Kisah Bijak Para Sufi: Khasiat Darah Manusia

Sabtu, 06 Juni 2020 - 06:19 WIB
Ketika hal itu didengar oleh Al-Ghazali, ia berkata, suatu pengaruh hanya bisa terjadi lewat cara dan saat yang tepat. Foto/Ilustrasi/Ist
MAULANA Bahaudin Naqshband suatu kali ditanya, "bagaimana orang atau bayi yang tercela bisa disucikan dalam sekejap, misalnya cukup dengan mendatangi dan menyentuh seorang guru agung , seperti dikisahkan dalam banyak cerita?"

Sang Maulana menuturkan kisah berikut sebagai jawaban, sambil mengatakan bahwa metode ini menyerupai jalan tak langsung dalam spiritualisasi.

Seorang raja pada masa kerajaan Byzantium yang agung menderita suatu penyakit mematikan yang tak satu tabib pun mampu menyembuhkannya. Raja itu mengirim utusan ke setiap negeri untuk mencari obat yang manjur untuk penyakitnya. Salah seorang utusannya sampai ke madrasah Al-Ghazali yang Agung, seorang sufi yang konon merupakan salah satu orang suci terkemuka di Timur. Al-Ghazali menyuruh seorang muridnya mengadakan perjalanan ke Konstantinopel.



Baca juga
: Kisah Bijak Para Sufi: Kisah Pasir



Ketika murid bernama Al-Arif itu tiba, ia segera dibawa ke istana dan diperlakukan dengan sangat baik. Raja pun memohon agar Al-Arif mengobati penyakitnya. Syeh Al-Arif menanyakan macam obat yang telah diminum raja, dan yang rencananya akan dicoba nantinya. Kemudian, ia memeriksa pasiennya.

Akhirnya, ia meminta agar semua pegawai istana dipanggil, dan ia akan mengatakan cara pengobatan yang mungkin dilakukan.

Ketika semua orang-orang terhormat di kerajaan itu sudah berkumpul, Sufi itu berkata, "Raja kalian sebaiknya menggunakan iman ."

"Raja kami memiliki iman," kata seorang pendeta, "namun sejauh ini tidak memberi hasil."

"Kalau begitu," kata Sang Sufi, "aku terpaksa memberitahu bahwa hanya ada satu obat di bumi yang bisa menyelamatkan raja. Tetapi, aku tak mau mengatakannya, sebab obat itu sungguh mengerikan."



Tetapi, para pejabat itu membujuk, mendesak, menjanjikan kekayaan, dan bahkan mengancamnya. Kemudian, darwis itu pun berkata, "Raja akan sembuh bila ia mandi dalam darah beberapa ratus anak berusia kurang dari tujuh tahun."

Ketika kebingungan dan ketakutan yang muncul karena perkataan tersebut telah surut, para penasihat kerajaan memutuskan bahwa pengobatan tersebut layak dicoba. Memang, beberapa orang mengatakan bahwa tak sepantasnya mereka melakukan perbuatan barbar seperti itu atas saran seorang asing yang asal-usulnya diragukan. Tetapi, mayoritas hadirin menganggap bahwa setiap risiko mesti dihadapi demi menyelamatkan nyawa raja yang sangat dipuja dan dihormati itu.



Mereka membujuk raja, yang keberatan, dengan mengatakan, "Yang Mulia tidak punya hak untuk menolak, sebab penolakan itu akan menghancurkan kerajaan ini yang bagaimanapun lebih bernilai daripada semua rakyatnya, apalagi hanya sejumlah anak kecil."

Demikianlah diumumkan ke seluruh negeri bahwa beberapa ratus anak di Byzantium yang berusia kurang dari tujuh tahun harus dibawa ke Konstantinopel untuk dikorbankan buat kesehatan sang raja.



Ibu-ibu dari anak-anak yang dirampas itu mengutuk raja, sebab ia telah menjadi monster yang meminta darah daging mereka untuk keselamatannya dirinya. Tetapi, beberapa di antara mereka berdoa agar raja sembuh sebelum tiba waktu penyembelihan anak-anak mereka.

Sang raja sendiri, setelah beberapa waktu lewat, mulai merasa bahwa ia tak boleh mengizinkan pembantaian serupa itu terhadap anak-anak kecil , dengan dalih apa pun. Pergulatan itu menyiksa batinnya siang dan malam hingga ia sampai pada satu tekad, "Aku lebih baik mati dari pada melihat anak-anak tak berdosa itu mati."
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
cover top ayah
وَلَٮِٕنۡ اَذَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ مِنَّا رَحۡمَةً ثُمَّ نَزَعۡنٰهَا مِنۡهُ‌ۚ اِنَّهٗ لَيَـــُٔوۡسٌ كَفُوۡرٌ (٩) وَلَٮِٕنۡ اَذَقۡنٰهُ نَـعۡمَآءَ بَعۡدَ ضَرَّآءَ مَسَّتۡهُ لَيَـقُوۡلَنَّ ذَهَبَ السَّيِّاٰتُ عَنِّىۡ‌ ؕ اِنَّهٗ لَـفَرِحٌ فَخُوۡرٌۙ (١٠) اِلَّا الَّذِيۡنَ صَبَرُوۡا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِؕ اُولٰٓٮِٕكَ لَهُمۡ مَّغۡفِرَةٌ وَّاَجۡرٌ كَبِيۡرٌ (١١)
Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian (rahmat itu) Kami cabut kembali, pastilah dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih. Dan jika Kami berikan kebahagiaan kepadanya setelah ditimpa bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, Telah hilang bencana itu dariku. Sesungguhnya dia (merasa) sangat gembira dan bangga, kecuali orang-orang yang sabar, dan mengerjakan kebajikan, mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.

(QS. Hud Ayat 9-11)
cover bottom ayah
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More