Memperoleh Haji Mabrur Tak Harus Berangkat ke Tanah Suci

Senin, 07 Juni 2021 - 12:08 WIB
Ilustrasi/Dok, SINDOnews
TAHUN ini pemerintah tidak menyelenggarakan haji dengan banyak pertimbangan, salah satunya mencegah penularan virus covid-19. Lagi pula, Arab Saudi sebagai penjaga dua tempat suci, juga belum membagi kuota.

Keputusan tidak memberangkatkan haji tahun ini berarti mengulang hal yang sama pada tahun lalu. Kini waiting list kian panjang. Ada 5,3 juta calon jamaah haji yang antre untuk diberangkatkan. Sementara dalam kondisi normal, Indonesia hanya memperoleh kuota 231 ribu calon jamaah haji tiap tahun.



Bagi calon jamaah haji, yang sudah rela menyetor dana haji boleh jadi kecewa. Wajar saja, sebagai manusia. Bahkan mereka yang harusnya mendapat giliran tahun lalu dan tahun ini tentu lebih kecewa lagi.

"Bersabar dan berserah diri kepada Allah. Karena pasti akan ada hasil terbaik dari keputusan yang ada saat ini," nasehat Ustaz Adi Hidayat (UAH). Ia mengatakan, para jamaah harus berlapang dada atas keputusan yang telah dicetuskan oleh pemerintah.



Haji Mabrur

Sejatinya, haji mabrur tidak hanya diperoleh ketika kita berhaji ke Tanah Suci. Begitu kisah yang dipaparkan Abdullah bin Mubarok (118-181 H/726-797 M), seorang ulama asal Marwaz, Khurasan.

Alkisah, Abdullah bin Mubarok mendambakan dua hal dalam hal ibadah, yakni haji dan jihad. Itu ia laksanakan secara bergantian setiap tahun. Tahun ini berjihad, tahun depan berhaji, betapa pun sulitnya.

Suatu waktu, Ibnu Mubarok berkeinginan pergi haji. Untuk itu, ia bekerja keras mengumpulkan uang. Dan ketika terkumpul, ia pun melaksanakan niatnya, menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.



Ketika sudah selesai mengerjakan berbagai tahapan ibadah haji, ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi menyaksikan dua orang malaikat turun ke bumi. Kedua malaikat ini pun terlibat dalam perbincangan.

“Berapa banyak jamaah yang datang tahun ini?” tanya malaikat yang satu kepada malaikat lainnya.

“Enam ratus ribu orang,” jawab malaikat lainnya.

“Tapi, tak satu pun diterima, kecuali seorang tukang sepatu bernama Muwaffaq yang tinggal di Damsyik (Damaskus). Dan berkat dia, maka semua jamaah yang berhaji diterima hajinya,” kata malaikat yang kedua.

Ketika Ibnu Mubarok mendengar percakapan malaikat itu, terbangunlah ia. Ia pun berkeinginan mengunjungi Muwaffaq yang tinggal di Damsyik. Ia telusuri kediamannya dan kemudian menemukannya.

Ibnu Mubarok lalu memberi salam kepadanya. Ia menyampaikan mimpi yang didapatnya. Mendengar cerita Ibnu Mubarok, maka menangislah Muwaffaq hingga akhirnya jatuh pingsan. Dan setelah sadar, Ibnu Mubarok memohon agar Muwaffaq menceritakan pengalaman hajinya hingga ia memperoleh predikat haji mabrur tersebut.

Muwaffaq menceritakan bahwa selama lebih dari 40 tahun, dia berkeinginan untuk melakukan ibadah haji. Karenanya, dia pun mengumpulkan uang untuk itu. Jumlahnya sekitar 350 dirham (perak) dari hasil berdagang sepatu.

Ketika musim haji tiba, ia mempersiapkan diri untuk berangkat bersama istrinya. Menjelang keberangkatan itu, istrinya yang sedang hamil mencium aroma makanan yang sangat sedap dari tetangganya. Muwaffaq pun mendatanginya dan memohon agar istrinya diberikan sedikit makanan tersebut.



Tetangganya ini langsung menangis. Ia lalu menceritakan kisahnya. “Sudah tiga hari ini anakku tidak makan apa-apa,” katanya. “Hari ini, aku melihat seekor keledai mati tergeletak dan kemudian aku memotongnya, lalu kumasak untuk mereka. Ini terpaksa kulakukan karena kami memang tidak punya. Jadi, makanan ini tidak layak buat kalian karena makanan ini tidak halal bagimu,” terangnya sambil menangis.

Mendengar hal itu, tanpa berpikir panjang Muwaffaq langsung kembali ke rumahnya mengambil tabungannya 350 dirham untuk diserahkan kepada keluarga tersebut. “Belanjakan ini untuk anakmu. Inilah perjalanan hajiku,” ungkapnya.

Kisah ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa untuk memperoleh haji mabrur tidak mesti mendatangi Tanah Suci. Lebih dari itu, sesungguhnya haji adalah amal yang utama. Namun, menyantuni anak yatim, orang miskin, dan telantar merupakan amal yang lebih utama.

Karena, beribadah haji hanya untuk kepentingan pribadi, sedangkan menyantuni anak yatim dan memberi makan fakir miskin menjadi ibadah sosial yang manfaatnya lebih besar. Wallahu'alam.

(mhy)
Follow
Hadits of The Day
Dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata; Abdullah berkata, Saya pernah mendengar Nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menjadikan segala macam keinginannya hanya satu, yaitu keinginan tempat kembali (negeri Akhirat), niscaya Allah subhanahu wa ta'ala akan mencukupkan baginya keinginan dunianya. Dan barangsiapa yang keinginannya beraneka ragam pada urusan dunia, maka Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan memperdulikan dimanapun ia binasa.

(HR. Ibnu Majah No. 4096)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More