Shalahuddin Al Ayyubi Mengubah Mesir dari Negeri Syiah Menjadi Sunni
Rabu, 27 Oktober 2021 - 14:43 WIB
Shalahuddin Al Ayyubi atau Barat menyebutnya Saladin adalah tokoh penting perubahan dinasti di Mesir yang berpaham Syiah menjadi Sunni . Shalahuddin Al Ayyubi juga aktor kunci yang berhasil merebut Yerusalem dari kekuasaan pasukan Salib.
Langkah-langkah Shalahuddin Al Ayyubi meminimalisasi pengaruh Syiah di Mesir menjadi Sunni mulai dilakukan setelah ia sukses menjadi wazir di Mesir. Ia, antara lain, mendatangkan banyak ulama Sunni ke negeri itu.
Shalahuddin Al Ayyubi juga mendirikan universitas yang bermahzab Maliki dan Syafi’i. Langkah ini ditempuh untuk mengimbangi pengaruh Syiah Ismailiyah yang sudah ratusan tahun mengakar di Mesir.
Masjid Besar al-Azhar yang dibangun Khalifah al-Mu'iz li Dinillah, dinasti Fatimiyah, pada 973 dan cenderung Syiah diubah menjadi Sunni. Al-Azhar dari asal kata az-Zahra, nama panggilan Sayyidah Fatimah az-Zahra.
Dinasti Fatimiyyah sebelumnya sudah menorehkan kegemilangan selama hingga 200 tahun. Wilayahnya mencakup Afrika Utara, Sisilia, Pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, hingga Hijaz.
Begitu Shalahuddin Al Ayyubi menjadi khalifah, ia mengakhiri kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berpaham Syiah dengan mendeklarasikan Dinasti Ayyubiyah yang Sunni.
Keluarga Terhormat
Nama lengkapnya, Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi. Ia lahir di kota Tikrit (sekarang Irak), tahun 1138 M. Konon, di dalam darahnya mengalir juga darah Arab, dari sebuah keluarga terhormat di masanya. Tapi yang pasti ia adalah seorang keturunan Kurdi, dan berasal dari keluarga pejabat daerah.
Ayahnya, Najmuddin Ayyub, adalah penguasa Saljuk di Tikrit, pada masa pemerintahan Imaduddin Zanky, penguasa Saljuk untuk wilayah kota Mousul, Irak.
Eamon Gearon dalam bukunya berjudul Turning Points in Middle Eastern History menjelaskan pada saat kelahirannya, dunia Islam sedang mengalami masa pancaroba. Kekhalifahan Abbasiyah sedang menurun pamornya, menyusul meningkatnya pamor dinasti Saljuk di Asia Tengah. Pada masa itu, dapat dikatakan secara de facto, Abbasiyah sebenarnya berada di bawah kendali dinasti Saljuk.
Pada tahun 1095 M Paus Urbanus berpidato di Clermont di Prancis selatan, dan mendeklarasikan Perang Salib. Mereka merangsek ke Yerusalem yang saat itu sedang dikuasai oleh Dinasti Fatimiyah yang juga sedang “sakit keras”.
Pada Mei 1098 M, Dinasti Fatimiyah harus menghadapi dua front sekaligus, pasukan Salib dan Pasukan Saljuk yang terus memperluas areal kekuasaannya. Sebagaimana sejarah mencatat, akhirnya Yeruslem jatuh ke tangan pasukan salib dan berkuasa di sana.
Masa Muda
Ketika pengusaha Saljuk Imaduddin Zanky berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 1139 M, Najmuddin Ayyub diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah, Nuruddin Mahmud.
Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Di samping itu, ia dikenal memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang astronomi dan geometri.
Setelah cukup dewasa, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari agama selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Dari tempat inilah Shalahuddin memulai kariernya.
Perubahan itu datang, ketika salah satu wazir (penasehat) Dinasti Fatimiyah datang ke istana Nuruddin untuk memohon bantuan.
Kala itu, Dinasti Fatimiyah sedang dalam masa kemerosotan yang parah. Sejak wafatnya Khalifah Al Hakim pada tahun 1021, para Khalifah dinasti ini naik tahta pada usia sangat belia. Sehingga peran penasihat menjadi krusial dalam mengelola negara.
Langkah-langkah Shalahuddin Al Ayyubi meminimalisasi pengaruh Syiah di Mesir menjadi Sunni mulai dilakukan setelah ia sukses menjadi wazir di Mesir. Ia, antara lain, mendatangkan banyak ulama Sunni ke negeri itu.
Baca Juga
Shalahuddin Al Ayyubi juga mendirikan universitas yang bermahzab Maliki dan Syafi’i. Langkah ini ditempuh untuk mengimbangi pengaruh Syiah Ismailiyah yang sudah ratusan tahun mengakar di Mesir.
Masjid Besar al-Azhar yang dibangun Khalifah al-Mu'iz li Dinillah, dinasti Fatimiyah, pada 973 dan cenderung Syiah diubah menjadi Sunni. Al-Azhar dari asal kata az-Zahra, nama panggilan Sayyidah Fatimah az-Zahra.
Dinasti Fatimiyyah sebelumnya sudah menorehkan kegemilangan selama hingga 200 tahun. Wilayahnya mencakup Afrika Utara, Sisilia, Pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, hingga Hijaz.
Begitu Shalahuddin Al Ayyubi menjadi khalifah, ia mengakhiri kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berpaham Syiah dengan mendeklarasikan Dinasti Ayyubiyah yang Sunni.
Keluarga Terhormat
Nama lengkapnya, Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi. Ia lahir di kota Tikrit (sekarang Irak), tahun 1138 M. Konon, di dalam darahnya mengalir juga darah Arab, dari sebuah keluarga terhormat di masanya. Tapi yang pasti ia adalah seorang keturunan Kurdi, dan berasal dari keluarga pejabat daerah.
Ayahnya, Najmuddin Ayyub, adalah penguasa Saljuk di Tikrit, pada masa pemerintahan Imaduddin Zanky, penguasa Saljuk untuk wilayah kota Mousul, Irak.
Eamon Gearon dalam bukunya berjudul Turning Points in Middle Eastern History menjelaskan pada saat kelahirannya, dunia Islam sedang mengalami masa pancaroba. Kekhalifahan Abbasiyah sedang menurun pamornya, menyusul meningkatnya pamor dinasti Saljuk di Asia Tengah. Pada masa itu, dapat dikatakan secara de facto, Abbasiyah sebenarnya berada di bawah kendali dinasti Saljuk.
Pada tahun 1095 M Paus Urbanus berpidato di Clermont di Prancis selatan, dan mendeklarasikan Perang Salib. Mereka merangsek ke Yerusalem yang saat itu sedang dikuasai oleh Dinasti Fatimiyah yang juga sedang “sakit keras”.
Pada Mei 1098 M, Dinasti Fatimiyah harus menghadapi dua front sekaligus, pasukan Salib dan Pasukan Saljuk yang terus memperluas areal kekuasaannya. Sebagaimana sejarah mencatat, akhirnya Yeruslem jatuh ke tangan pasukan salib dan berkuasa di sana.
Masa Muda
Ketika pengusaha Saljuk Imaduddin Zanky berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 1139 M, Najmuddin Ayyub diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah, Nuruddin Mahmud.
Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Di samping itu, ia dikenal memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang astronomi dan geometri.
Setelah cukup dewasa, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari agama selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Dari tempat inilah Shalahuddin memulai kariernya.
Perubahan itu datang, ketika salah satu wazir (penasehat) Dinasti Fatimiyah datang ke istana Nuruddin untuk memohon bantuan.
Kala itu, Dinasti Fatimiyah sedang dalam masa kemerosotan yang parah. Sejak wafatnya Khalifah Al Hakim pada tahun 1021, para Khalifah dinasti ini naik tahta pada usia sangat belia. Sehingga peran penasihat menjadi krusial dalam mengelola negara.