias dibolehkan. Sebab, menangis dan tertawa adalah hal yang manusiawi.
Dalam Hadis shahih dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW pun menangis saat wafat putranya bernama Ibrahim. Anas bin Malik bercerita:
Kemudian setelah itu pada kesempatan yang lain kami mengunjunginya sedangkan Ibrahim telah meninggal. Hal ini menyebabkan kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata. Lalu berkatalah 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu 'anhu kepada beliau: "Mengapa Anda menangis, wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab: "Wahai Ibnu 'Auf, sesungguhnya ini adalah rahmat (tangisan kasih sayang)." Beliau lalu melanjutkan dengan kalimat yang lain dan bersabda: "Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim pastilah bersedih." (HR Al-Bukhari 1303)
Wallahu A'lam
(rhs)