Peradaban Pasca-Nabi Nuh, Namrud Raja Pertama yang Kuasai Dunia
Sabtu, 15 Januari 2022 - 14:22 WIB
Peradaban dunia pasca- Nabi Nuh kian berkembang. Ini terjadi setelah Nabi Nuh membagi dunia kepada anak-anaknya menjadi tiga bagian. Pada mulanya, keturunan Nabi Nuh ini masih menyembah Allah SWT. Lambat laun mereka durhaka. Muncullah perabadan kaum Ad , lalu kaum Tsamud .
Setelah Allah SWT menumpas dua kaum ini muncul di Babilonia peradaban yang tak kalah maju. Di sini lahir tokoh penting, Namrud bin Kanaan bin Cush bin Sam bin Nuh. Dialah raja pertama yang menguasai dunia.
Bukit Judi
Para sejarawan umumnya menyepakati bahwa tidak ada yang selamat dari banjir tersebut selain Nabi Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera. Bahtera tersebut berlayar selama enam bulan, hingga akhirnya berlabuh di atas tempat bernama bukit Judi.
Ath-Thabari dalam bukunya berjudulTarikh al-Rusul wa al-Muluk mengutip hadits yang diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Abdul Ghafur, Rasulullah SAW berkata:
"Nuh naik ke bahtera pada hari pertama Rajab. Dia dan semua orang yang bersamanya berpuasa. Bahtera melaju bersama mereka selama enam bulan sampai al-Muharram. Bahtera berlabuh di al-Judi pada Hari Asyura, dan Nuh berpuasa dan memerintahkan semua hewan liar dan (peliharaan) yang bersamanya untuk berpuasa sebagai rasa terima kasih kepada Allah."
Selanjutnya dalam Al-Quran disebutkan:
“Dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim’.” ( QS Hud : 44)
Ahli geografi asal Arab, Ibnu Khordadbih, pada abad ke-9 mengatakan bahwa lokasi gunung Judi berada di tanah Asyur atau al-Akrad. Ini adalah tanah peninggalan bangsa Assyria, pada era modern artinya ini mencakup wilayah utara Irak, timur laut Suriah Timur, tenggara Turki, dan pinggiran barat laut Iran.
Sementara itu Yaqut al-Hamawi, seorang ahli geografi Muslim juga, berkebangsaan Yunani, pada abad ke-12 dan ke-13, mengatakan bahwa gunung tersebut berada di atas Jazirat bin Umar, di sebelah timur Tigris. Sebagaimana dikutip J. P. Lewis dalam bukunya berjudul"Noah and the Flood: In Jewish, Christian, and Muslim Tradition", dia juga mengatakan, bahwa pada masa dia hidup, masjid peninggalan Nabi Nuh masih ada.
Menurut Ibnu Katsir dalam bukunya "Qishash Al-Anbiya", setelah Nuh mendarat di al-Judi dan melanjutkan hidupnya bersama orang-orang yang beriman, Al-Quran menutup tirai pada kisah selanjutnya. Tidak diketahuibagaimana urusan dia dengan para pengikutnya berlanjut. Yang diketahui atau dapat dipastikan, bahwa pada saat kematiannya, dia meminta putranya untuk menyembah hanya kepada Allah saja, Nuh kemudian meninggal.
Membagi Dunia
Sebelum wafatnya, Nuh sudah membagi wilayah bumi kepada putra-putranya, sebagaimana dikatakan oleh Amir bin Sharahil al-Shabi, “Ketika Nuh, keturunannya, dan semua yang ada di dalam bahtera turun ke bumi, dia membagi bumi kepada para putranya ke dalam tiga bagian."
Kepada Sem, dia memberikan bagian tengah bumi di mana Yerusalem, Sungai Nil, Sungai Efrat, Tigris, Sayhan, Jayhan (Gihon), dan Fayshan (Pison) berada. Itu memanjang dari Pison ke timur Sungai Nil, dan dari daerah dari mana angin selatan bertiup hingga ke daerah dari mana angin utara bertiup.
Kepada Ham, dia memberikan bagian (bumi) di sebelah barat Sungai Nil dan daerah-daerah yang melampaui wilayah tempat angin barat bertiup. Bagian yang dia berikan kepada Yafet terletak di Pison dan daerah-daerah yang melampaui tempat angin timur bertiup.
Di tiap-tiap tempat tersebut, anak-anak Nuh mulai kembali membangun peradaban dengan tetap berpegang teguh pada tali agama Allah SWT. Peradaban-peradaban tersebut berkembang pesat hingga mampu menghasilkan karya yang masih membuat kagum manusia yang hidup setelah mereka.
Hanya saja, seiring dengan berkembangnya peradaban tersebut, kesombongan pun mulai kembali merasuki anak cucu Nuh. Secara perlahan, mereka mulai meninggalkan ajaran Nuh, dan kembali membuat sembahan-sembahan lain.
Setelah Allah SWT menumpas dua kaum ini muncul di Babilonia peradaban yang tak kalah maju. Di sini lahir tokoh penting, Namrud bin Kanaan bin Cush bin Sam bin Nuh. Dialah raja pertama yang menguasai dunia.
Bukit Judi
Para sejarawan umumnya menyepakati bahwa tidak ada yang selamat dari banjir tersebut selain Nabi Nuh dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera. Bahtera tersebut berlayar selama enam bulan, hingga akhirnya berlabuh di atas tempat bernama bukit Judi.
Ath-Thabari dalam bukunya berjudulTarikh al-Rusul wa al-Muluk mengutip hadits yang diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Abdul Ghafur, Rasulullah SAW berkata:
"Nuh naik ke bahtera pada hari pertama Rajab. Dia dan semua orang yang bersamanya berpuasa. Bahtera melaju bersama mereka selama enam bulan sampai al-Muharram. Bahtera berlabuh di al-Judi pada Hari Asyura, dan Nuh berpuasa dan memerintahkan semua hewan liar dan (peliharaan) yang bersamanya untuk berpuasa sebagai rasa terima kasih kepada Allah."
Selanjutnya dalam Al-Quran disebutkan:
وَقِيۡلَ يٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِىۡ مَآءَكِ وَيٰسَمَآءُ اَقۡلِعِىۡ وَغِيۡضَ الۡمَآءُ وَقُضِىَ الۡاَمۡرُ وَاسۡتَوَتۡ عَلَى الۡجُوۡدِىِّ وَقِيۡلَ بُعۡدًا لِّـلۡقَوۡمِ الظّٰلِمِيۡنَ
“Dan difirmankan: ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang zalim’.” ( QS Hud : 44)
Ahli geografi asal Arab, Ibnu Khordadbih, pada abad ke-9 mengatakan bahwa lokasi gunung Judi berada di tanah Asyur atau al-Akrad. Ini adalah tanah peninggalan bangsa Assyria, pada era modern artinya ini mencakup wilayah utara Irak, timur laut Suriah Timur, tenggara Turki, dan pinggiran barat laut Iran.
Sementara itu Yaqut al-Hamawi, seorang ahli geografi Muslim juga, berkebangsaan Yunani, pada abad ke-12 dan ke-13, mengatakan bahwa gunung tersebut berada di atas Jazirat bin Umar, di sebelah timur Tigris. Sebagaimana dikutip J. P. Lewis dalam bukunya berjudul"Noah and the Flood: In Jewish, Christian, and Muslim Tradition", dia juga mengatakan, bahwa pada masa dia hidup, masjid peninggalan Nabi Nuh masih ada.
Menurut Ibnu Katsir dalam bukunya "Qishash Al-Anbiya", setelah Nuh mendarat di al-Judi dan melanjutkan hidupnya bersama orang-orang yang beriman, Al-Quran menutup tirai pada kisah selanjutnya. Tidak diketahuibagaimana urusan dia dengan para pengikutnya berlanjut. Yang diketahui atau dapat dipastikan, bahwa pada saat kematiannya, dia meminta putranya untuk menyembah hanya kepada Allah saja, Nuh kemudian meninggal.
Membagi Dunia
Sebelum wafatnya, Nuh sudah membagi wilayah bumi kepada putra-putranya, sebagaimana dikatakan oleh Amir bin Sharahil al-Shabi, “Ketika Nuh, keturunannya, dan semua yang ada di dalam bahtera turun ke bumi, dia membagi bumi kepada para putranya ke dalam tiga bagian."
Kepada Sem, dia memberikan bagian tengah bumi di mana Yerusalem, Sungai Nil, Sungai Efrat, Tigris, Sayhan, Jayhan (Gihon), dan Fayshan (Pison) berada. Itu memanjang dari Pison ke timur Sungai Nil, dan dari daerah dari mana angin selatan bertiup hingga ke daerah dari mana angin utara bertiup.
Kepada Ham, dia memberikan bagian (bumi) di sebelah barat Sungai Nil dan daerah-daerah yang melampaui wilayah tempat angin barat bertiup. Bagian yang dia berikan kepada Yafet terletak di Pison dan daerah-daerah yang melampaui tempat angin timur bertiup.
Di tiap-tiap tempat tersebut, anak-anak Nuh mulai kembali membangun peradaban dengan tetap berpegang teguh pada tali agama Allah SWT. Peradaban-peradaban tersebut berkembang pesat hingga mampu menghasilkan karya yang masih membuat kagum manusia yang hidup setelah mereka.
Hanya saja, seiring dengan berkembangnya peradaban tersebut, kesombongan pun mulai kembali merasuki anak cucu Nuh. Secara perlahan, mereka mulai meninggalkan ajaran Nuh, dan kembali membuat sembahan-sembahan lain.
Lihat Juga :