Hati-hati, Inilah Dosa-dosa Wanita Karena Lisannya
Senin, 06 Desember 2021 - 18:10 WIB
Terkait dengan lisan , agama Islam memberikan arahan yang jelas dari Allah dan Rasul-Nya agar lisan tidak tergelincir pada dosa. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat”. (HR Muslim).
Mendengar hadis ini, Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Betapa sering hadis ini mengurungkanku untuk berbicara.”
Artinya, seorang yang mengaku beriman harus hati-hati menggunakan lisannya. Sebab menjaga lisan termasuk ajaran Islam yang mulia. Agama ini mengajarkan bagaimana berakhlak kepada Sang Pencipta dan bagaimana berakhlak kepada sesama manusia. Bahkan akhlak yang mulia itu dijadikan sebagai wujud nyata keimanan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama mengatakan, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam. Artinya ucapannya adalah ucapan yang baik dan memiliki tujuan yang baik. Terkadang ucapan itu baik, tapi yang diinginkan bukan kebaikan. Seperti adu domba. Adu domba adalah seseorang mengabarkan realita kepada orang ketiga. Tapi tujuannya adalah untuk merusak . Jadi, kalimat yang diucapkan adalah baik, realita, bukan dusta, dan maksud mengatakannya pun baik.
Abdullah bin Abbas mengatakan, “Semoga Allah merahmati seseorang yang berbicara lalu ia mendapatkan kebaikan. Atau diam dari ucapan buruk sehingga ia selamat.” Ucapan Ibnu Abbas ini adalah ucapan yang indah. Kalau seseorang harus berbicara, bicaralah dengan sesuatu yang dapat menuai pahala dan memberi kemanfaatan . Kalau tidak demikian, maka lebih baik diam. Itu membuatnya selamat dan orang lain selamat.
Diamnya seseorang agar tidak jatuh pada keburukan, ini adalah keutamaan. Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan, “Kalau sekiranya berucap dalam rangka menaati Allah itu senilai perak, maka diam supaya tidak terjatuh pada kemaksiatan adalah senilai emas.”
Jadi, perintah diam dalam hadis Rasulullah adalah agar lisan tidak terjerumus pada perkataan yang sia-sia atau bahkan perkataan yang buruk.
Di antara yang harus dihindari adalah melaknat atau saling melaknat. Dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, dan tertutuplah pintu-pintu langit di bawahnya. Kemudian laknat itu akan turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi telah tetutup. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mendapatkan tempat berlabuh, ia akan menghampiri orang yang dilaknat, jika orang itu memang layak dilaknat. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang melaknat.” (HR. Abu Dawud)
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu‘anhu, ada seseorang yang melaknat angin karena selendangnya diterbangkan oleh angin tersebut. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah Engkau melaknatnya, karena sesungguhnya dia diperintah (oleh Allah). Sungguh, orang yang melaknat sesuatu padahal dia tidak pantas mendapatkan laknat, maka laknat tersebut akan kembali kepada dirinya sendiri.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, ada seorang wanita Anshar yang tengah mengendarai unta. Namun, unta yang sedang dikendarainya itu memberontak dengan tiba-tiba. Lalu dengan serta-merta wanita itu melaknat untanya. Ketika Rasulullah mendengar ucapan wanita itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda :
“Turunkanlah beban di atas unta dan lepaskanlah unta tersebut, karena ia telah dilaknat.” Imran berkata, “Sepertinya sekarang saya melihat unta tersebut berjalan di tengah-tengah manusia, tanpa ada seorang pun yang mengganggunya.” (HR. Muslim)
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya ada seorang hamba benar-benar berbicara dengan satu kalimat yang ia tidak mengetahui secara jelas maksud yang ada di dalam kalimat itu, namun dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka lebih jauh dari antara timur dan barat”. (HR Muslim).
Mendengar hadis ini, Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Betapa sering hadis ini mengurungkanku untuk berbicara.”
Artinya, seorang yang mengaku beriman harus hati-hati menggunakan lisannya. Sebab menjaga lisan termasuk ajaran Islam yang mulia. Agama ini mengajarkan bagaimana berakhlak kepada Sang Pencipta dan bagaimana berakhlak kepada sesama manusia. Bahkan akhlak yang mulia itu dijadikan sebagai wujud nyata keimanan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama mengatakan, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam. Artinya ucapannya adalah ucapan yang baik dan memiliki tujuan yang baik. Terkadang ucapan itu baik, tapi yang diinginkan bukan kebaikan. Seperti adu domba. Adu domba adalah seseorang mengabarkan realita kepada orang ketiga. Tapi tujuannya adalah untuk merusak . Jadi, kalimat yang diucapkan adalah baik, realita, bukan dusta, dan maksud mengatakannya pun baik.
Abdullah bin Abbas mengatakan, “Semoga Allah merahmati seseorang yang berbicara lalu ia mendapatkan kebaikan. Atau diam dari ucapan buruk sehingga ia selamat.” Ucapan Ibnu Abbas ini adalah ucapan yang indah. Kalau seseorang harus berbicara, bicaralah dengan sesuatu yang dapat menuai pahala dan memberi kemanfaatan . Kalau tidak demikian, maka lebih baik diam. Itu membuatnya selamat dan orang lain selamat.
Diamnya seseorang agar tidak jatuh pada keburukan, ini adalah keutamaan. Ibnu Mundzir rahimahullah mengatakan, “Kalau sekiranya berucap dalam rangka menaati Allah itu senilai perak, maka diam supaya tidak terjatuh pada kemaksiatan adalah senilai emas.”
Jadi, perintah diam dalam hadis Rasulullah adalah agar lisan tidak terjerumus pada perkataan yang sia-sia atau bahkan perkataan yang buruk.
Di antara yang harus dihindari adalah melaknat atau saling melaknat. Dari sahabat Abu Darda’ radhiyallahu‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا لَعَنَ شَيْئًا صَعِدَتِ اللَّعْنَةُ إِلَى السَّمَاءِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ دُونَهَا، ثُمَّ تَهْبِطُ إِلَى الْأَرْضِ فَتُغْلَقُ أَبْوَابُهَا دُونَهَا، ثُمَّ تَأْخُذُ يَمِينًا وَشِمَالًا، فَإِذَا لَمْ تَجِدْ مَسَاغًا رَجَعَتْ إِلَى الَّذِي لُعِنَ، فَإِنْ كَانَ لِذَلِكَ أَهْلًا وَإِلَّا رَجَعَتْ إِلَى قَائِلِهَا
“Jika seorang hamba melaknat sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit, dan tertutuplah pintu-pintu langit di bawahnya. Kemudian laknat itu akan turun lagi ke bumi, namun pintu-pintu bumi telah tetutup. Laknat itu kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mendapatkan tempat berlabuh, ia akan menghampiri orang yang dilaknat, jika orang itu memang layak dilaknat. Namun jika tidak, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang melaknat.” (HR. Abu Dawud)
Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu‘anhu, ada seseorang yang melaknat angin karena selendangnya diterbangkan oleh angin tersebut. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تَلْعَنْهَا، فَإِنَّهَا مَأْمُورَةٌ، وَإِنَّهُ مَنْ لَعَنَ شَيْئًا لَيْسَ لَهُ بِأَهْلٍ رَجَعَتِ اللَّعْنَةُ عَلَيْهِ
“Janganlah Engkau melaknatnya, karena sesungguhnya dia diperintah (oleh Allah). Sungguh, orang yang melaknat sesuatu padahal dia tidak pantas mendapatkan laknat, maka laknat tersebut akan kembali kepada dirinya sendiri.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, ada seorang wanita Anshar yang tengah mengendarai unta. Namun, unta yang sedang dikendarainya itu memberontak dengan tiba-tiba. Lalu dengan serta-merta wanita itu melaknat untanya. Ketika Rasulullah mendengar ucapan wanita itu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda :
خُذُوا مَا عَلَيْهَا وَدَعُوهَا، فَإِنَّهَا مَلْعُونَةٌ
“Turunkanlah beban di atas unta dan lepaskanlah unta tersebut, karena ia telah dilaknat.” Imran berkata, “Sepertinya sekarang saya melihat unta tersebut berjalan di tengah-tengah manusia, tanpa ada seorang pun yang mengganggunya.” (HR. Muslim)