2 Perasaan Cemburu Menurut Ibnu Taimiyah
Kamis, 25 November 2021 - 15:32 WIB
Rasa cemburu akan muncul karena adanya rasa cinta. Semakin kuat rasa cinta seorang istri kepada suaminya maka semakin kuat pula rasa cemburu dalam hatinya. Dan, cemburu ini di dalam Islam sebenarnya diperbolehkan, asalkan jika rasa cemburu yang timbul tidak memiliki sifat yang berlebihan hingga menyebabkan pertengkaran di antara keduanya.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbali, Imam An-Nasa’i, dan Imam Abu Dawud, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sungguh ada sifat cemburu yang disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu sifat cemburu yang disertai dengan keragu-raguan dan ada pula sifat cemburu yang sangat dibenci oleh Allah Ta'ala yaitu rasa cemburu yang tanpa disertai rasa keragu-raguan lagi.”
Dalam kitab Tazkiyatun Nafs, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, berdasarkan ketentuan syari’at cemburu dapat dibagi menjadi dua, yaitu cemburu yang terpuji dan cemburu yang tercela.
1. Cemburu yang Terpuji
Rasa cemburu ini yang sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Di antara contoh-contoh cemburu yang terpuji adalah:
- Cemburu terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Cemburu terhadap kehormatan. Orang Mukmin harus cemburu terhadap anggota keluarganya jika ada salah satu seorang di antara mereka yang
2. Cemburu yang Tercela
Cemburu yang tercela adalah cemburu yang berada pada kondisi kejiwaan yang hina dan yang tidak dikekang oleh ketentuan-ketentuan syari’at . Maka tidak heran jika pelakunya terseret pada kebinasaan. Seperti contoh: Rasa cemburu seorang istri yang berlebihan kepada suaminya atau sebaliknya. sehingga di dalam dirinya hanya terdapat zhan (prasangka) negatif (su’udzon) terhadap suami atau istrinya yang tidak bisa ditawar dan seakan-akan tidak ada keraguan lagi.
Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan.” (Sunan al Baihaqi :7/308)
Cemburu karena karena hawa nafsu dan tanpa bukti dapat menghancurkan rumah tangga yang rapuh. Seorang muslim dan muslimah yang bertaqwa akan menjaga lisannya dari membicarakan hal-hal yang diharamkan akibat kecemburuan yang disebabkan oleh zhan. Ia juga tidak akan melepaskan perasaan cemburunya secara liar demi menjalankan firman Allah Azza wa Jalla,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
Bukan berarti kita tidak boleh cemburu. Rasa cemburu bukanlah sesuatu hal yang buruk dan harus dihilangkan atau ditolak, namun semua itu harus berdasar kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at. Dalam sebuah riwayat menyebutkan:
Sa’ad bin ‘Ubadah mengatakan,
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki sedang bersama istriku pasti aku pukul dia dengan sisi pedangku yang tajam!”
Mendengar ucapannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak herankah kalian kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’ad, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih cemburu lagi daripada aku.” (HR Bukhari)
Namun jika seorang wanita ingin menyembunyikan gejolak yang membara karena rasa cemburu di dalam hatinya karena ingin menyucikan jiwanya maka itu sah-sah saja bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan pahala dalam Firman-Nya,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’:32)
Begitulah pandangan Islam. Sebagai agama yang santun, membungkus sesuatu perkara manusia dengan sangat indah. Bahkan perkara cemburu pun, dianjurkan jika dalam porsi yang benar, mencegah kenistaan dan maksiat, menunjukan rasa cinta kasih suami istri, menambah hangat, dan harmonis hubungan rumah tangga.
Lantas, bagaimana muslimah menyikapi rasa cemburu ini? Yang paling baik, sampaikanlah rasa cemburu dalam bentuk yang cerdas, romantis lagi menyenangkan. Karena pada dasarnya seseorang ingin mengukur seberapa besar cinta pasangan itu memang salah satunya ditampakkan dengan cemburu. Yang terpenting, cemburulah karena Allah, karena itu halal dan dianjurkan.
Wallahu A'lam
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbali, Imam An-Nasa’i, dan Imam Abu Dawud, bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sungguh ada sifat cemburu yang disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu sifat cemburu yang disertai dengan keragu-raguan dan ada pula sifat cemburu yang sangat dibenci oleh Allah Ta'ala yaitu rasa cemburu yang tanpa disertai rasa keragu-raguan lagi.”
Dalam kitab Tazkiyatun Nafs, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, berdasarkan ketentuan syari’at cemburu dapat dibagi menjadi dua, yaitu cemburu yang terpuji dan cemburu yang tercela.
1. Cemburu yang Terpuji
Rasa cemburu ini yang sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Di antara contoh-contoh cemburu yang terpuji adalah:
- Cemburu terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Cemburu terhadap kehormatan. Orang Mukmin harus cemburu terhadap anggota keluarganya jika ada salah satu seorang di antara mereka yang
2. Cemburu yang Tercela
Cemburu yang tercela adalah cemburu yang berada pada kondisi kejiwaan yang hina dan yang tidak dikekang oleh ketentuan-ketentuan syari’at . Maka tidak heran jika pelakunya terseret pada kebinasaan. Seperti contoh: Rasa cemburu seorang istri yang berlebihan kepada suaminya atau sebaliknya. sehingga di dalam dirinya hanya terdapat zhan (prasangka) negatif (su’udzon) terhadap suami atau istrinya yang tidak bisa ditawar dan seakan-akan tidak ada keraguan lagi.
Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan.” (Sunan al Baihaqi :7/308)
Cemburu karena karena hawa nafsu dan tanpa bukti dapat menghancurkan rumah tangga yang rapuh. Seorang muslim dan muslimah yang bertaqwa akan menjaga lisannya dari membicarakan hal-hal yang diharamkan akibat kecemburuan yang disebabkan oleh zhan. Ia juga tidak akan melepaskan perasaan cemburunya secara liar demi menjalankan firman Allah Azza wa Jalla,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
Bukan berarti kita tidak boleh cemburu. Rasa cemburu bukanlah sesuatu hal yang buruk dan harus dihilangkan atau ditolak, namun semua itu harus berdasar kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at. Dalam sebuah riwayat menyebutkan:
Sa’ad bin ‘Ubadah mengatakan,
لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki sedang bersama istriku pasti aku pukul dia dengan sisi pedangku yang tajam!”
Mendengar ucapannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي
“Tidak herankah kalian kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’ad, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih cemburu lagi daripada aku.” (HR Bukhari)
Namun jika seorang wanita ingin menyembunyikan gejolak yang membara karena rasa cemburu di dalam hatinya karena ingin menyucikan jiwanya maka itu sah-sah saja bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan pahala dalam Firman-Nya,
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’:32)
Begitulah pandangan Islam. Sebagai agama yang santun, membungkus sesuatu perkara manusia dengan sangat indah. Bahkan perkara cemburu pun, dianjurkan jika dalam porsi yang benar, mencegah kenistaan dan maksiat, menunjukan rasa cinta kasih suami istri, menambah hangat, dan harmonis hubungan rumah tangga.
Lantas, bagaimana muslimah menyikapi rasa cemburu ini? Yang paling baik, sampaikanlah rasa cemburu dalam bentuk yang cerdas, romantis lagi menyenangkan. Karena pada dasarnya seseorang ingin mengukur seberapa besar cinta pasangan itu memang salah satunya ditampakkan dengan cemburu. Yang terpenting, cemburulah karena Allah, karena itu halal dan dianjurkan.
Wallahu A'lam
(wid)