Hukum Syariat Tentang Rambut Wanita
Selasa, 14 Desember 2021 - 18:30 WIB
Rambut wanita merupakan perhiasan yang tidak tampak bagi muslimah, dan dianjurkan syariat untuk dirawat dengan baik. Apalagi bila perhiasan ini tujuan untuk diperlihatkan atau untuk menyenangkan suaminya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Dia adalah wanita yang patuh bila disuruh (suami), menarik bila dipandang (Suami) dan menjaga suami, baik berkenaan dengan kehormatan dirinya sendiri maupun harta suaminya," (HR Nasa'i)
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Barangsiapa yang mempunyai rambut, maka hendaknya memuliakannya," (HR Abu Dawud).
Dalil ini menjelaskan, bahwa wanita muslimah atau seorang istri boleh merawat atau dianjurkan memperindah rambutnya hanya untuk diperlihatkan dan menyenangkan suaminya.
Tentang masalah rambut wanita, syariat memiliki ketentuan yang mengaturnya. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut wanita. Disarikan dari ceramah Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah, berikut penjelasannya :
1. Mengumpulkan rambut (mengikat jadi satu) di bagian paling atas dari kepala si wanita tidaklah dibolehkan.
Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku belum melihat mereka sekarang. (Yang pertama,) suatu kaum yang bersama mereka ada cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia. (Yang kedua,) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka miring lagi membuat orang lain miring. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan bisa mencium bau wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian’.” (HR. Muslim) (Fatwa dari al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’)
2. Mengumpulkan rambut atau melilitkan/melingkarkannya di sekitar kepala si wanita hingga tampak seperti imamah/sorban yang biasa dipakai lelaki.
Hal ini tidak diperbolehkan dengan alasan ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) lelaki.
3. Mengumpulkan rambut dan menjadikannya satu ikatan/kepangan ataupun lebih, lalu dibiarkan tergerai tidaklah menjadi masalah (boleh saja) selama rambut tersebut tertutup dari pandangan mata yang tidak halal melihatnya. Mengapa dibolehkan? Karena tidak ada larangan tentang hal ini. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
4. Haram menyambung rambut wanita dengan rambut yang lain atau disambung dengan sesuatu yang membuat kesamaran (disangka oleh yang melihat sebagai rambutnya padahal bukan rambut).
Dalil yang melarang menyambung rambut di antaranya hadis:
“Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Mengeriting rambut menurut hukum asalnya tidak apa-apa, melainkan jika dilakukan karena tasyabbuh dengan wanita-wanita yang fajir lagi kafir, hukumnya menjadi tidak boleh. (Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Dia adalah wanita yang patuh bila disuruh (suami), menarik bila dipandang (Suami) dan menjaga suami, baik berkenaan dengan kehormatan dirinya sendiri maupun harta suaminya," (HR Nasa'i)
Dalam hadis lain, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
"Barangsiapa yang mempunyai rambut, maka hendaknya memuliakannya," (HR Abu Dawud).
Dalil ini menjelaskan, bahwa wanita muslimah atau seorang istri boleh merawat atau dianjurkan memperindah rambutnya hanya untuk diperlihatkan dan menyenangkan suaminya.
Tentang masalah rambut wanita, syariat memiliki ketentuan yang mengaturnya. Ada hukum-hukum yang berkaitan dengan rambut wanita. Disarikan dari ceramah Al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyyah, berikut penjelasannya :
1. Mengumpulkan rambut (mengikat jadi satu) di bagian paling atas dari kepala si wanita tidaklah dibolehkan.
Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهِ النَّاسَ؛ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوسَهُنَّ كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ المْاَئِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang aku belum melihat mereka sekarang. (Yang pertama,) suatu kaum yang bersama mereka ada cambuk-cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia. (Yang kedua,) para wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang, mereka miring lagi membuat orang lain miring. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan bisa mencium bau wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian’.” (HR. Muslim) (Fatwa dari al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’)
2. Mengumpulkan rambut atau melilitkan/melingkarkannya di sekitar kepala si wanita hingga tampak seperti imamah/sorban yang biasa dipakai lelaki.
Hal ini tidak diperbolehkan dengan alasan ada unsur tasyabbuh (meniru/menyerupai) lelaki.
3. Mengumpulkan rambut dan menjadikannya satu ikatan/kepangan ataupun lebih, lalu dibiarkan tergerai tidaklah menjadi masalah (boleh saja) selama rambut tersebut tertutup dari pandangan mata yang tidak halal melihatnya. Mengapa dibolehkan? Karena tidak ada larangan tentang hal ini. (Fatwa al-Lajnah ad-Daimah)
4. Haram menyambung rambut wanita dengan rambut yang lain atau disambung dengan sesuatu yang membuat kesamaran (disangka oleh yang melihat sebagai rambutnya padahal bukan rambut).
Dalil yang melarang menyambung rambut di antaranya hadis:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
“Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Mengeriting rambut menurut hukum asalnya tidak apa-apa, melainkan jika dilakukan karena tasyabbuh dengan wanita-wanita yang fajir lagi kafir, hukumnya menjadi tidak boleh. (Fatwa asy-Syaikh Ibnu Utsaimin t)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: