Perjuangan Sunan Giri dalam Berdakwah, Merangkul Bukan Memukul

Rabu, 05 Mei 2021 - 04:01 WIB
Umat Islam Indonesia sebaiknya belajar dari keteladanan Sunan Giri, salah satu dari Walisongo, yang berdakwah dengan cara merangkul dan bukan memukul. FOTO/IST
JAKARTA - Umat Islam Indonesia sebaiknya belajar dari keteladanan Sunan Giri , salah satu dari Walisongo, yang berdakwah dengan cara merangkul dan bukan memukul.

Hal itu diungkapkan oleh Sejarawan Santri, Zainul Milal Bizawi saat mengisi acara Ngabuburit Bersama Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan (BKNP PDIP), Selasa (4/5/2021) sore. Acara yang ditayangkan jelang berbuka puasa itu mengambil tema 'Dakwah Kultural Sunan Giri, Merangkul Bukan Memukul'. Sebagai pemandu acara adalah Sekretaris BKNP PDIP dan juga anggota DPR RI, Rano Karno

Zainul menjelaskan, Sunan Giri memiliki peranan penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara, dengan memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan. Ketika Walisongo yang lain tidak dekat dengan kekuasaan, kondisi berbeda pada Sunan Giri. Sebab beliau adalah keturunan trah Brawijaya. Namun walau memiliki akses pada kekuasaan, Sunan Giri justru tak memanfaatkan kondisi itu untuk menghilangkan tradisi Hindu.

Baca juga: KH Ahmad Baso: Nasionalisme Merupakah Strategi Jitu Walisongo Merangkul Semua Kalangan





"Tapi justru beliau biarkan saja, dirangkul pelan-pelan, kemudian disisipi nilai-nilai Keislaman," kata Zainul.

Kedudukannya sebagai penguasa menjadikannya begitu mudah dalam merangkul semua kalangan. Sunan Giri bisa memahami kondisi sosial politik saat itu, dan digunakan untuk melakukan dakwah.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, meskipun Sunan Giri berdomisili di daerah Gini, namun pengaruhnya merambah hingga ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok. "Sunan Giri ini sangat cerdas sekali, meskipun secara kedudukan ia berdomisili di Giri, tapi penyebarannya begitu luas, sampai Lombok, Kalimantan, dan bahkan sampai ke Minangkabau," kata Zainul.

Sunan Giri juga mengembangkan sistem pendidikan berbasis pesantren pada masanya. Dalam dakwahnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan kultural. Misalnya dengan menciptakan beberapa tembang dan permainan untuk anak-anak.

Baca juga: Sunan Giri, Ahli Jurnalistik yang Tulisannya Mengguncang Kerajaan Majapahit



Salah satu yang cukup dikenal adalah cublak-cublak suweng. Kata Zainul, permainan ini diyakini memiliki makna dan pesan filosofis yang cukup mendalam. Yaitu mengajarkan agar manusia tidak menuruti hawa nafsu dan keserakahan dalam mencari harta atau kebahagiaan. Namun, gunakan hati nurani dan tetap rendah hati agar harta atau kebahagiaan yang diperolehnya mengandung berkah untuk diri sendiri dan orang lain.

"Sunan Giri menggunakan model akulturasi dengan memanfaatkan kekuasaanya yang juga merangkul masyarakat biasa dengan kesenian," katanya.

Baginya, kisah Sunan Giri ini juga menyiratkan betapa pentingnya untuk membuka lagi buku-buku sejarah yang bercerita tentang budaya yang sudah ada dan berkembang. Sehingga kelestarian budaya Nusantara tetap terjaga.

Zainul berharap jangan sampai anak bangsa saat ini menghancurkan kebudayaan adiluhung itu. Karena sejarah Nusantara adalah sejarah dari para Walisongo, seperti yang dilakukan oleh Sunan Giri. "Tradisi yang sudah ada sebaiknya dijaga. Tradisi atau budaya bukanlah syirik melainkan terdapat nilai-nilai yang positif termasuk dengan nilai untuk menjaga alam," kata Zainul.

"Bung Karno pernah mengatakan untuk Ber-Tuhan dengan kebudayaan. Yang artinya kita harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan juga toleransi," kata Zainul.

Program Ngabuburit BKNP PDIP dengan tema besar 'Mata Air Kearifan Walisongo' hadir setiap hari pada bulan Ramadhan pukul 17.00 WIB. Sementara sebelum sahur, ditampilkan program sejenis juga. Semuanya dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(abd)
Hadits of The Day
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:  Itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik, itu adalah shalatnya orang-orang munafik.  Salah seorang dari mereka duduk hingga sinar matahari telah menguning, tatkala itu ia sedang berada di antara dua tanduk setan atau pada dua tanduk setan.  Maka dia bengkit untuk shalat, dia shalat empat rakaat dengan sangat cepat (seperti burung mematuk makanan),  dia tidak mengingat Allah padanya kecuali sangat sedikit.

(HR. Sunan Abu Dawud No. 350)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More