KH Hasyim Asy'ari: Sholat Rebo Wekasan Tidak Ada Dasarnya Dalam Syariat
Rabu, 06 Oktober 2021 - 13:03 WIB
Ulama besar Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari , melarang ulama mengeluarkan fatwa mengajak dan melakukan shola t Rebo Wekasan . "Shalat tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat," tegasnya.
KH Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur menjelaskan tendensinya adalah bahwa kitab-kitab yang bisa dibuat pijakan tidak menyebutkannya, seperti kitab al-Taqrib, al-Minhaj al-Qawim, Fath al-Mu’in, al-Tahrir dan kitab seatasnya seperti al-Nihayah, al-Muhadzab dan Ihya’ Ulum al-Din.
Semua kitab-kitab tersebut, katanya, tidak ada yang menyebutkannya. Bagi siapapun tidak boleh berdalih kebolehan melakukan sholat tersebut dengan hadits shahih bahwa Nabi bersabda, "sholat adalah sebaik-baiknya tempat, perbanyaklah atau sedikitkanlah, karena sesungguhnya hadits tersebut hanya mengarah kepada shalat-shalat yang disyariatkan," ujarnya.
Isu mengenai Rabu terakhir di bulan Shafar atau lebih dikenal dengan istilah Rebo Wekasan bukan merupakan hal yang baru. Banyak perbincangan dan kajian berkaitan dengan isu tersebut. Mulai dari sejarah, ritual-ritual atau musibah-musibah yang diasumsikan pada hari tersebut. Termasuk yang sering ramai diperbincangkan adalah ritual shalat Rebo wekasan.
Laman NU juga memuat mengenai hukum sholat Rebo Wekasan juga mengatakan pada dasarnya, tidak ada nash sharih yang menjelaskan anjuran shalat Rebo wekasan. Oleh karenanya, bila shalat Rebo Wekasan diniati secara khusus, misalkan “aku niat shalat Shafar”, “aku niat shalat Rebo wekasan”, maka tidak sah dan haram.
Hal ini sesuai dengan prinsip kaidah fiqih: “Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’, juz 2, hal. 60).
Atas pertimbangan tersebut, ulama mengharamkan shalat Raghaib di awal Jumat bulan Rajab, shalat nishfu Sya’ban, shalat Asyura’ dan shalat kafarat di akhir bulan Ramadhan, sebab shalat-shalat tersebut tidak memiliki dasar hadits yang kuat.
Sedangkan menurut Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki hukumnya boleh. Menurut beliau, solusi untuk membolehkan shalat-shalat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha’ adalah dengan cara meniatkan shalat-shalat tersebut dengan niat shalat sunah mutlak.
“Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo Wekasan), maka barang siapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya,” ujar yekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki dalam Kanz al-Najah wa al-Surur.
Shalat Rebo wekasan sendiri dijelaskan secara rinci meliputi tata cara dan doanya oleh Syekh Abdul Hamid Quds dalam Kanz al-Najah wa al-Surur. Demikian pula disebutkan oleh Syekh Ibnu Khatiruddin al-Athar dalam kitab al-Jawahir al-Khams. Shalat Rebo wekasan umum dilakukan di beberapa daerah, ada yang melakukannya secara berjamaah, ada dengan sendiri-sendiri. Wallahu a’lam.
Lihat Juga: Pidato Guru Besar, Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Gulirkan Fiqih Madani Respons Sengkarut Kenegaraan
KH Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur menjelaskan tendensinya adalah bahwa kitab-kitab yang bisa dibuat pijakan tidak menyebutkannya, seperti kitab al-Taqrib, al-Minhaj al-Qawim, Fath al-Mu’in, al-Tahrir dan kitab seatasnya seperti al-Nihayah, al-Muhadzab dan Ihya’ Ulum al-Din.
Semua kitab-kitab tersebut, katanya, tidak ada yang menyebutkannya. Bagi siapapun tidak boleh berdalih kebolehan melakukan sholat tersebut dengan hadits shahih bahwa Nabi bersabda, "sholat adalah sebaik-baiknya tempat, perbanyaklah atau sedikitkanlah, karena sesungguhnya hadits tersebut hanya mengarah kepada shalat-shalat yang disyariatkan," ujarnya.
Isu mengenai Rabu terakhir di bulan Shafar atau lebih dikenal dengan istilah Rebo Wekasan bukan merupakan hal yang baru. Banyak perbincangan dan kajian berkaitan dengan isu tersebut. Mulai dari sejarah, ritual-ritual atau musibah-musibah yang diasumsikan pada hari tersebut. Termasuk yang sering ramai diperbincangkan adalah ritual shalat Rebo wekasan.
Laman NU juga memuat mengenai hukum sholat Rebo Wekasan juga mengatakan pada dasarnya, tidak ada nash sharih yang menjelaskan anjuran shalat Rebo wekasan. Oleh karenanya, bila shalat Rebo Wekasan diniati secara khusus, misalkan “aku niat shalat Shafar”, “aku niat shalat Rebo wekasan”, maka tidak sah dan haram.
Hal ini sesuai dengan prinsip kaidah fiqih: “Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’, juz 2, hal. 60).
Atas pertimbangan tersebut, ulama mengharamkan shalat Raghaib di awal Jumat bulan Rajab, shalat nishfu Sya’ban, shalat Asyura’ dan shalat kafarat di akhir bulan Ramadhan, sebab shalat-shalat tersebut tidak memiliki dasar hadits yang kuat.
Sedangkan menurut Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki hukumnya boleh. Menurut beliau, solusi untuk membolehkan shalat-shalat yang ditegaskan haram dalam nashnya para fuqaha’ adalah dengan cara meniatkan shalat-shalat tersebut dengan niat shalat sunah mutlak.
“Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo Wekasan), maka barang siapa menghendaki shalat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya,” ujar yekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki dalam Kanz al-Najah wa al-Surur.
Shalat Rebo wekasan sendiri dijelaskan secara rinci meliputi tata cara dan doanya oleh Syekh Abdul Hamid Quds dalam Kanz al-Najah wa al-Surur. Demikian pula disebutkan oleh Syekh Ibnu Khatiruddin al-Athar dalam kitab al-Jawahir al-Khams. Shalat Rebo wekasan umum dilakukan di beberapa daerah, ada yang melakukannya secara berjamaah, ada dengan sendiri-sendiri. Wallahu a’lam.
Lihat Juga: Pidato Guru Besar, Direktur Pascasarjana UIN Walisongo Gulirkan Fiqih Madani Respons Sengkarut Kenegaraan
(mhy)