Apakah Kekayaan Pertanda Kemuliaan dan Kemiskinan Pertanda Kehinaan?
Jum'at, 28 Mei 2021 - 09:02 WIB
Sebagaimana menguji manusia dengan musibah (hal-hal yang tidak mengenakkan), Allah juga menguji manusia dengan kenikmatan.
Instrospeksi
Seorang Mukmin ketika mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT berupa kekayaan, ia akan mensyukuri Rabbnya, dan ia memandang itu murni merupakan kemurahan dan curahan kebaikan Allah terhadap dirinya, bukan merupakan bentuk kemuliaan yang Allah berikan kepada orang yang berhak.
Dan sebaliknya, jika mengalami cobaan kesulitan ekonomi, rejeki seret, seorang Mukmin akan bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah SWT seraya berintrospeksi diri, kejadian ini tiada lain karena dosa-dosaku.
Allah SWT tidak sedang menghinaku dan tidak sedang menganiaya diriku. Dalam dua ayat ini termuat satu petunjuk pentingnya seseorang menyadari saat menerima limpahan rezeki atau terhimpit ekonominya.
Misalnya, mengatakan, “Mengapa Allah memberiku rezeki melimpah? Apa yang dikehendaki dariku? Pastilah aku harus bersyukur kepada-Nya. Mengapa Allah mengujiku dengan kekurangan harta dan penyakit? Pastilah Allah menghendaki agar aku bersabar.
Jadi, hendaklah selalu melakukan introspeksi diri dalam dua kondisi tersebut. Sikap demikian akan menjauhkan manusia dari dua sifat buruknya, kebodohan dan aniaya. Sebab limpahan kekayaan dan sempitnya rezeki terjadi berdasarkan hikmah dan keadilan Allah. Manusia pun harus tetap memuji Allah dalam kedua kondisi tersebut.
Instrospeksi
Seorang Mukmin ketika mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT berupa kekayaan, ia akan mensyukuri Rabbnya, dan ia memandang itu murni merupakan kemurahan dan curahan kebaikan Allah terhadap dirinya, bukan merupakan bentuk kemuliaan yang Allah berikan kepada orang yang berhak.
Dan sebaliknya, jika mengalami cobaan kesulitan ekonomi, rejeki seret, seorang Mukmin akan bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah SWT seraya berintrospeksi diri, kejadian ini tiada lain karena dosa-dosaku.
Allah SWT tidak sedang menghinaku dan tidak sedang menganiaya diriku. Dalam dua ayat ini termuat satu petunjuk pentingnya seseorang menyadari saat menerima limpahan rezeki atau terhimpit ekonominya.
Misalnya, mengatakan, “Mengapa Allah memberiku rezeki melimpah? Apa yang dikehendaki dariku? Pastilah aku harus bersyukur kepada-Nya. Mengapa Allah mengujiku dengan kekurangan harta dan penyakit? Pastilah Allah menghendaki agar aku bersabar.
Jadi, hendaklah selalu melakukan introspeksi diri dalam dua kondisi tersebut. Sikap demikian akan menjauhkan manusia dari dua sifat buruknya, kebodohan dan aniaya. Sebab limpahan kekayaan dan sempitnya rezeki terjadi berdasarkan hikmah dan keadilan Allah. Manusia pun harus tetap memuji Allah dalam kedua kondisi tersebut.
(mhy)