9 Realita Kematian yang Diabadikan Al-Qur'an dan Hadis
Minggu, 23 Januari 2022 - 08:48 WIB
Beberapa waktu lalu ada seseorang yang karena kemampuan finansialnya, ketika sakit terbang jauh ke Jerman. Ternyata karena penerbangan yang memakan waktu dan cukup melelahkan itu, sebelum sempat ditangani oleh Dokter Jerman beliau lebih awal ditemui oleh Malaikat maut. Berusaha untuk selamat dari kematian. Tapi kematian ternyata menunggu di tempat yang diasumsikan sebagai pelarian dari kematian.
Kelima, kematian itu tidak memilih-milih (indiskriminatif). Siapa saja dan apapun keadaannya ketika memang waktunya telah tiba akan mati. Kaya miskin, kuat lemah, sehat sakit, tua muda, dan seterusnya tidak menjadi penghalang bagi kematian.
Fir'aun yang sangat berkuasa mati. Qarun yang sangat kaya mati. Nuh yang lama hidup mati. Yusuf yang ganteng juga mati. Orang-orang baik dari kalangan Nabi, sahabat Rasul, dan mereka yang saleh mati. Orang-orang jahat, termasuk para penjilat seperti Haman juga mati.
Keenam, kematian itu terjadwal secara rapih. Artinya kematian itu jadwalnya fixed. Ketika jadwal tiba maka pasti terjadi. Tidak bisa diundur dan juga tidak bisa dimajukan.
Al-Qur'an menegaskan: "Dan ketika ajalnya tiba mereka tidak bisa meminta penundaan dan juga tidak bisa meminta percepatan". (Al-A'raf: 34)
Ketujuh, di saat kemarian terjadi maka sungguh berat dan menyakitkan (painful). Ketika sakarat (sakratul maut) dan ketika nyawa dicabut maka itu adalah momen-momen tersulit dalam kehidupan seorang insan. Pertama, karena itu momen perpisahan dari dua hal yang menyatu begitu lama. Perpisahan antara jasad dan ruh. Kedua, karena di momen itu terbuka benteng pemisah antara alam fisikal dan alam gaib. Seseorang yang sakarat ketika menengok ke belakang akan sedih (painful) karena melihat mereka yang dicintai akan ditinggalkan. Tapi ketika menengok ke depan nampak alam baru (kubur) yang belum dipersiapkan dengan baik (menyesal).
Tapi yang juga memang berat dan pedih adalah ketika ruh/nyawa seseorang dicabut. Salah satu ayat yang menjelaskan sakarat kematian itu adalah: "Dan datanglah masa sakarat itu. Yang kalian dahulunya berusaha hindarkan." (Qaf: 19)
Rasulullah sendiri menggambarkan keperihan ketika ruh seseorang dicabut: "Perumpamaan rasa sakit ketika nyawa dicabut bagaikan tiga ratus kali tebasan pedang."
Kedelapan, kematian adalah kejadian yang hanya akan terjadi sekali dalam hidup manusia. Karenanya ketika seseorang telah berhadapan dengan kenyataan itu dia ingin agar kematian itu dilambatkan. Bahkan ingin untuk dikembalikan lagi ke kehidupan ini untuk berbuat yang lebih baik.
Al-Qur'an menegaskan: "Wahai Tuhanku sekiranya Engkau melambatkan kematianku sekejap agar aku bisa bersedekah dan menjadi bagian dari orang-orang yang saleh. Dan Allah tidak akan melambatkan kematian seseorang ketika ajalnya telah tiba." (Al-Munafiqun: 10-11)
Pada ayat lain Allah berfirman: "Hingga datang kematian kepada seseorang di antara mereka, dia berkata: wahai Tuhanku kembalikanlah aku. Agar aku dapat berbuat kebajikan atas apa yang telah aku tinggalkan (sia-siakan)." (Al-Mukminun: 99-100).
Kesembilan, kematian adalah ukuran sikap bijak dan kepintaran seseorang. Bayangkan ketika seseorang sadar bahwa dia pasti mati. Tapi kenyataan hidupnya mengatakan seolah hidup ini untuk selamanya. Itulah prilaku zholim pada diri dan bentuk kebodohan yang luar biasa.
Karenanya Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang bijak/pintar itu adalah yang selalu melakukan penghisaban (mengukur) diri sendiri dan berbuat untuk kehidupan setelah kematiannya." (At-Tirmidzi).
Demikian beberapa realita kematian yang perlu untuk menjadi renungan sekaligus nasehat untuk kita semua. Tentu peringatan ini tidak menjadikan kita down (melemah) dalam perjuangan membangun dunia kita. Justeru kematian itu mendorong kita untuk lebih giat dan sungguh-sungguh dalam beramal (ibadah) sebagai bagian dari persiapan kita menghadapi realita terbesar hidup kita. Semoga!
Jamaica City, 21 Januari 2022
Kelima, kematian itu tidak memilih-milih (indiskriminatif). Siapa saja dan apapun keadaannya ketika memang waktunya telah tiba akan mati. Kaya miskin, kuat lemah, sehat sakit, tua muda, dan seterusnya tidak menjadi penghalang bagi kematian.
Fir'aun yang sangat berkuasa mati. Qarun yang sangat kaya mati. Nuh yang lama hidup mati. Yusuf yang ganteng juga mati. Orang-orang baik dari kalangan Nabi, sahabat Rasul, dan mereka yang saleh mati. Orang-orang jahat, termasuk para penjilat seperti Haman juga mati.
Keenam, kematian itu terjadwal secara rapih. Artinya kematian itu jadwalnya fixed. Ketika jadwal tiba maka pasti terjadi. Tidak bisa diundur dan juga tidak bisa dimajukan.
Al-Qur'an menegaskan: "Dan ketika ajalnya tiba mereka tidak bisa meminta penundaan dan juga tidak bisa meminta percepatan". (Al-A'raf: 34)
Ketujuh, di saat kemarian terjadi maka sungguh berat dan menyakitkan (painful). Ketika sakarat (sakratul maut) dan ketika nyawa dicabut maka itu adalah momen-momen tersulit dalam kehidupan seorang insan. Pertama, karena itu momen perpisahan dari dua hal yang menyatu begitu lama. Perpisahan antara jasad dan ruh. Kedua, karena di momen itu terbuka benteng pemisah antara alam fisikal dan alam gaib. Seseorang yang sakarat ketika menengok ke belakang akan sedih (painful) karena melihat mereka yang dicintai akan ditinggalkan. Tapi ketika menengok ke depan nampak alam baru (kubur) yang belum dipersiapkan dengan baik (menyesal).
Tapi yang juga memang berat dan pedih adalah ketika ruh/nyawa seseorang dicabut. Salah satu ayat yang menjelaskan sakarat kematian itu adalah: "Dan datanglah masa sakarat itu. Yang kalian dahulunya berusaha hindarkan." (Qaf: 19)
Rasulullah sendiri menggambarkan keperihan ketika ruh seseorang dicabut: "Perumpamaan rasa sakit ketika nyawa dicabut bagaikan tiga ratus kali tebasan pedang."
Kedelapan, kematian adalah kejadian yang hanya akan terjadi sekali dalam hidup manusia. Karenanya ketika seseorang telah berhadapan dengan kenyataan itu dia ingin agar kematian itu dilambatkan. Bahkan ingin untuk dikembalikan lagi ke kehidupan ini untuk berbuat yang lebih baik.
Al-Qur'an menegaskan: "Wahai Tuhanku sekiranya Engkau melambatkan kematianku sekejap agar aku bisa bersedekah dan menjadi bagian dari orang-orang yang saleh. Dan Allah tidak akan melambatkan kematian seseorang ketika ajalnya telah tiba." (Al-Munafiqun: 10-11)
Pada ayat lain Allah berfirman: "Hingga datang kematian kepada seseorang di antara mereka, dia berkata: wahai Tuhanku kembalikanlah aku. Agar aku dapat berbuat kebajikan atas apa yang telah aku tinggalkan (sia-siakan)." (Al-Mukminun: 99-100).
Kesembilan, kematian adalah ukuran sikap bijak dan kepintaran seseorang. Bayangkan ketika seseorang sadar bahwa dia pasti mati. Tapi kenyataan hidupnya mengatakan seolah hidup ini untuk selamanya. Itulah prilaku zholim pada diri dan bentuk kebodohan yang luar biasa.
Karenanya Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang bijak/pintar itu adalah yang selalu melakukan penghisaban (mengukur) diri sendiri dan berbuat untuk kehidupan setelah kematiannya." (At-Tirmidzi).
Demikian beberapa realita kematian yang perlu untuk menjadi renungan sekaligus nasehat untuk kita semua. Tentu peringatan ini tidak menjadikan kita down (melemah) dalam perjuangan membangun dunia kita. Justeru kematian itu mendorong kita untuk lebih giat dan sungguh-sungguh dalam beramal (ibadah) sebagai bagian dari persiapan kita menghadapi realita terbesar hidup kita. Semoga!
Jamaica City, 21 Januari 2022
(rhs)