Thariq bin Ziyad: Penakluk Andalusia, Pernah Bermimpi Bertemu Nabi SAW
Jum'at, 15 Oktober 2021 - 13:46 WIB
Thariq bin Ziyad adalah pahlawan Islam yang sukses menaklukan Andalusia, Kordoba, Granada, dan Toledo. Suatu hari, ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW . Di dalam mimpinya, Rasulullah berkata kepada Thariq, “Beranilah wahai Thariq! Dan selesaikan apa yang telah ditakdirkan untukmu.”
Alkisah, di Gunung Hollow pada musim semi tahun 711 M. Seorang lelaki berdiri dan termenung. Dia menatap hamparan pegunungan yang berada di hadapannya. Ya, gunung itu oleh penduduk setempat pada waktu itu dinamai Gunung Hollow sebuah nama Romawi.
Orang itu adalah Thariq bin Ziyad. Setelah Thariq menguasai Gunung Hollow, baik puncaknya, lembahnya, punggungannya, dan air-air yang mengalir di dalamnya akan dikenal dengan namanya sendiri: Gunung Thariq. Di dalam bahasa Arab itu disebut dengan Jabal Thariq, sementara dalam bahasa Inggris, sekarang kita mengenalnya dengan sebutan Gibraltar.
Bekas Budak
Eamon Gearon dalam bukunya berjudul Turning Points in Middle Eastern History, menceritakan Thariq adalah penduduk asli Afrika Utara, mungkin dari wilayah yang kita kenal sekarang sebagai Libya. Dia merupakan anak suku Berber, yang merupakan penduduk asli Afrika Utara.
Orang Berber adalah orang pertama yang mendiami wilayah barat laut Afrika. Pada akhir abad ke-7, orang-orang Arab Muslim mendatangi Afrika Utara, menaklukkan daerah tersebut dan mengenalkan agama Islam dan bahasa Arab. Kelompok minoritas Berber menerima Islam namun mempertahankan bahasa dan adat istiadatnya.
Pada peristiwa penaklukan tersebut, Thariq dan sukunya mengalami kekalahan, dan dia harus dipenjara sebagai tawanan perang.
Selanjutnya Thariq menjadi tawanan milik Musa bin Nusayr, Gubernur asal Arab untuk Ifriqiya (sekarang Tunisia), yang sebelumnya merupakan provinsi milik Kekaisaran Romawi. Bertahun-tahun selanjutnya Thariq menghabiskan hidupnya menjadi seorang budak.
Namun, Musa bin Nusayr, menyadari ada sesuatu yang lain dari sosok Thariq. Dia melihat Thariq merupakan seorang pemberani, dan dia memiliki bakat untuk menjadi pemimpin. Musa kemudian memberikan Thariq kebebasan, dan selanjutnya dia mengabdi menjadi tentara di bawah kepemimpinan Musa.
Thariq kemudian masuk Islam, dan karena bakat kepemimpinannya, karirnya melejit naik, oleh Musa dia diangkat menjadi jenderal.
Kehidupannya telah berubah secara dramatis, sekarang dia berdiri sebagai seorang jenderal yang memimpin pasukannya, bersiap-siap untuk melakukan serangan ke Spanyol.
Sejarawan Islam, Ibnu Khaldun mengisahkan, bahwa Thariq telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di dalam mimpinya. Di dalam mimpinya, Rasulullah berkata kepada Thariq, “beranilah wahai Thariq! Dan selesaikan apa yang telah ditakdirkan untukmu.”
Andalusia Sebelum Islam
Masyarakat Andalusia pada masa sebelum datangnya kekuasaan Islam berada di bawah Kerajaan Gothik atau Visigothik. Kerajaan ini menempati daerah yang kini menjadi Prancis barat daya dan Semenanjung Iberia sejak abad ke-5 hingga abad ke-8 masehi.
Sebagai salah satu negara Jermanik penerus Kekaisaran Romawi Barat, kerajaan ini pada awalnya bermula dari pemukiman Visigoth di bawah raja Wallia di provinsi Aquaitaine di Prancis selatan oleh pemerintahan Romawi dan meluas melalui penaklukan di semenanjung Iberia.
Pada masa kepemimpinan raja Roderic kondisi Kerajaan menjadi tidak kondusif karena ia dikenal sebagai penguasa yang tidak toleran.
Keadaan demikian memicu munculnya konflik, penderitaan, kemelaratan akibat ketidakadilan, dan tertindasnya masyarakat kelas bawah dan masyarakat yang tidak sefaham dengan kerajaan.
Keadaan menjadi lebih tidak kondusif dengan dibuatnya kebijakan ekonomi kerajaan yang membiarkan tanah-tanah tidak digarap, pabrik-pabrik ditutup secara sepihak dan sarana transportasi tidak mendapatkan perhatian. Hal ini memicu lumpuhnya ekonomi masyarakat.
Pemerintahan Raja Roderick menjadi kacau setelah adanya perebutan kekuasaan antara dirinya dengan keturunan Witiza dan ratu Julian. Ini dikarenakan pada sekitar tahun 710 M Raja Visigothik pada waktu itu Witiza dikudeta oleh Roderick, dan Roderick menodai puteri dari Julian, gubernur Ceutia, Afrika Utara. Konflik tersebut ditambah dengan kebijakan politik Raja yang otoriter serta sering membuat keputusan yang sepihak.
Imbasnya kekuatan militer Roderick menjadi sangat lemah. Kondisi pasukan yang hanya dari kalangan budak melemahkan kekuatan militer yang pada waktu itu harus berhadapan dengan kekuatan umat Yahudi yang berkoalisi dengan tentara Islam.
Yahudi meminta bantuan kepada tentara Muslim di Afrika Utara pada waktu itu karena ditekan oleh penguasa. Bukan hanya kaum Yahudi Julian pun meminta bantuan kepada Musa bin Nusair, kepada Khalifah Ummayah di Afrika Utara. Orang-orang Afrika saat itu dikenal sebagai bangsa Berber, yang memiliki kemampuan mahir dalam bertempur.
Pasukan Kecil
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, pasukan perang Arab telah sampai ke Afrika di bagian Barat, Iran di wilayah Timur, dan Armenia di sisi Utara. Di Timur, Qutaibah bin Muslim menaklukan Tusken, Farghana, dan seberang Sungan Amudaria, pasukan perangnya pun sudah sampai di perbatasan China.
Di Tenggara, Muhammad bin Qasim ats-Tsaqafi mulai menggempur wilayah Sind dan India serta cepat menguasai nagara-negara tersebut yang menjadi wilayah Islam sejak saat itu.
Di Barat, Musa bin Nashir mampu menyempurnakan penaklukan Afrika dan Maroko. Sang panglima, Thariq bin Ziyad, diutus untuk menaklukan Andalusia. Thariq pun menyebrangi selat yang memisahkan Benua Afrika dan Eropa.
Penaklukan Andalusia dimulai dengan seizin Walid bin Abdul Malik, khalifah Umayyah saat itu. Musa bin Nusair, mengirim pasukan kecil, 500 orang dipimpin Tharif bin Malik menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa untuk menyelidiki kebenaran dari Julian dan mempelajari medan pertempuran.
Pasukan itu menggunakan empat buah kapal yang disediakan Julian. Pasukan Tharif memenangkan pertempuran dan kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan perang.
Kemudian setelah ia kembali, Gubernur Tangier, Thariq bin Ziyad ditugaskan untuk memimpin 7000 pasukan untuk menyerang bersama Julian, dan pada 29 April 711 M mendarat di sebuah bukit di Al Andalus, yang kemudian dinamai Jabal Thariq atau bukit Gibraltar.
Kemudian disusul 5000 pasukan lagi yang dipimpin Tharif bin Malik, sehingga mereka berjumlah 12.000 pasukan untuk melawan pasukan Visigothik yang berjumlah 100.000.
Thariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Andalusia karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang di didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang di kirim Khalifah Al-Walid pasukan itu menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.
Dengan dikuasainya Gibraltar maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia sehingga terjadilah pertempuran di daerah Bakkah yang merupakan tempat raja Roderick dikalahkan.
Thariq dapat menaklukan Kordoba, Granada dan Toledo. Kemenangan ini memberi peluang yang sangat besar untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Atas dasar inilah akhirnya Musa bin Nushar turun membantu Thariq, setelah ia dan Thariq bergabung, mereka berhasil menaklukan wilayah-wilayah yang penting di Spanyol seperti Saragosa, Karmonan, Seville dan Merida.
Alkisah, di Gunung Hollow pada musim semi tahun 711 M. Seorang lelaki berdiri dan termenung. Dia menatap hamparan pegunungan yang berada di hadapannya. Ya, gunung itu oleh penduduk setempat pada waktu itu dinamai Gunung Hollow sebuah nama Romawi.
Orang itu adalah Thariq bin Ziyad. Setelah Thariq menguasai Gunung Hollow, baik puncaknya, lembahnya, punggungannya, dan air-air yang mengalir di dalamnya akan dikenal dengan namanya sendiri: Gunung Thariq. Di dalam bahasa Arab itu disebut dengan Jabal Thariq, sementara dalam bahasa Inggris, sekarang kita mengenalnya dengan sebutan Gibraltar.
Baca Juga
Bekas Budak
Eamon Gearon dalam bukunya berjudul Turning Points in Middle Eastern History, menceritakan Thariq adalah penduduk asli Afrika Utara, mungkin dari wilayah yang kita kenal sekarang sebagai Libya. Dia merupakan anak suku Berber, yang merupakan penduduk asli Afrika Utara.
Orang Berber adalah orang pertama yang mendiami wilayah barat laut Afrika. Pada akhir abad ke-7, orang-orang Arab Muslim mendatangi Afrika Utara, menaklukkan daerah tersebut dan mengenalkan agama Islam dan bahasa Arab. Kelompok minoritas Berber menerima Islam namun mempertahankan bahasa dan adat istiadatnya.
Pada peristiwa penaklukan tersebut, Thariq dan sukunya mengalami kekalahan, dan dia harus dipenjara sebagai tawanan perang.
Selanjutnya Thariq menjadi tawanan milik Musa bin Nusayr, Gubernur asal Arab untuk Ifriqiya (sekarang Tunisia), yang sebelumnya merupakan provinsi milik Kekaisaran Romawi. Bertahun-tahun selanjutnya Thariq menghabiskan hidupnya menjadi seorang budak.
Namun, Musa bin Nusayr, menyadari ada sesuatu yang lain dari sosok Thariq. Dia melihat Thariq merupakan seorang pemberani, dan dia memiliki bakat untuk menjadi pemimpin. Musa kemudian memberikan Thariq kebebasan, dan selanjutnya dia mengabdi menjadi tentara di bawah kepemimpinan Musa.
Thariq kemudian masuk Islam, dan karena bakat kepemimpinannya, karirnya melejit naik, oleh Musa dia diangkat menjadi jenderal.
Kehidupannya telah berubah secara dramatis, sekarang dia berdiri sebagai seorang jenderal yang memimpin pasukannya, bersiap-siap untuk melakukan serangan ke Spanyol.
Sejarawan Islam, Ibnu Khaldun mengisahkan, bahwa Thariq telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di dalam mimpinya. Di dalam mimpinya, Rasulullah berkata kepada Thariq, “beranilah wahai Thariq! Dan selesaikan apa yang telah ditakdirkan untukmu.”
Andalusia Sebelum Islam
Masyarakat Andalusia pada masa sebelum datangnya kekuasaan Islam berada di bawah Kerajaan Gothik atau Visigothik. Kerajaan ini menempati daerah yang kini menjadi Prancis barat daya dan Semenanjung Iberia sejak abad ke-5 hingga abad ke-8 masehi.
Sebagai salah satu negara Jermanik penerus Kekaisaran Romawi Barat, kerajaan ini pada awalnya bermula dari pemukiman Visigoth di bawah raja Wallia di provinsi Aquaitaine di Prancis selatan oleh pemerintahan Romawi dan meluas melalui penaklukan di semenanjung Iberia.
Pada masa kepemimpinan raja Roderic kondisi Kerajaan menjadi tidak kondusif karena ia dikenal sebagai penguasa yang tidak toleran.
Keadaan demikian memicu munculnya konflik, penderitaan, kemelaratan akibat ketidakadilan, dan tertindasnya masyarakat kelas bawah dan masyarakat yang tidak sefaham dengan kerajaan.
Keadaan menjadi lebih tidak kondusif dengan dibuatnya kebijakan ekonomi kerajaan yang membiarkan tanah-tanah tidak digarap, pabrik-pabrik ditutup secara sepihak dan sarana transportasi tidak mendapatkan perhatian. Hal ini memicu lumpuhnya ekonomi masyarakat.
Pemerintahan Raja Roderick menjadi kacau setelah adanya perebutan kekuasaan antara dirinya dengan keturunan Witiza dan ratu Julian. Ini dikarenakan pada sekitar tahun 710 M Raja Visigothik pada waktu itu Witiza dikudeta oleh Roderick, dan Roderick menodai puteri dari Julian, gubernur Ceutia, Afrika Utara. Konflik tersebut ditambah dengan kebijakan politik Raja yang otoriter serta sering membuat keputusan yang sepihak.
Imbasnya kekuatan militer Roderick menjadi sangat lemah. Kondisi pasukan yang hanya dari kalangan budak melemahkan kekuatan militer yang pada waktu itu harus berhadapan dengan kekuatan umat Yahudi yang berkoalisi dengan tentara Islam.
Yahudi meminta bantuan kepada tentara Muslim di Afrika Utara pada waktu itu karena ditekan oleh penguasa. Bukan hanya kaum Yahudi Julian pun meminta bantuan kepada Musa bin Nusair, kepada Khalifah Ummayah di Afrika Utara. Orang-orang Afrika saat itu dikenal sebagai bangsa Berber, yang memiliki kemampuan mahir dalam bertempur.
Pasukan Kecil
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, pasukan perang Arab telah sampai ke Afrika di bagian Barat, Iran di wilayah Timur, dan Armenia di sisi Utara. Di Timur, Qutaibah bin Muslim menaklukan Tusken, Farghana, dan seberang Sungan Amudaria, pasukan perangnya pun sudah sampai di perbatasan China.
Di Tenggara, Muhammad bin Qasim ats-Tsaqafi mulai menggempur wilayah Sind dan India serta cepat menguasai nagara-negara tersebut yang menjadi wilayah Islam sejak saat itu.
Di Barat, Musa bin Nashir mampu menyempurnakan penaklukan Afrika dan Maroko. Sang panglima, Thariq bin Ziyad, diutus untuk menaklukan Andalusia. Thariq pun menyebrangi selat yang memisahkan Benua Afrika dan Eropa.
Penaklukan Andalusia dimulai dengan seizin Walid bin Abdul Malik, khalifah Umayyah saat itu. Musa bin Nusair, mengirim pasukan kecil, 500 orang dipimpin Tharif bin Malik menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa untuk menyelidiki kebenaran dari Julian dan mempelajari medan pertempuran.
Pasukan itu menggunakan empat buah kapal yang disediakan Julian. Pasukan Tharif memenangkan pertempuran dan kembali ke Afrika Utara dengan membawa harta rampasan perang.
Kemudian setelah ia kembali, Gubernur Tangier, Thariq bin Ziyad ditugaskan untuk memimpin 7000 pasukan untuk menyerang bersama Julian, dan pada 29 April 711 M mendarat di sebuah bukit di Al Andalus, yang kemudian dinamai Jabal Thariq atau bukit Gibraltar.
Kemudian disusul 5000 pasukan lagi yang dipimpin Tharif bin Malik, sehingga mereka berjumlah 12.000 pasukan untuk melawan pasukan Visigothik yang berjumlah 100.000.
Thariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Andalusia karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang di didukung oleh Musa bin Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang di kirim Khalifah Al-Walid pasukan itu menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.
Dengan dikuasainya Gibraltar maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia sehingga terjadilah pertempuran di daerah Bakkah yang merupakan tempat raja Roderick dikalahkan.
Thariq dapat menaklukan Kordoba, Granada dan Toledo. Kemenangan ini memberi peluang yang sangat besar untuk menaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Atas dasar inilah akhirnya Musa bin Nushar turun membantu Thariq, setelah ia dan Thariq bergabung, mereka berhasil menaklukan wilayah-wilayah yang penting di Spanyol seperti Saragosa, Karmonan, Seville dan Merida.
(mhy)